Adam sebagai bapak umat manusia diciptakan dari tanah, kemudian ditiupkan roh padanya. Malaikat yang diciptakan dari cahaya diperintahkan untuk sujud kepada Adam, dan mereka pun taat. Sementara Iblis yang diciptakan dari api mengingkari kemuliaan Adam dan mendurhakai perintah Tuhan.
Inilah tanah, unsur yang menjadi asal muasal penciptaan manusia. Konon, sebagaimana layaknya tanah yang berbagai macam warna, maka kelak keturunan Adam pun terdiri dari berbagai warna (ras). Sehingga muncul istilah ras Kaukasoid, negroid, monggoloid dan turunannya. Dari keberagaman unsur dan jenis tanah inilah, kita memaknai arti kebergamanan dalam kesatuan. Kita sama-sama manusia, meksi warna berbeda. Kita sama-sama umat yang terbuat dari tanah. Entah itu si miskin dan si kaya, rakyat jelata dan raja, semua berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Dari tanah kita berasal, dari tanah kita makan, dari tanah kita berpakaian, dan kepada tanah kita kembali.
Meski tanah banyak memberi manfaat bagi manusia, namun tidak sedikit gara-gara tanah orang saling bunuh membunuh. Sedikit saja batas tanah yang disengketakan diganggu, alamat golok atau bedil bicara. Berbagai kasus sengketa tanah di pengadilan juga terbilang tinggi. Berita-berita terkait kasus itupun nyaris setiap waktu menghiasi media.
Berkaitan dengan tanah ini, saya teringat cerita yang ditulis Tolstoy, penulis asal Rusia, yang mempertanyakan berapa luaskah tanah yang dibutuhkan seseorang? Diceritakan bahwa ada seorang petani tamak yang tidak pernah puas dengan tanah yang dimilikinya. Dia selalu merasa kurang.
Suatu hari si petani ini bertemu sekelompok orang yang mau menjual murah tanahnya seluas apapun yang diinginkan petani. Namun demikian ada syaratnya, petani ini harus berjalan mengitari tanah yang dia mau, dari pagi hingga petang dan harus kembali ke titik awal sebelum matahari tenggelam. Didesak oleh hasrat ketamakannya itu si petani setuju untuk membeli tanah luas sejauh matanya memandang dengan cara berlari dari pagi hingga petang. Dia terus berlari tanpa kenal lelah untuk mendapatkan tanah yang dia inginkan. Batu sandungan, onak dan duri yang menyentuh kakinya tidak dia pedulikan.
Hingga menjelang petang, petani inipun sampai ke titik awal dia berjalan dan tanah yang luas itu pun menjadi miliknya.
Namun naasnya, karena kelelahan dan sekujur tubuh penuh luka, petani itu akhirnya meninggal dunia setelah semua tanah itu dia dapatkan. Orang ramai yang melihat perjuangan si petani menundukkan kepala dan menurunkan topi sembari bergumam, "Seluas apapun tanah yang dicari manusia namun hanya sepanjang tubuh saja yang ia butuhkan". Begitulah, manusia diciptakan dari tanah dan kembali kepada tanah.
Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur. (Al A'raaf Ayat 58)
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya). (Al Mu'min Ayat 67)

YOU ARE READING
Renungan Kehidupan
SpiritualTim Author @Jawara_Indonesia --- Memungut potongan-potongan makna yang berserak dari kehidupan. Melukis cinta dari berbagai kisah dan perenungan yang mendalam. Menggugah nurani dan inspirasi