#80 The Psycho

11.4K 916 69
                                    

Namaku Dasha. Aku ingin menceritakan padamu kisah tentang pacar terakhirku. Kami bertemu di bangku kuliah. Kami secara tidak sengaja bertabrakan di lorong. Ia lalu mengajakku minum kopi dan aku setuju. Ia bilang padaku, namanya Norman. Kami mengobrol ini dan itu. Menurutku, ia tampan dan lucu. Aku sangat tertarik padanya. Tak lama kemudian, aku dan dia pacaran.

Norman merupakan lelaki yang sangat sensitif dan peduli, tidak seperti pacar-pacarku sebelumnya. Ia seperti berasal dari planet lain. Ia selalu tertarik dengan apa yang kuinginkan, selalu peduli terhadap kebutuhanku, tetapi pada saat yang sama ia sangat maskulin. Aku merasa aman saat bersamanya.

Semuanya terasa baik-baik saja pada awalnya. Saat itu merupakan hari ulang tahun temanku dan kami semua berkumpul di bar untuk merayakannya. Aku sangat senang karena aku mengajak Norman. Aku ingin mengenalkannya pada semua orang. Kami bersenang-senang di meja yang tersedia sambil minum dan tertawa. Kemudian, beberapa anak lelaki pergi keluar untuk merokok. Norman ikut bersama mereka. Mereka pergi selama lima menit. Saat mereka kembali, aku dihampiri oleh temanku yang bernama Simon.

"Dasha, menurutku ada sesuatu yang salah dengan Norman," katanya.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Well, dia aneh. Ia mulai berbicara tentang ibunya, kemudian berkata sesuatu yang aneh. Lalu ia mulai terkikik tanpa alasan seperti orang idiot. Dia tidak normal..."

"Norman? Tidak normal? Apa kau yakin?" kataku.

Tentu saja aku berbicara dengan Norman tentang hal itu, tapi dia menyangkal semuanya. Ia berkata teman lelakiku hanya cemburu dengan hubungan kami. Mereka mencoba untuk mengadu domba kami. Aku percaya padanya, khususnya sejak Simon pernah memintaku berkencan dengannya. Tapi aku malah menolak ajakannya. Mungkin saja ia hanya ingin mengubahku membenci Norman sehingga bisa memenangkan persaingan.

Tetapi makin lama aku bersama Norman, semakin aku mulai memperhatikan beberapa tindak-tanduknya yang aneh. Kadang-kadang, ia melamun dan diam selama beberapa menit. Kemudian, ia akan mulai bicara seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Dan dia mulai memanggilku, "Ibu."

Aku tak ambil pusing dengan hal tersebut karena hubungan kami menakjubkan. Kemudian, sesuatu terjadi. Hal itu seperti petir di langit biru. Suatu hari, ia menculikku.

Kami sedang berada di rumahku, sedangkan orang tuaku pergi keluar. Aku pergi ke lantai atas. Tiba-tiba, aku merasa ia memelukku dari belakang. Ia membekap mulut dan hidungku dengan syal. Aku merasa pusing akibat cairan kimia. Dalam beberapa detik, aku jatuh pingsan.

Saat aku bangun, aku telah berada di sebuah apartemen yang jorok dengan lap kotor menyumpal mulutku. Lengan dan kakiku diikat dengan ranjang. Aku terserang sakit kepala yang luar biasa. Norman datang. Ia menaruh jarinya di bibir. Kemudian, ia menarik lap dari mulutku. Aku segera menjerit hingga Norman menampar wajahku dengan sangat keras.

"Jangan berani menangis," ia menggeram. "Ibuku tak pernah menangis, oke?"

Ia melepas ikatan tanganku dan memberiku tatapan sayu. Ia berkata padaku, jika aku mencoba untuk melarikan diri maka segalanya akan menjadi buruk. Norman membawaku ke dapur dan mendudukkanku di atas meja. Ia meletakkan sepiring makanan di depanku dan menyuruhku untuk makan. Selama itu, ia tidak melepaskan tatapannya padaku sedetik pun. Jadi, aku melakukan apa yang ia suruh.

Saat aku melihat ke mata Norman, aku bisa melihat bahwa ia benar-benar seorang psikopat. Bagaimana aku tidak bisa melihatnya selama ini? Ia tersenyum padaku seolah-olah segalanya normal.

"Bagaimana pekerjaanmu, Bu?" tanyanya.

Aku tidak punya pilihan lain selain bermain dengannya.

"Semuanya baik," balasku.

"Jadi, minggu depan kita akan liburan bersama?"

"Tentu saja," jawabku.

"Ngomong-ngomong, seseorang memberitahuku bahwa kau memiliki kekasih baru, Bu. Itu tidak benar kan? Kau tak akan pernah melakukannya, iya kan Bu?"

Aku melihat betapa marahnya Norman saat menatapku.

"Tidak," jawabku.

"Well, aku tahu itu tidak benar," ia menyeringai. "Kita tidak butuh orang lain. Kita bisa bahagia bersama-sama, hanya kau dan aku."

Setelah selesai makan, ia membawaku ke kamar tidur dan memaksaku berbaring di ranjang. Ia mengikat tanganku, meletakkan sumpalan di mulutku. Kemudian, ia pergi.

Mimpi burukku dimulai.

Kadangkala, Norman tinggal bersamaku dalam waktu yang lama. Ia bercerita padaku apa yang terjadi di kampus. Ia selalu memanggilku "Bu" atau "Ibu". Aku membiarkan saja karena takut ia akan menyakitiku. Jika aku melakukan kesalahan, ia akan memukulku dengan sangat keras.

Aku terjebak di dalam apartemen jorok itu selama 6 hari. Kamarku selalu terkunci dan tidak ada jam, sehingga aku hanya bisa menebak waktu saat itu. Norman datang dan pergi. Aku tidak tahu dimana ia mendapatkan uang, tetapi ia selalu memberiku makanan dan permen.

Ia berkata, "Aku sayang ibuku dan aku ingin membuatnya bahagia. Sahabat terbaik seorang anak laki-laki adalah ibunya."

Aku tahu ini tidak bisa terus berlanjut. Orang tua dan teman-temanku kemungkinan sangat khawatir. Aku berharap mereka telah menelepon polisi. Satu kali, aku mencoba menjelaskan pada Norman. Aku mencoba bilang padanya bahwa aku bukan ibunya dan ia harus melepaskanku, tetapi ia malah memukulku lagi seperti orang gila.

Pada hari keenam, Norman membangunkanku seperti biasanya dan memberitahuku bahwa ia akan keluar untuk membeli sarapan. Aku mendengar pintu depan tertutup dan aku mulai mencoba untuk membebaskan diri. Ikatan tanganku tidak terlalu kuat.

Aku membutuhkan waktu sekitar 20 menit, tetapi aku mencoba terus. Aku cepat-cepat membuka ikatan tanganku dan berlari ke pintu. Tetapi tentu saja, aku benar-benar terkunci. Aku melongok dari jendela. Ternyata aku berada di lantai lima.

Aku menyambar kursi dan menghantamkannya ke jendela. Kacanya pecah dengan suara keras. Sedangkan kursinya menghempas pavemen di luar, sepertinya menghantam beberapa mobil.

Sambil mencondongkan diri ke jendela, aku berteriak sekeras mungkin, "Tolong aku! Ia akan membunuhku! Tolong! Ia seorang psikopat!"

Kemudian aku melihatnya.

Norman sedang berdiri di jalan dengan sebuah tas di tangannya. Ia membelalak padaku. Hanya dengan melihat tatapannya, aku tahu satu-satunya hal yang ia inginkan adalah membunuhku. Orang-orang berkumpul di bawah jendela, jadi pacarku yang gila hanya berbalik dan melarikan diri.

Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil polisi datang. Petugasnya mendobrak pintu dan menyelamatkanku. Aku tak akan pernah lupa tatapan mata kedua orang tuaku saat para petugas membawaku pulang. Aku menghabiskan malamku dengan menangis tak terkontrol.

Aku baru tahu kalau polisi telah memburu Norman. Ia adalah buronan polisi lama sebelum ia bertemu denganku. Ia diburu karena telah membunuh dua orang. Namanya bukan Norman, tetapi Ed yang sebenarnya berumur 30 tahun. Ia memiliki riwayat sakit mental dan kabur dari rumah sakit jiwa yang telah merawatnya sekian lama.

Dua tahun lalu, ia tinggal bersama ibunya. Ia sangat terobsesi dengan ibunya tersebut. Ibunya sedang berkencan dengan seorang laki-laki. Jadi, ibunya membawa laki-laki tersebut ke rumahnya suatu malam. Saat Norman memergoki mereka, ia menjadi sangat brutal. Ia memukul keduanya dengan palu sampai tewas. Kemudian, ia menghilang begitu saja.

Aku berharap polisi akan segera menemukannya karena sebelum ia tertangkap, aku terlalu takut untuk keluar rumah. Nasihatku... berhati-hatilah dengan pacarmu!

Creepypasta! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang