The Story of Carsten Rogers (Request Giveaway)

859 60 14
                                        

Seperti apa seorang Carsten Rogers di mata orang lain? Mungkin lo semua gampang menjawabnya. Playboy, brengsek, gak punya hati, dingin? Lo semua gak pernah tau apa yang terjadi sebenarnya di hidup gue. Inilah kisah tentang hidup gue.

Gue besar di keluarga Rogers, bokap gue selalu mengajarkan dari kecil bahwa pria pada umumnya dan pria Rogers khususnya, berkuasa atas wanita dan gue melihat dengan kepala gue sendiri bagaimana bokap gue yang seorang alpha male memperlakukan orang orang di sekitarnya.

At first I thought, that was cool. I wanna be like him. Gue pengen gue bisa jadi laki laki seperti bokap gue dengan maskulinitasnya. Gue tumbuh di bayangan dia dan Ketika gue remaja, hal itulah yang gue anggap benar.

Sejak kecil gue berteman dengan Kenzie Rezkytama. He's my best friend. Meskipun terkadang gue berpikir apakah Kenzie menganggap gue sahabat seperti gue menganggap nya sahabat terbaik gue. Dia besar dengan banyak teman? Sedangkan gue? Gue bukan orang yang mudah berteman. Sampai SMA, Kenzie lah satu satu nya sahabat yang gue pernah punya.

Kata orang kita bagaikan dua mata koin. Dua cowok yang sama sama brengsek dengan kemasan yang berbeda. Kenzie dengan keramahan dan keceriaanya, gue dengan perilaku dingin dan cenderung tak peduli sekitar. Dua pendekatan yang berbeda tapi bermuara pada satu frase: cowok brengsek.

Di SMA gue berkenalan dengan sahabat gue yang lain. Ariq. Dia sedikit banyak mempengaruhi perilaku dan cara bergaul gue. Ariq orang yang santai dan mungkin membuat gue belajar bagaimana cara membuka diri pada sahabat sahabat. Meskipun kebanyakan yang kita lakukan adalah minum dan party bareng, keberadaan Ariq membuat gue merasa ada orang lain yang menganggap gue orang terdekat mereka selain Kenzie.

Lalu datang Adam. Gue gak pernah benar benar cocok dengan Adam. Adam yang pikirannya sangat progresif tentu saja bertolak belakang dengan latar keluarga gue yang merupakan right wing dan konservatif di Amerika sana. Pemikiran kami tentang perempuan pun berbeda. Ia satu dari sedikit cowok yang menganut paham gender equality, paham yang bagi gue awalnya hanya sekedar bullshit. Kesetaraan itu tak akan pernah bisa tercapa. Perempuan ada hanya untuk melayani para laki laki. We run the world.

Terakhir Jona join dan jadilah kita lima sekawan yang tidak terpisahkan.Lima sahabat yang tidak peduli apa kata orang lain tentang kami. Hanya kami yang tau dan kami akan menghabiskan masa muda kami dengan bersenang-senang.

Ada satu hal yang tidak pernah orang lain, bahkan Kenzie, tau. Waktu itu gue masih kelas IX dan gue pertama kali merasakan yang jatuh cinta pada seorang perempuan yang tidak akan gue sebutkan namanya. Ia menjadi perempuan petama yang mengoyak hati gue dan sejak itu hati gue menjadi semakin beku. Ya, ternyata papa benar. Perempuan hanya pemuas ego dan nafsu kami. Itulah pikiran sombongku saat itu.

Suatu hari, Kenzie mengenalkan gue dengan seorang cewek yang namanya Vonzell. Kenzie sempat mendekatinya untuk beberapa saat. Gue meminta izin Kenzie dan akhirnya Kenzie berkata dengan asik "Sikat bro! Udah bosen gue!" Gue masih ingat gue tos dengan Kenzie setelah mengantongi izin darinya. Memang saat itu kami bedua masih labil dan hanya memikirkan bermain main.

Vonzell sendiri secara fisik memang tipe gue. Ia berkulit kecoklatan ala perempuan Indonesia. Sesuatu yang selalu menarik perhatian para pria Rogers hingga kakek gue pindah ke Indonesia dan membangun bisnis keluarga Rogers di sini. Wajahnya sangat cantik, tetapi dia lugu dan lemah. Tak sulit lah bagi gue untuk mendapatkannya.

Masa masa pacaran gue sama Vonzell sangat berkesan, tetapi... bagi gue itu tidak cukup. Ego dan nafsu gue untuk mendapatkan perempuan lain masih sangat bergejolak. Gue menyadari sesuatu. Vonzell terlalu jatuh cinta dan dia tak akan pernah bisa melepas gue. Di situlah kelemahan para perempuan, mereka terlalu perasa. Hati Vonzell sudah ada di tangan gue.

KenzieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang