|Bohong Bukanlah Jalan Keluar |

580 60 5
                                        

Arsen bergegas menuju toilet. Kepalanya terasa sangat sakit. Ia merasakan ada palu super besar memukul-mukul kepalanya. Jika ia tidak sempat menopang tubuhnya ke wastafel, bisa dipastikan ia akan tumbang.

Dinding-dinding yang dingin itu menambah kesan mencekam. Tidak ada orang lain di sana selain dirinya. Pantulan diri di cermin itu bagaikan mayat hidup yang sekarat.

Jemari jenjangnya masih menggenggam tepi wastafel. Tungkainya mulai goyah untuk berdiri. Perlahan tubuhnya runtuh. Ia terduduk di lantai toilet.

Tiba-tiba, Arsen merasakan cairan hangat merembes dari liang hidungnya. Ia menyumbat cairan itu dengan punggung tangannya. Bukannya berhenti, darah segar itu terus mengalir di sela-sela jemari.

Mata liarnya mengawasi sekeliling. Jangan sampai ada siswa yang melihat kondisinya sekarang. Arsen berusaha bangkit dari duduknya. Dibasuhnya noda darah yang memenuhi tangannya.

"Wah, gila lu!"

"Hahaha..."

"Ya iya dong!"

"Asyiap!"

Arsen panik ketika mendengar obrolan samar-samar dari luar. Dari derap langkah tersebut tampak  mereka akan masuk. Tidak! Tidak boleh ada yang melihat dirinya tengah sekarat seperti saat ini.

Arsen menyeret tungkainya yang lemas memasuki salah satu toilet. Dengan sisa tenaga ia menutup pintu.

Dari balik daun pintu, ia bisa mendengar jelas obrolan yang sedang berlangsung. Arsen berusaha mengatur napasnya yang tersengal.  Pandangannya beralih ke telapak tangan yang masih menempel di hidung. Darah itu masih menderas. Enggan berhenti meski sejenak.

"Woi! Liat tuh?"  Tunjuk seorang siswa berbaju olahraga kepada temannya.

"Darah coy!"  Sambut temannya seraya menunjuk ke arah wastafel yang berbercak darah. 

"Siapa yang mens ya?"

"Lah buset! Lo kira cowok zaman now mens kayak cewek? Parah lo!"

"Ya kali ada 'Bentai' di sekolah kita."

"Apaan tuh, 'Bentai'?" Tanya siswa itu pada temannya.

"Ben.cong Thai.land!"

"Jangan-jangan ada Mbak Kunti!"

"Ah, yuk balik! Males gua dimari. Serem!"

"Yuk! Gua juga rada merinding nih."

Langkah itu semakin menjauh. Arsen mulai bernapas lega. Ia membersihkan noda darah di tangan dan wajahnya  sebelum keluar dari toilet. Langkahnya masih gontai. Kepalanya masih terasa pusing, namun tidak separah tadi.

Langkahnya berhenti tepat di depan wastafel. Dikeluarkannya sapu tangan dari sakunya. Ia lalu mengelap bekas darah yang masih menempel di wastafel.

Gue kayaknya harus minum obat itu lagi. Decak Arsen dalam hati.

💊💊💊

Arsen baru saja membeli sebotol air mineral dari kantin sekolah. Ia tidak langsung kembali ke kelas, namun ia terlebih dulu pergi ke taman. Hanya di tempat itulah ia bisa menemukan ketenangan.

Sesuai harapan, taman ini begitu sepi. Arsen duduk di bangku taman yang terbuat dari beton. Beruntung ada dahan pohon cemara yang memayunginya dari terik matahari.

FREEZE HEART ✔[END]Where stories live. Discover now