Nama author: Dita Arrizki
Nama WP: @ditaarrizkim
Tema yang kalian pikirkan saat melihat gambar: Pertemuan yang Tak Terduga
Alasan: Melihat gambar sumbu kompor dengan lilin, saya merasa, seperti menggambarkan keadaan yang akan mendatangkan kebahagiaan, namun dihadirkan dengan cara yang seakan mendatangkan bahaya.
Judul : Berawal di Ruang BK
Isi:"Kamu ini bagaimana sih, kamu sudah terlalu banyak membuat onar di sekolah ini. Dan sekarang, kamu membuat gadis desa ini dengan mulusnya menyentuh aspal yang takutnya membuat kecantikannya semakin berkurang," ujar seorang guru Sosiologi yang sekaligus merangkap sebagai guru BK di sekolah Mega itu.
"Bapak ini, mentang-mentang ketemu sama anak didik yang cantik, bisa bisanya bilang seperti itu dihadapan anak anak," dan guru penjaga UKS, Ibu Namira, menegur pak Heru yang mulai kambuh dengan sifat aslinya.
Dan disinilah Mega masih bertahan. Di ruangan dengan ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan ruang kelasnya. Yang dikelilingi oleh dinding berwarna biru yang menenangkan. Dan saat ini, di bagian luar ruangan ini telah disesaki beberapa murid yang ingin tahu dengan berita yang cukup menggegerkan anggota sekolah. Berita seorang trouble maker yang membuat ulah baru di tahun ajaran baru. Membuat pingsan seorang gadis.
Jujur, saat ini Fikriy begitu malu karena seseorang yang dicelakainya ternyata orang yang telah membantunya pagi tadi. Seorang murid baru yang dijadikannya tameng saat guru mata pelajaran mengejarnya. Padahal sebelumnya, ia berharap gadis itu tak akan pernah mengenal identitas dirinya setelah kejadian memilukan tersebut. Identitas bahwa dirinya adalah salah seorang trouble maker paling ditakuti dan yang pasti pula paling digandrungi, mungkin akan membuka kedok dirinya di mata murid baru.
"Kamu mau saya apakan setelah ini?" dan Pak Heru memberinya sebuah penawaran yang tak main-main.
"Saya mau dihukum apa aja Pak, asal Bapak senang lihat saya kapok."
Suara Fikriy yang lemah itu rupanya langsung disangkal oleh gadis tersebut, yang telah menolongnya pagi tadi. Sejurus kemudian, ia bangkit dari duduknya dan berbicara ketus.
"Sudah Pak, dia nggak usah dihukum. Biar saya saja yang beri dia pembalasan."
Mendengar kalimat itu, seulas senyum terukir di bibir Fikriy. Ia merasa, Tuhan baru saja memberinya satu hadiah, dengan cara yang berbeda. Sepertinya, akan menjadi awal yang baik.
