"Mas, Ajeng itu hebat banget, yah. Aku kagum loh sama dia. Usianya sama denganku tapi sudah mengurusi perusahaan keluarganya. Cantik, baik, ramah, tapi selalu bisa tampak tegas dan profesional."
Adhitya menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang. Matanya menatap jalanan, tapi pikirannya tidak di sana. Angannya kembali ke masa lalu, masa SMA, masa-masa dimana ia dan Ajeng cukup dekat. Mereka tidak pacaran, hanya sering berdiskusi, bertukar pikiran ataupun berdebat dan mengungkapkan teori-teori.
Ajeng pecinta bunga, Adhitya masih ingat itu. Ajeng takut gelap dan petir. Ajeng punya senyum manis tapi juga bisa sinis. Ajeng yang pipinya akan merona jika sedang malu dan suaranya merdu jika menyanyi. Ajeng yang sering menjadi tempat curhat teman-temannya.
"Mas?"
Panggilan Alysyaa membuyarkan lamunan Adhitya.
"Oh, kenapa Syaa?"
"Mas lagi kenapa? Kok kayaknya tadi melamun? Banyak pikiran ya?"
"Cuma masalah kerjaan di kantor." Adhitya berbohong.
"Tadi aku lagi ngomongin Ajeng. Aku suka sama dia, teman yang menyenangkan."
Adhitya hanya mengangguk. Pandangan matanya fokus ke jalan.
Alysyaa menghela napas pelan dan terdiam. Sepertinya Adhitya sedang tidak bisa diajak ngobrol saat ini.
***
"Halo, Indra," sapa Putri.
"Hai, Put. Apa kabar? Baru balik kerja, ya?" balas suara Indra di sebrang.
Hati Putri masih berdesir mendengar perhatian mantan pacarnya itu. Ya, ia dan Indra putus sejak dua tahun lalu, setelah tujuh tahun pacaran. Tujuh tahun bersama yang membuat masing-masing merasa bosan. Permasalahan kecil bisa tersulut dan menjadi perang dunia. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri. Namun mereka tetap bersahabat dan hingga saat ini, masing-masing belum punya pacar lagi.
"Kabarku baik. Iya nih, baru pulang kantor, tadi di jalan macet banget." Putri melirik jam dinding, jam 8 malam. "Kamu udah tau kabar tentang Adhit?"
"Kabar yang mana?"
"Adhit mau nikah bulan depan."
"Oh iya, aku sih baru denger-denger gosipnya aja. Waktu aku konfirmasi ke orangnya, dia cuma jawab 'tunggu aja tanggal mainnya'. Udah lama juga nggak ketemu. Kudengar dia kerja di Jakarta sekarang."
"Oohh... Kayaknya gosipnya udah pasti, deh. Aku punya cerita seru, mau dengar?"
"Cerita apa? Film kartun terbaru?" Indra mencoba bercanda.
"Bukan lah. Tentang Adhit dan Ajeng."
"Wow! Jadi Adhit akan menikah dengan Ajeng? Akhirnya jadi juga mereka." Indra merasa surprise. Sedikit miris karena dirinya malah putus dengan Putri.
"Bukan juga."
Lalu Putri bercerita tentang Ajeng yang masih menyimpan perasaannya diam-diam. Menjadi secret admirer dan selalu mencari tahu kabar tentang Adhitya, sampai akhirnya Adhitnya menyewa perusahaan Ajeng untuk mengurusi acara pernikahannya. Indra cukup terkejut dan berkomentar kisahnya seperti cerita novel atau film drama cinta.
"Aku punya rencana, Ndra."
"Rencana apa?"
"Aku nggak bermaksud untuk menghancurkan pertunangan atau pernikahan Adhitya sama ceweknya itu. Aku cuma memikirkan Ajeng. Sebagai sahabat, aku pengen dia bisa mengungkapkan dengan jujur tentang perasaannya sebelum semuanya terlambat."
"Kamu yakin? Udah pikirkan resikonya? Bagaimana jika pernikahan itu batal dan mengecewakan tunangan Adhit? Ingat loh, ini juga udah melibatkan keluarga kedua belah pihak."
"Aku tahu tentang itu. Tapi ini tentang jodoh kan, Ndra. Meski akan ada cerita seburuk apapun, Tuhan sudah menetapkan jodoh tiap-tiap manusia."
Tanyakan pada Tuhan, Put. Apa aku berjodoh denganmu? Bisik hati Indra. "Iya deh, aku ikut rencana kamu aja."
Hampir satu jam Putri dan Indra ngobrol membicarakan rencana menyatukan kembali Adhit dan Ajeng. Terkadang mereka terkikik geli, atau diselingi cerita-cerita masa lalu. Lagi-lagi, hati mereka ikut berdesir.
***

YOU ARE READING
Dansa Masa Lalu
RomanceMengapa harus ada kata "terlambat" untuk sebuah pertemuan yang masih menyisakan kisah cinta masa lalu?