Nama: Azmizah
Wp: Arshliey
Tema: ujian
Alasan: karena di gambar ada tulisan "harap tenang ada ujian"***
Judul: Ujian Julid
"Anying! Soal apa ini!?"
Julid frustasi menghadapi apa yang ada di depan matanya sekarang. Matematika, pelajaran yang mampu membakar semangatnya—sampai ingin melenyapkan seisi alam semesta karena saking susahnya dia memecahkan barang satu soal. Dia garuk-garuk kepala sampai keluar asap.
"Ah! Bodo amat, njir!" Julid bangkit dari kursinya, membuat kakak kelas di sebelahnya terkejut terheran-heran.
Apalagi pengawas ruangan tempat Julid ulangan, Pak Eko. Dia terkejut terheran-heran sampai jungkir balik dari kursinya. "Kamu mau ke mana, Julid?" tanya beliau.
"Mau keluar aja saya, Pak. Nggak kuat ngadepin soal-soal sialan—"
Julid salah dalam memilah kata. Pak Eko ini adalah guru matematikanya, dan dia malah bilang 'soal sialan'. Otomatis bibirnya langsung jontor karena kekekaran tangan Pak Eko yang langsung mengepret.
"Bagus juga kata-katamu itu, Ferguso," sindir Pak Eko.
Julid mengusap bibirnya. "Aduh ... masuk, Pak Eko," keluhnya.
"Hah? Apanya yang masuk?"
"Jari Bapak masuk ke mulut saya, tau! Mana pait banget lagi rasanya, kayak cintanya kepada saya!"
Terdengar gelak tawa di ruangan itu karena mendenger penjelasan Julid.
Pak Eko mengibaskan tangan. "Halah! Nggak usah banyak alasman kamu, apalagi banyak bacot! Sekarang selesaikan soalmu itu. Balik sana!" titah beliau.
"Lho, kok Bapak maksa sih? Ini kan hak saya mau nyelesein apa enggaknya!" protes Julid.
"Wedhus! Yang ngurus raport itu saya! Kamu nggak usah nyusahin saya karena nilaimu nanti kosong!" Pak Eko menyembur Julid saat mengatakan kata pertama. "Apanya yang susah sih!? Wong matematika itu pelajaran gampil kok!"
"Gampil pala lu peyang," gumam Julid. Tapi sayangnya Pak Eko dengar, hasilnya bibir Julid tambah jontor.
Pak Eko tak segan menggeret Julid kembali ke bangkunya. Kemudian mencolek bahu orang yang duduk di sebelah bangku Julid sambil berkata, "Kamu, kerjain ulangan di meja pengawas aja. Saya mau duduk di sebelah bocah gemblung ini biar gemblung-nya nggak nyebar."
Kakak kelas Julid itu hanya diam dan menuruti apa kata beliau. Setelah bangku di sebelah Julid kosong, langsung saja Pak Eko memaksa Julid duduk dan beliau duduk di sebelahnya.
"Kerjakan, atau saya bunuh semua nilaimu," ancam Pak Eko.
Julid hanya bisa teriak dalam hati.
