What will tomorrow be like?
a: It was so damn irritated.
✎ ☕️ . . ⇢ ˗ˏˋ 𝓣𝓸𝓶𝓸𝓻𝓻𝓸𝔀 ˎˊ˗ ꒰ 🥀 ꒱
Aku terbangun dengan suasana hati yang tidak baik pagi ini. Ternyata, apa yang terjadi kemarin memberi efek hingga hari ini.
Setelah berpikir keras sekali hingga pusing tujuh keliling, aku akhirnya memutuskan untuk ke rumah sakit saja. Apa salahnya juga? Soobin lebih banyak diamnya dibanding berbicara.
Aku tidak mengerti. Belakangan ini, aku merasa Soobin yang ada di hadapanku bukanlah Soobin yang dulu. Ia seperti orang lain. Aku merindukan Soobinku yang dulu.
Aku jadi merindukan masa-masa dulu. Aku rindu melakukan hal bodoh bersama Soobin. Tapi, sepertinya tidak akan bisa lagi.
Kenapa semuanya terasa begitu sulit?
Memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan pun rasanya aku tidak sanggup. Aku tidak memiliki semangat untuk melakukan apa pun. Pipiku yang sudah dipoles bedak ini pun terjatuhi oleh air mataku lagi karena.. uh.. suasana hatiku begitu buruk.
Aku seperti secara tidak sadar merengek pada semesta untuk memperbaiki ini semua.
Namun, sekeras apa pun aku menangis hingga mengeluarkan darah sekali pun, keadaan tidak akan berubah begitu saja.
Aku terpaksa menghapus bedakku untuk aku aplikasikan ulang.
Saat hendak mengambil tisu di meja, aku dikejutkan oleh panggilan telepon dari Mamaku. Aku segera mengangkatnya kemudian mengaktifkan volume besarnya agar aku tidak perlu menempelkannya pada telinga.
"Halo, ma? Ekhem!" Aku menetralkan tenggorokanku dan membersihkan hidungku dari lendir.
"Pilek?"
"Engga. Abis bersin."
"Mau dibawain apa dari sini?"
"Terserah mama, deh. Aku mau semuanya."
"Tanya temen kamu coba mau apa."
Tanya teman.. Tapi, aku tidak memiliki teman.
"Gausahlah ma, udah keseringan dikasih."
"Minju deh Minju. Tanyain mau apa."
Aku bergeming karena aku tidak tahu harus menjawab bagaimana. Aku berusaha menahan air mataku lagi karena yang seperti itu lah yang semakin ingin membuatku menangis. Sekesal-kesalnya aku bermusuhan dengan Soobin, tidak sebanding dengan ketika aku bermusuhan dengan teman dekatku sendiri. Aku paling tidak bisa.
"Gausahlah, ma." Sebisa mungkin aku membuat suaraku terdengar biasa saja, walau diujung kalimat tetap terdengar bergetar.
"Lah kenapa?"
Aku ingin menangis, benar-benar ingin menangis.
"Aku ga mau nanyain mereka."
"Kenapa emangnya? Tinggal ta-"
"Mereka tuh marah sama aku!"
Kalimat dengan nada menyalang itu terucap begitu saja dan terciptalah hening di antara kami berdua.
"Aku ga punya temen!"
Sambungan telepon aku matikan begitu saja, mengesampingkan sopan santun dan mengedepankan ego. Persetan, aku muak dengan pembicaraan itu.
Aku hanya tidak ingin emosi yang berkecamuk dalam diriku semakin bergejolak dan meledak. Waktu belum berjalan setengah hari untuk memiliki hari yang buruk.

YOU ARE READING
Tomorrow | Choi Soobin [REVISED][COMPLETED]
Fanfiction[sudah dibukukan][tersedia ready stock] "Akankah hari esok itu ada untuk kita?" *Narasi Baku *Dialog Non Baku *AU *Lokal settings *Semi lokal name *Harsh Words *Gausah serius amat