Setidaknya kabar bahwa Arsen baik-baik saja sudah cukup bagi Kay. Sejujurnya ia sangat ingin menjenguk pemuda itu, namun karena beberapa pertimbangan Kay tidak akan keras kepala seperti biasa. Asalkan Arsen dapat kembali sehat, Kay tidak akan menolak permintaan Mbok Isah.
"Mbok mohon pengertiannya ya, Non Kay."
"Iya, Mbok. Saya ngerti kok. Semoga Arsen cepat sembuh ya."
"Aamiin. Mbok juga minta maaf gak ngabarin kamu dulu waktu itu."
"Gak pa-pa kok, Mbok."
Pandangan Kay masih jauh menerawang ke luar jendela angkot. Musik rock yang memekakkan telinga entah mengapa sama sekali tidak mengusik konsentrasi Kay tentang sosok laki-laki yang kini tengah berjuang melawan penyakit. Kata Mbok Isah semalam, Arsen sekarang sudah membaik. Syukurlah.
Angkot merah yang Kay tumpangi berhenti di perempatan. Ia melempar tatapan ke seorang pengendara yang berhenti di samping angkot. Kay terperangah. Bukan lantaran melihat sosok itu yang merupakan sahabatnya. Ralat, mantan sahabatnya. Melainkan pada seorang gadis yang Kenan boncengi.
Kenan? Kinar?
Berbagai prasangka saling baku hantam di sukma. Keyakinan negatif lebih mendominasi. Memprovokasi dirinya sendiri.
Ternyata apa yang aku dengar waktu itu benar, Kenan. Jahat kamu, Ken! Jahat!
Kay cepat memalingkan wajah lantas tafakur. Membiarkan air matanya mengalir membasahi ransel yang ia pangku. Tunduknya semakin dalam seiring tangisnya yang membanjir.
Lampu hijau menyala. Semua kendaraan yang semula berhenti beranjak. Pipi Kay terasa panas. Pun dengan hatinya. Apa ini? Sebuah rasa tidak terima?
Niatnya untuk menuntut ilmu pupus seiring putaran ban mobil yang melambat. Beberapa meter lagi ia sampai di depan gerbang sekolah. Kenapa ini? Gerbang itu sudah ia lewatkan begitu saja? Apa yang terjadi? Kenapa bibirnya terkatup begitu rapat?
Kay menghapus air matanya kasar sambil memandang sejurus ke depan. Mengabaikan tujuannya yang kini jauh tertinggal di belakang. Tujuan lain memanggilnya. Entah dimana.
•••
Kamar ini entah mengapa penuh sesak dan pengap. Padahal hanya dihuni oleh satu kepala saja. Ya, si pemilik kini tengah tertidur pulas di atas ranjang. Kedua matanya dikelilingi oleh rona kehitaman. Punggung tangan kirinya ditusuk oleh jarum yang terhubung dengan selang infus. Kantung cairan yang menggantung kini tinggal setengah.
Kamar ini masih sama seperti dulu, hanya saja kini berbagai alat medis mengambil tempat. Aroma parfum yang dulu menguar kini berganti dengan aroma obat-obatan yang kian pekat.
Pintu kamar berdecit pilu. Seorang wanita paruh baya muncul dengan wajah cemas. Ia berjalan mengendap-endap berusaha meredam suara tapak kaki yang dikhawatirkan akan membangunkan pemuda itu.
Usaha Mbok Isah gagal. Arsen membuka matanya perlahan namun pasti. Sorot mata sayunya menubruk tubuh wanita itu, gemetar.
"Maaf, gara-gara Mbok, Den Arsen jadi bangun." ucap Mbok hati-hati.
Bibir pucat Arsen bergerak, seolah berkata 'gak pa-pa' namun tanpa suara.
Mbok duduk di tepi kasur seraya mengelus puncak kepala anak lelakinya. "Di depan ada Non Kayla, katanya mau jenguk Den Arsen."
Mendengar ucapan Mbok Isah, Arsen membelalak. Ia lantas menggeleng. Air mukanya berubah tidak bersahabat.
"Baik, Den. Baik. Mbok kan suruh dia pulang."

YOU ARE READING
FREEZE HEART ✔[END]
Teen Fiction04/04/2019 #1 Freeze 12/11/2019 #1 Freeze 08/1/219 #3 Beku 04/01/2021 #1 Freeze 04/02/2021 #beku Apa jadinya jika cinta muncul di antara persahabatan dan masa lalu? Apakah Kay tetap bersikukuh menganggap bahwa hubungannya dengan Kenan hanyalah sebat...