JATUH SEJATUH-JATUHNYA

6.6K 462 89
                                    

Raqi POV

Aku menyesal tidak menyadari perasaan ini dari dulu. Aku menyesal memilih pergi dari sini hanya karena alasan yang sebenarnya tidak tepat. Aku memilih pergi hanya karena aku merasa kalah bersaing dengan saudara ku sendiri. Padahal sedari kecil mas Azka sudah banyak mengalah kepadaku. Barang-barang pemberian dari ayah untuk kami bertigapun selalu aku yang terlebih dulu memilih. Mas Azka selalu menerima barang yang tidak aku pilih.

Perkataan Ina waktu itu memberiku satu tamparan keras. Tidak seharusnya aku marah melihat mas Azka menikahi Syila. Tidak seharusnya aku memukulnya saat aku tau hanya mas Azka yang dipercaya oleh Syila. Ada penyesalan dalam diriku harusnya aku yang menemukan Syila saat itu. Tapi lagi-lagi Ina menyadarkan ku bahwa semua ini sudah menjadi takdir. Pertemuanku dan Syila hanya sebagai jalan penyadaran untukku bahwa selama ini aku telah buta dengan sikap nriman saudaraku sendiri. Dan karena Syila pun aku menyadari bahwa ada wanita yang begitu besar mencintaiku tanpa berharap balasan apapun darinya. Dan ternyata aku pun telah lama mencintainya jauh sebelum aku mengenal Syila. Dan nyatanya rasa itu tertutup dengan ambisiku pada Syila yang memang terlihat sempurna dimataku. Ah aku rasa bukan hanya aku, bahkan laki-laki lain diluar sanapun memiliki obsesi yang sama.

Zia mengajarkanku bagaimana mencintai yang sebenarnya. Tanpa berharap adanya balasan. Bertahun-tahun dia bertahan dalam cinta diamnya. Bertahun-tahun pula rasa yang sempat hilang itu ternyata kembali ke permukaan yang kemudian membawaku kembali padanya saat kami telah berada dalam ikatan halal. Tidak ada satupun orang yang tau bahwa aku telah jatuh kedalam pesona gadis tomboy pecinta alam itu.

Dan saat ini aku sudah benar-benar jatuh dalam kecerewetan wanita yang saat ini tengah mengandung anak pertamaku. Ya, Zia tengah mengandung lima bulan. Sudah satu tahun ini kami kembali ke Indonesia setelah kelulusan Zia. Perusahaan yang berada di Jepang kembali aku serahkan ke orang kepercayaan ayah. Sedangkan aku ditugaskan ayah untuk menjalankan perusahaan beliau di Surabaya.

"Abang mikirin apa? Kok belum tidur?" Tanya Zia. Dia memang sudah tidur dari sehabis shalat isya' tadi. Kehamilan ini membuat Zia gampang sekali capek.

"Kamu kok bangun? Ada pengen sesuatu?" Tanyaku. Zia tidak pernah sekalipun ngidam selama kehamilan ini.

"Enggak. Kamu kenapa belum tidur bang?" Tanya Zia lagi. Aku hanya tersenyum sembari membelai rambutnya yang tidak tertutup dengan hijab.

"Enggak kok. Belum ngantuk aja. Kamu tidur lagi gih. Ini masih malam."

"Udah gak ngantuk lagi. Keluar yuk bang. Liat bintang."

"Udaranya dingin sayang."

"Pengen bang." Kata Zia merengek manja. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya yang menurutku sangat menggemaskan.

"Ya sudah. Sekarang kamu pakek hijab sama jaketnya. Jangan lupa kaos kakinya. Diluar dingin. Abang tunggu." Kataku. Dia bersorak senang. Dasar bumil.

Saat ini kami tinggal dirumah umi Qori dan abi Ali. Bang Rayyan dan mbak Sasa memilih tinggal di Blitar bersama ayah Hilman dan bunda Rania semenjak mbak Sasa hamil kedua. Awalnya memang Ina dan Izard yang tinggal di rumah ayah Hilman dan bunda Rania saat Ina hamil Riza dulu. Semenjak Riza berusia 1 tahun Izard memboyong Ina dan keluarga kecil mereka kembali ke pondok kasih. Mas Azka yang memilih menemani bunda dan ayah dirumah dengan kedua anak kembar mereka. Syila awal nya tidak diperbolehkan hamil lagi sama mas Azka. Kata mas Azka sikembar saja sudah cukup katanya. Tapi nyatanya saat ini yang aku tau Syila sedang mengandung 3 bulan. Sedangkan bang Dhia' dan Mala memilih menetap di Surabaya bersama om Ihsan. Saat ini mereka tengah sibuk dengan kedua jagoan mereka. Ya Mala melahirkan bayi laki-laki dua bulan setelah Ina melahirkan Riza. Ah rindu berkumpul bersama mereka.

La Tahzan, Innallaha Ma'anaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang