Ajeng terkejut melihat Putri datang tiba-tiba ke rumahnya tanpa pemberitahuan. Wajahnya menampakkan raut ceria dan antusias seperti biasa.
"Kita ke kantor lu. Gw pinjem LCD."
"Buat apa?" Ajeng bingung.
"Buat ngancem lu!"
"Hah? Ngancem gw? Maksud lu?" Kening Ajeng berkerut bingung.
"Udah, ikut aja." Putri menarik lengan Ajeng keluar rumah dan berjalan ke rumah sebelah yang menjadi kantor perusahaan Ajeng.
Putri mendudukan Ajeng di sofa, setelah itu ia mulai sibuk sendiri. Membuka laptopnya, menyalakan LCD, mengatur bayangan LCD agar jatuh ke tembok putih.
"Lu mau ngapain sih, Put?"
"Kan udah gw bilang, gw mau ngancem lu. Diem aja, deh," sergah Putri tak sabar.
Pikiran Ajeng penuh pertanyaan. Sahabatnya itu memang sering melakukan hal aneh-aneh di luar dugaan. Ditunggunya Putri membuka-buka filenya. Dibukanya sebuah file video. Terdengar musik mengalun lembut.Sebuah film?
"Nah, Ajeng sahabat yang paling gw sayang. Silahkan tonton film ini sampai selesai." Putri duduk di samping sahabatnya.
Ajeng menurut meski masih merasa bingung. Film dibuka dengan latar gerbang SMA mereka, berlanjut ke koridor-koridor kelas, ruang laboratorium, perpustakaan, aula, gudang, lalu terakhir sekretariat OSIS.
"Ini film dokumenter sekolah kita?" tanya Ajeng bingung.
"Sssstt!!" Putri menempelkan telunjuknya di bibir.
Film berlanjut saat LDK OSIS angkatan mereka, tampak wajah teman-teman lama. Ada Adhitya sedang memberikan motivasi untuk pengurus OSIS baru. Ada Ajeng sedang beradu argumen dengan mantan ketua OSIS sebelumnya. Potongan film selanjutnya, terlihat jelas diambil secara diam-diam. Menampakkan Adhitya dan Ajeng sedang berbicara serius di perpustakaan.
"Lu?! Dapet darimana video itu?" Ajeng terkejut. Ia merasa jantungnya mulai berdebar lebih kencang.
"Ssssstt!! Liat aja."
Film berdurasi kurang lebih lima belas menit itu menampilkan semua hal tentang Ajeng dan Adhitya. Saat mereka ngobrol berdua di kantin, saat Ajeng membonceng motor Adhitya untuk pulang, sampai ketika Ajeng dan Adhitya bertukar hadiah di pesta perpisahan. Semua diambil diam-diam dan hanya berupa potongan adegan. Selanjutnya film berganti menjadi beberapa slide foto-foto. Ternyata cukup banyak foto mereka yang kepergok berdua, diambil candid. Ada pula foto Adhitya sedang melirik Ajeng yang sedang sibuk mencatat program kerja OSIS. Juga fotonya saat diam-diam meletakkan sekuntum mawar putih di laci meja Ajeng.Ternyata? Mawar itu?
Ada foto Ajeng dengan kaos bola curian milik Adhitya. Senyum Ajeng tampak lebar di sana. Saat Ajeng serius merajut sweater untuk Adhitya. Ketika mereka berfoto terakhir kalinya bersama seluruh pengurus OSIS, Ajeng dan Adhitya berdiri berdampingan.
Ajeng terpana melihat potongan video dan foto-foto barusan. Sampai ke foto terakhir, yang menjadi ending film tersebut. Foto yang paling membuat jantungnya berdebar tak karuan. Sebuah foto lama, foto Adhitya sedang membopong Ajeng yang pingsan saat MOS SMA. Itu adalah saat pertama kalinya takdir mempertemukan mereka. Dalam foto tersebut, tampak raut panik di wajah Adhitya saat setengah berlari dengan Ajeng yang terkulai tak sadarkan diri dalam gendongannya.
Tanpa disadari, air mata mengalir di pipi Ajeng. Hatinya sesak. Kenangan-kenangan tentang pria itu kembali berputar di otaknya, lebih banyak dibanding film barusan.
"Lu masih sangat mencintai dia, Jeng," ujar Putri lirih.
"Kenapa lu ngelakuin ini semua, Put?" tanya Ajeng terbata.
"Karena gw sayang sama lu."
"Kalau lu sayang sama gw, harusnya lu bantu gw untuk melupakan dia. Bukan malah mengembalikan semua kenangan tentang gw dan dia!" Suara Ajeng meninggi.
"Karena gw sayang sama lu, gw pengen lu sadar kalau ada hal-hal yang nggak bisa dinalar dengan logika." Putri menjawab dengan tenang. "Hanya karena alasan ketidak cocokan dalam beberapa hal, bukan berarti lu nggak bisa menjalin hubungan dengan seorang Adhit."
"Dan kalau hal yang tidak cocok itu prinsipil?"
"Lu cuma terlalu takut untuk mencoba."
"Dia udah mau merit!"
"Cuma Tuhan yang tahu dia akan menikah dengan siapa. Bahkan sampai beberapa menit sebelum akad nikah pun nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Lu sendiri yang pernah bilang sama gw, only heaven knows, Ajeng."
"Nggak mungkin, Put!" Ajeng semakin frustrasi.
"Oke. Ini ancaman gw. Kalau lu dan dia nggak saling mengungkapkan perasaan yang sebenarnya sampai acara pernikahan nanti, gw akan memutar film ini di acara resepsi pernikahannya."
Mata Ajeng membelalak. "Lu GILA!"
"Lu tau dari dulu gw emang gila. Biar semua orang bisa melihat tentang hubungan kalian. Dan lu bisa bayangkan betapa sakitnya Alysyaa dan kedua orang tuanya."
"Put, lu bisa menghancurkan nama baik perusahaan gw!"
"Kalau lu nggak mau semua hal itu terjadi, ya silahkan bicara dengan Adhit."
Ajeng menyergah resah. "Kenapa sih lu selalu ngotot kalau urusan gw sama Adhit?"
"Karena gw sayang sama lu. Gw yang melihat betapa lu mencintai dia, dari dulu sampai sekarang. Sekarang gw tanya, apa pernah lu jatuh cinta sama pria lain selain sama Adhit?"
Ajeng bungkam.
"Perasaan lu belum tersampaikan, Jeng. Itu mengganjal hati lu. Gw nggak mau kalau ternyata lu merit dengan cowok lain tapi lu masih kebayang-bayang Adhitya!"
"Gw... gw bingung, Put. Lu nggak liat betapa Alysyaa mencintai Adhitya. Gw bisa ngeliat itu semua dari sorot matanya."
"Ada saat hati lu harus bicara, Jeng. Demi kebaikan lu sendiri. Gw cuma pengen lu berdua saling jujur, menyelesaikan perasaan kalian supaya nggak saling penasaran."
***
"Cuma untuk ini lu datang jauh-jauh dari Bandung ke kantor gw?" tanya Adhitya datar.
Indra angkat bahu. "Nggak juga. Ada urusan lain."
Mereka berdua membisu. Indra baru saja memperlihatkan film yang dibuatnya dengan Putri untuk tujuan menyatukan kembali Adhitya dan Ajeng. Tampak raut wajah Adhitya murung.
"Lu tau kan, gw mau merit?" tanya Adhitya lagi.
"Tau banget."
"Dan maksud lu memperlihatkan film ini?"
"Supaya lu bisa mengambil sikap."
"Sikap apa?"
"Lu sayang sama Ajeng, bahkan punya panggilan tersendiri untuk gadis itu. Kay. Lu juga tau Ajeng sayang sama lu. Kalau menurut gw, bersikaplah gentleman. Ajak dia bicara baik-baik dan jelaskan semuanya. Supaya kalian nggak penasaran."
"Belum tentu dia masih punya perasaan yang sama ke gw kayak dulu."
"Sekarang gw tanya sama lu. Perasaan lu sendiri ke dia sekarang ini ke dia gimana?"
Adhitya termangu.
"Gw punya ancaman. Kalau lu dan Ajeng nggak saling mengungkapkan perasaan yang sebenarnya sampai acara pernikahan nanti, gw dan Putri udah kerjasama akan memutar film ini di acara resepsi pernikahan nanti."
"Hah?!"
"Jangan bersikap pengecut, bro!"

ESTÁS LEYENDO
Dansa Masa Lalu
RomanceMengapa harus ada kata "terlambat" untuk sebuah pertemuan yang masih menyisakan kisah cinta masa lalu?