Hari-hari berikutnya, Adhitya memperhatikan Dino makin dekat dengan Ajeng. Suatu hal yang wajar sebenarnya karena mereka berdua memang sekelas, ditambah Dino dan Ajeng juga mengikuti LDK OSIS hingga mereka sering menghabiskan waktu bersama. Tapi bila melihat perhatian yang diberikan Dino pada Ajeng, tampak sekali kalau cowok itu menyimpan perasaan spesial. Ia juga lelaki, dan tahu bagaimana sikap lelaki bila sedang jatuh cinta.
Sedangkan dari pengamatannya, sikap Ajeng selalu sama bila menanggapi siapa saja yang perhatian pada dirinya. Ajeng yang selalu ramah, ceria, dan ringan tangan pada siapa saja. Ajeng yang bisa bersikap tenang dan tetap berfikir jernih bila saat kumpul LDK para senior OSIS memarahi calon pengurus baru karena melakukan kesalahan. Ajeng yang kalem, dari sikapnya ia selalu memilih jalan tengah dan berdamai. Tipikal plegmatis menurut buku-buku psikologi.
"Ehemm!!"
Lamunan Adhitya buyar karena suara Indra yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
"Cemburu, ya?"
"Siapa?"
"Lu!"
"Cemburu kenapa?"
"Karena cewek itu..." Indra menunjuk pada Ajeng yang sedang berkumpul dengan anak-anak OSIS baru. "...ternyata dekat dengan cowok itu." Ia menunjuk cowok yang duduk di sebelah Ajeng.
Adhitya angkat bahu.
"Jangan menyesal kalau lu terlambat, ya."
***
Seminggu sudah Ajeng melewati hari-hari super sibuk dalam hidupnya. LDK OSIS yang sangat menyita waktu, lomba paduan suara yang tinggal 2 minggu lagi dan mengharuskannya latihan lebih intens, belum lagi kewajiban utamanya mengikuti pelajaran dan mengerjakan pe-er yang setiap hari diberikan guru-guru di kelas. Ditambah, sekarang ia resmi menjadi vokalis salah satu band di sekolah. Dino dan beberapa teman cowoknya yang membentuk grup band baru itu.
Jika bukan karena logikanya berbicara untuk selalu bertanggung jawab atas semua keputusan yang diambil, rasanya ingin sekali Ajeng berhenti dari semua aktivitasnya sekarang. Jatah waktu istirahatnya tersita, rasanya sehari 24 jam tidak cukup.
"Gw capek," keluhnya suatu siang pada Putri.
"Gw juga."
Mereka terdiam. Waktu sepulang sekolah ketika shalat dzuhur adalah waktu istirahat yang harus dimanfaatkan secara berkualitas oleh mereka. Tak jarang mereka ketiduran di mushala barang setengah jam. Tapi cukup untuk membuat tubuh mereka lebih bugar dan kembali semangat untuk menjalani LDK OSIS, kegiatan ekskul lain, atau mengerjakan tugas sekolah.
"Ambil hikmahnya aja ya, Jeng. Kita jadi pengurus OSIS bukan buat gaya, tapi niat untuk memberikan yang terbaik pada teman-teman dan sekolah. Bukankah memberi lebih baik daripada menerima?" Putri bersandar di bahu Ajeng saat mereka duduk berselonjor kaki di mushala.
"Iya, Put. Rasa lelah ini menyadarkan kalau gw masih bisa berguna untuk orang lain." Ajeng mengelus-elus rambut sahabatnya.
"Pasti ada hal baik di tengah rasa capek ini. Contoh, kita jadi bisa selalu liatin gebetan masing-masing saat LDK OSIS."
"Ih, itu sih elu!"
Putri tertawa. "Jangan muna' lu, ah. Emang gw nggak liat lu selalu curi-curi pandang ke Adhit."
"Lu juga, ke Indra. Terus, gimana hasil latihan bulu tangkis lu sama dia?"
"Canggih bener! Liat deh, tangan sama kaki gw makin berotot." Putri menunjukkan lengan dan betisnya. "Latihan seminggu sekali tapi capeknya ampun."
"Nggak apa-apa, biar sehat."
"Gimana latihan nyanyi lu?"
"Yah, begitulah standar. Di paduan suara, anak-anaknya masih kurang menyatu suaranya kalau nyanyi. Kalau di band, ya paling latihan-latihan gitu aja. Pengen manggung kalau ada acara sekolah."
"Dino makin deket sama lu, deh. Dia naksir lu tuh."
"Nggak tau deh gw. Nggak kepikiran."
"Lu sendiri nggak ada perkembangan sama Adhit?"
"Gw juga masih belum menemukan jawaban kenapa gw punya perasaan aneh kayak gini ke dia."
"Itu bukan perasaan aneh, tapi jatuh cinta! Dan lu nggak perlu mikir pake logika untuk tau jawabannya."
Ajeng angkat bahu tak peduli. "Eh, kita kumpul LDK OSIS lagi jam berapa?"
"Jam 2."
"Sekarang jam berapa?"
Putri melihat jam tangannya. "Jam dua kurang lima menit."
"Cabut sekarang, yuk."
Mereka berdua beranjak pergi dari mushala menuju sekretariat OSIS.
***
ttrrtt...ttrrtt...
Handphone Ajeng bergetar. Ia merogoh saku roknya perlahan, matanya masih awas menatap papan tulis yang berisi rencana dan program kerja OSIS setahun ke depan. Bayu, seorang kandidat ketua OSIS masih bicara tentang visi misi dan tujuan untuk memajukan sekolah mereka.
Ajeng mengintip handphonenya, khawatir jika ada senior OSIS yang memergoki dirinya tidak memperhatikan rapat program kerja hari ini.
1 message received.
Hari ini aku lihat kamu nggak makan sama sekali. Jangan sampai sakit apalagi pingsan, ya. Badan kamu berat kalau harus aku bawa ke UKS lagi.
Sender: Adhitya.
Ajeng langsung melihat Adhitya yang berdiri di depan pintu sekretariat OSIS. Raut wajahnya datar dan serius memperhatikan Bayu, tampak seolah tak peduli padanya. Kening Ajeng berkerut bingung.

BINABASA MO ANG
Dansa Masa Lalu
RomanceMengapa harus ada kata "terlambat" untuk sebuah pertemuan yang masih menyisakan kisah cinta masa lalu?