Setelah kepergian kedua orangtuanya, Mala menjadi pribadi yang berbeda. Dia bukan lagi Mala yang ceria, usil dan lucu. Mala menjadi gadis pendiam, tak pernah ada lagi keceriaan dalam diri Mala, tak pernah ada lagi senyum indah yang dulu selalu terukir dari bibirnya, tak pernah ada lagi keusilan dalam diri Mala. Semua seakan sirna bersama kepergian Radit dan Puri.
Rissa yang tidak tahan melihat keponakan kesayangannya terlarut dalam kesedihan akhirnya meminta Izard yang dia tau dulu sangat dekat dengan Mala untuk menghibur Mala. Atas permintaan dari tante kesayangannya itulah Izard rela meninggalkan kegiatan kampusnya untuk datang ke Blitar menemui sepupu jauhnya.
"Diem aja neng." Tanya Izard saat melihat Mala sedang melamun ditaman rumahnya. Tak ada sautan dari Mala.
"La... mau sampek kapan sih loe tuh diem terus kayak gini? Udah satu bulan loh loe kayak gini terus. Mana Mala yang gue kenal dulu?"
"Mala yang kamu kenal dulu udah mati bersama Mama dan Papa. kenapa Zard, kenapa aku gak mati juga bersama mereka? Kenapa aku harus dipisahkan dengan kedua orangtuaku? Kenapa takdir selalu saja mengambil orang-orang yang aku sayang? dulu saat aku terlahir di dunia ini, takdir mengambil ibuku. Dan sekarang kenapa mereka juga mengambil mama dan papa. aku tidak pernah menuntut banyak dari takdir. aku hanya ingin bersama mereka. Bersama orangtuaku." Kata Mala terisak. Izard menarik nafas dalam meredam emosinya.
"Sekarang kamu menyalahkan takdir begitu?"
"Ya... aku menyalahkan takdir. Allah berlaku tidak adil padaku Zard."
"Astagfirullah... istigfar kamu La. Allah itu Maha Adil. Allah Maha tau yang terbaik untuk setiap hamba-Nya?"
"Apa menurut kamu mengambil kedua orangtuaku itu sebuah keadilan? Kamu gak tau rasanya kehilangan mereka karena orangtuamu masih utuh. Kamu gak pernah tau rasanya jadi aku karena selamanya kamu gak akan pernah ngerasain hidup dan besar tanpa ibu kandung kamu, kamu gak pernah tau rasanya kehilangan satu-satunya keluarga kamu karena mereka masih bersama kamu sampai sekarang. Aku cuma punya mereka. Dan sekarang mereka diambil begitu aja dari hidupku. Apa itu adil?" tanya Mala pada Izard.
"Aku memang tidak pernah berada diposisimu saat ini, aku juga tidak pernah tau rasanya kehilangan kedua orangtuaku. Kamu bener. Tapi yang harus kamu tau kamu gak sendiri setelah kepergian kedua orangtua kamu, masih ada om dan tante yang selalu sayang sama kamu, masih ada aku, Zia, Syila dan semua sahabat kamu. Ayo ikut aku, akan aku tunjukkan betapa Allah masih sangat sayang sama kamu." Kata Izard menarik lengan baju Mala untuk mengikutinya.
Hari ini Izard membawa Mala ke Surabaya tepatnya ke Pondok Kasih miliknya. Dalam perjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari keduanya. Mala masih kalut dalam pikirannya sendiri sedangkan Izard, dia memilih diam karena takut tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.
Jarak jauh yang harus mereka tempuh membuat mereka baru sampai ketika malam telah datang. Izard langsung mengajak Mala menemui penghuni pondok Kasih. Kedatangan Izard ternyata telah ditunggu oleh Ina dan juga anak-anak. Mala hanya mampu menunjukkan sorot bingung kenapa Izard mengajaknya kesini, kenapa banyak anak kecil disini, dan kenapa Izard bisa begitu akrab dengan wanita yang bernama Ina.
"Hmm Anak-anak kenalin ini Kak Mala, dia ini sepupunya abang dari Blitar. Dia kesini mau kenal sama kalian. Kalian semua mau kan kenalan sama Kak Mala?" tanya Izaard mengenalkan Mala.
"Mau Bang. hallo Kak Mala." Kata Anak-anak serempak. Mala hanya membalasnya dengan senyum yang dipaksakan.
"Hmm Mbak Ina, Putri mana? Kenapa aku gak melihatnya?" tanya Izard pada Ina yang sedang mencoba menidurkan Bagas.
"Putri sedang istirahat di kamarnya sama Bik Tami. Tadi setelah kamu pergi dia sempat pingsan. Tapi kamu gak perlu khawatir, kata dokter dia baik-baik aja kok. dia cuma kecapekan." Jelas Ina.

أنت تقرأ
La Tahzan, Innallaha Ma'ana
روحانياتKata Orang, Ujian itu datang untuk menguatkan Meski terkadang membuat terpuruk La Tahzan Bangkit dan percayalah Allah bersamamu Masalah datang silih berganti Banyak air mata yang membasahi pipi La Tahzan hapus airmatamu dan terbentuklah Innallaha Ma...