Part 27

68.9K 2.1K 55
                                        

Sebelumnya saya mohon maaf ' sambil membungkukkan badan' sedalam-dalamnya atas keterlambatan cerita ini yang semakin hari semakin kacau saja.

Malu dech ketemu pembaca setelah ga nongol-nongol sebulan lebih dan juga banyak coment-coment yang ga dibalas. Sory banget ya soalnya depresi banget cerita yang ditulis hasilnya ga puas-puas juga.

Dan setelah ribuan edit, akhirnya part ini saya selesaikan meskipun hasilnya mungkin kurang memuaskan. Saya sudah berusaha semampunya. Jujur, untuk adegan mesra dan baikan sebenarnya benar-benar kelemahan saya. Saya lebih pandainya waktu masih musuhan jadi membuat part ini benar-benar menguras pikiran dan otak saya.

Okay, ga banyak bicara lagi karena reader dah pada ga sabaran karena omongnya ga habis-habis juga. 

Saya ucapkan selamat membaca. Kritik dan sarannya tolong ya.... ^^

Kathy memandang Gerald dengan penuh pertanyaan ketika menyadari arah yang mereka tuju bukan rumah William namun sejak mereka turun dari pesawat, pria itu  mengatakan apapun seolah ingin memberikan kejutan baginya. Kebingungannya makin menjadi ketika mereka memasuki kawasan Fifth Avenue di Manhattan dan terus melaju melewati Park Avenue. Hingga akhirnya mobil mereka melaju masuk memasuki sebuah gerbang tinggi dengan desain indah yang membuka otomatis dan berhenti di sebuah rumah besar megah yang dirancang dengan gaya Renaissance Italia.

Gerald membukakan pintu dan membantunya turun sambil mengambil alih Anthony dari tangannya. Pria itu seolah tahu kebingungannya dan akhirnya berkata," Aku akan menjelaskannya nanti, Kate."

Meskipun sudah terbiasa dengan segala macam kemewahan sejak kecil namun keindahan desain interiornya yang  menakjubkan dan indah membuat Kathy merasa kagum. Entah siapa yang menata interior rumah ini yang pasti membuat Kathy langsung menyukainya. Rumah tertsebut ditata sedemikian rupa arsitektur dan tata letaknya sehingga tidak hanya menonjolkan kemewahan semata.

Gerald terus berjalan sambil sesekali menoleh kebelakang melihatnya  dan ketika mata mereka bertemu pandang, pria itu tersenyum lembut kepadanya. Mereka menaiki lantai dua dan akhirnya pria itu berhenti di sebuah pintu mahoni cokelat berukir  dengan sebuah papan nama berwarna emas terukir di depannya.

" Anthony?" Kathy terkejut membaca papan nama tersebut dan menatap Gerald penuh tanda tanya. Sekali lagi pria itu kembali tersenyum membuat Kathy dipenuhi rasa penasaran yang tinggi.  Namun dia terpaksa menahan rasa penasarannya dan memilih memilih diam duu  ketika pria itu membuka pintu kamar menunjukkan sebuah kamar anak-anak yang sudah lengkap dengan boks bayi dan segala mainan yang tergantung diatasnya. Dindingnya terlihat seperti baru dicat dengan warna biru cerah yang membuat suasana kamar tersebut terlihat semakin menarik.

Perlahan Gerald dengan hati-hati meletakkan Anthony dalam boks, yang tetap lelap dengan bibir sedikit terbuka membuat bayi itu terlihat begitu menggemaskan. Kathy paham Gerald bermaksud mengajaknya berbicara ditempat lain agar tidak mengganggu Anthony dan akhirnya hanya  mengecup pelan kening bayinya sebelum mengikuti pria itu keluar memasuki sebuah ruangan yang mirip dengan ruang pribadi.

"Rumah ini adalah rumah tempat aku tinggal sejak kecil hingga ibuku meninggal. Sejak itu, Dad yang terlalu sedih akhirnya memilih menutup rumah ini dan tinggal di tempat lain. Meskipun begitu, Dad selalu memastikan rumah ini tetap terurus dan tidak berubah." Pria itu mulai bercerita ketika mereka duduk bersisian di sofa panjang yang empuk dan nyaman sedangkan Kathy hanya diam mendengarkan.

" Sejak menyadari perasaanku, aku sudah merencanakan agar kita berdua pindah kesini. Membentuk keluarga kecil yang bahagia dengan anak-anak  yang memiliki mata hazel seperti milikmu seperti yang selalu kumimpikan." Pria itu tersenyum samar mengingat mimpi yang sering dilihatnya , seorang anak perempuan seperti Kathy dengan senyuman nakal di bibirnya.

Under The MaskWhere stories live. Discover now