Kita Pernah Saling Jatuh Cinta (2)

1.1K 53 2
                                    

Langit masih gelap ketika Ajeng selesai mandi pagi dan duduk menghadap cermin dengan perlengkapan make up lengkap di meja rias. Hari ini pertandingan dansa yang ditunggu-tunggu dan sudah berbulan-bulan ia dan Faris mempersiapkannya. Ada beberapa dansa yang akan mereka tampilkan antara lain Rumba, Cha-Cha, dan Tango. Rekaman musik pilihan, sepatu dansa, dan kostum sudah ia siapkan sejak semalam.

Ajeng menepuk-nepuk wajahnya perlahan dengan kapas yang sudah ditetesi toner. Seketika wajahnya terasa segar. Dan, ritual pun dimulai. Primer, concealer, foundation cair terpulas di wajahnya secara bertahap, kuas tipis menyentuh kulitnya lembut. Ia mengambil kuas lain dan membentuk alis menjadi lengkungan yang rapi dan memikat. Eyeshadow tiga warna, eyeliner, bulu mata palsu, maskara.

Apa sekarang Alysyaa sedang didandani untuk pernikahannya?

Entah mengapa pertanyaan itu terlintas di pikiran Ajeng dan membuat tangannya yang sedang memulas blush on berhenti bergerak. Ia menatap seraut wajah di cermin. Hey, lihatlah... Mengapa Aditya tidak memilih dirinya? Ia jauh lebih cantik dari Alysyaa, lebih pintar, lebih sukses. Mengapa Aditya lebih memilih perempuan sederhana dibanding dirinya?

Ajeng menelan ludah dan merasa ada yang menggenang di pelupuk mata.

“Oh shit! Makeupku bisa berantakan.” Ia buru-buru menyambar tisu, menyeka matanya perlahan dan mengipas-ngipas agar tidak muncul lagi kesedihan di sana.

Rrrrrrr....

Ponsel menyala dan nama Faiz muncul di layar. Ajeng menyentuh layar dan menyalakan mode loudspeaker.

“Ya?” Ajeng menatap pipi kirinya di cermin untuk memastikan sudah ada warna semu merah di sana.

“Jam berapa aku bisa jemput kamu?” Suara Faiz.

Ajeng melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul lima. “Jam 6 aku sudah siap berangkat.”

***

Pukul tujuh pagi mobil yang dikendarai Faiz dan Ajeng meluncur mulus di tol Jagorawi menuju Jakarta. Suasana jalanan hari minggu tidak semacet saat hari kerja. Pertandingan dansa akan dimulai pukul sepuluh di salah satu gedung di Jakarta Selatan. Pertandingan penting dan bergengsi bagi para pedansa baik anggota klub atau pun atlet dancesport. Ada beberapa pasangan terbaik yang mewakili klub termasuk Ajeng dan Faris. Mereka berjanji akan bertemu dulu di klub sebelum pergi bersama ke tempat pertandingan.

Faiz menatap Ajeng sekilas, partnernya itu tampak sedang melamun, menatap keluar jendela dengan sorot mata murung. Ia tahu Ajeng tidak sedang nervous perihal pertandingan nanti. Ada hal lain yang dipikirkan gadis itu.

Rrrrrrr.... 

Ajeng terkejut ketika ponselnya bergetar. Nama Anita terpampang di layar.

“Ya, Anita?”

Faiz melirik Ajeng yang diam mendengarkan suara Anita yang terdengar samar-samar olehnya, mengabarkan sesuatu tentang pesta pernikahan. Perlahan, wajah gadis itu memucat dengan sorot mata ngeri.

“Hentikan Putri, Anita. Stop her!” pekik Ajeng panik. Ia menutup telepon dan terburu-buru mencari sebuah nama, disentuhnya nama Putri. Berkali-kalii nada sambung terdengar dan tidak ada respon sama sekali. Celaka!

“Faiz, putar balik!” pinta Ajeng panik.

Kening Faiz berkerut. “Why?”

“Putar balik, kita harus ke tempat akad nikah Adit! Please...please...

“Memangnya ada apa? Bukannya kamu sudah menyerahkan segala urusan pernikahan mereka ke Anita dan orang tuamu?”

“Putri akan melaksanakan ancamannya. Dia akan memutar video berisi foto-foto kenangan aku dan Aditya sebelum akad nikah berlangsung!” Ajeng menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “Oh Tuhan....”

“Telepon dia saja dan minta jangan bersikap childish seperti itu.”

“Sudah! Tidak diangkat. Hape Indra juga tidak bisa dihubungi.”

“Kita bisa telat datang ke tempat pertandingan.”

“Please, Faiz... Please...” Ajeng memohon. “Akad nikah jam 9 dan Putri sudah bersiap di tempat acara sekarang. Videoku dan Adit akan terpampang di layar LCD saat pengantin dan seluruh keluarga datang untuk akad nikah.” Ajeng bahkan tidak ingin membayangkan kekacauan apa yang timbul jika hal itu terjadi.

“Pernah terbersit dalam pikiranmu keinginan agar pernikahan itu tidak terlaksana?” selidik Faiz.

Ajeng menggigit bibir. “Ya...” Suaranya gemetar. Setetes air mata bergulir di pipinya. “Kumohon Faiz, kita harus ke sana. Kegagalan acara akan menjadi tanggung jawab perusahaanku.”

“Itu salah Putri, bukan salahmu atau perusahaanmu.”

“Tidak Faiz, kumohon putar balik. Kita masih bisa mengejar waktu pertandingan.”

Faiz menghela napas mengalah. Ia melajukan mobilnya untuk keluar di pintu tol terdekat.

***

Dansa Masa LaluWhere stories live. Discover now