Azraqi POV
Aku tersenyum melihat balita mungilku sedang asyik bermain dengan saudara-saudaranya. Ya… saat ini kami semua sedang berkumpul bersama dirumah Bang Dhia’ di Surabaya. Balita mungilku yang aku beri nama Faaiza Fasal Abdullah saat ini sudah memasuki usia lima tahun. Dia sudah sangat aktif sekarang. Sudah bisa berlari, berteriak, bertanya banyak hal dan segala tingkah lucunya yang aku rasa sama persis seperti saat ibunya kecil dulu. Setidaknya begitu kata mereka yang memang mengenal dia sejak kecil.
Aku tersenyum melihat Fa sedang berebut perhatian Bagas dari sepupu-sepupu yang lainnya. Anak-anak memang sangat dekat dengan Bagas. Bagaimanapun memang Bagas lah yang paling sulung. Dan sikap dewasa Bagas pada semua adik-adiknya membuat mereka selalu berebut perhatian Bagas yang saat ini memang telah beranjak remaja aku rasa. Bagas memang sudah duduk di bangku SMP sekarang.
“Fa mirip banget kayak Zia kecil dulu.” Kata Syila. Aku hanya mengangguk mendengar penuturan Syila. Mas Azka menepuk pundakku pelan. Aku tersenyum melihatnya.
“Ya aku tau Syil. Kamu orang entah kesekian yang mengatakan hal itu.” Kataku pelan.
“Maaf ya bang. Syila sama sekali gak bermaksud…”
“Iya gakpapa kok. Santai aja. Aku udah ikhlas kok.” Kataku sambil tersenyum getir.
“Bang…” kata Syila khawatir. Semenjak menjadi istri mas Azka aku memang sudah menganggap Syila seperti adikku sendiri seperti Ina. Kami cukup dekat. bahkan Fa tumbuh dengan kasih sayang Syila.
“Mas aku masuk dulu ya.” Kataku berpamitan pada sepasang suami istri itu. Aku gak mau Syila semakin merasa bersalah.
Aku memilih duduk diteras depan rumah Bang Dhia’. Suasananya sepi karena memang semua sedang berkumpul dibelakang atau diruang keluarga. aku tersenyum getir mengingat kejadian lima tahun lalu. Kejadian yang tidak akan pernah mungkin aku lupakan. Kejadian yang pada akhirnya membuatku tak lagi dapat melihat senyum indah istriku.
“Kenapa Bang? Keinget Zia?” tanya Izard yang tiba-tiba duduk disampingku. Aku tersenyum sebentar kemudian kembali menatap kedepan tanpa merespon Izard.
“Bang… loe berubah lima tahun yang lalu. Loe bukan lagi Raqi dengan segala tingkah konyol yang menyebalkan. Loe lebih mirip mas Azka sekarang. Kenapa sih bang? Loe masih belum ikhlas dengan takdir? Zia gak akan pernah suka loe kayak gini bang.” Kata Izard lagi.
“Aku udah ikhlas Zard. Tapi semenjak Zia pergi, Raqi yang dulu pun ikut pergi bersamanya.” Kataku pelan.
“Loe gak bisa kayak gini terus bang. Ikhlasin Zia bang. Biarkan dia tenang. Loe juga harus melanjutkan hidupmu bang. Gak kayak gini. Loe udah kayak mayat hidup yang sama sekali gak ada cahaya.”
“Loe gak ngerti Zard. Loe gak ngerti bagaimana perasaan gue karena loe gak pernah ngerasain jadi gue. Hidup loe sempurna. Ada Ina yang selalu ada buat loe, bersedia disamping loe. Ada Bagas dan Riza juga. Hidup loe gak semengenaskan gue. Gue apa? Gue bisa apa? Disaat gue sadar gue udah bener-bener jatuh cinta dengan istri gue takdir seakan berbelok memisahkan kita. loe gak akan pernah tau seberapa besar rasa bersalah gue sama Zia. Cinta gue terlambat Zard. Gue bukan suami yang baik buat dia. gue gagal.” Kataku penuh emosi. Bayangan-banyangan lima tahun lalu yang selalu berusaha aku enyahkan dalam ingatanku datang lagi. Puzzle – puzzle kenangan menyakitkan itu kembali lagi.
Kenangan dimana aku menemukan Zia bersimbah darah didalam kamar mandi tak sadarkan diri, kenangan dimana aku menggendong Fa untuk pertama kalinya bertepatan saat dokter menyatakan Zia kritis karena perdarahan, kenangan dimana Zia tak lagi membuka matanya untuk selamanya, kenangan dimana untuk terakhir kalinya aku melihat wajahnya, kenangan dimana aku harus melihat Zia terkubur dibalik ribuan tanah bahkan saat Fa belum melihatnya sama sekali, kenangan dimana aku harus mengurus dan membesarkan Fa sendirian tanpa kehadiran Zia disisiku. Semua kenangan menyakitkan itu kembali datang padaku. Aku benci semua ini. aku benci kenangan ini.

YOU ARE READING
La Tahzan, Innallaha Ma'ana
SpiritualKata Orang, Ujian itu datang untuk menguatkan Meski terkadang membuat terpuruk La Tahzan Bangkit dan percayalah Allah bersamamu Masalah datang silih berganti Banyak air mata yang membasahi pipi La Tahzan hapus airmatamu dan terbentuklah Innallaha Ma...