Panas matahari tepat di atas kepala Arsen seolah membuat otaknya mendidih. Pandangannya perlahan tergantikan oleh hitam pekat. Tungkainya mulai gemetar untuk berdiri. Ia merasakan keseimbangannya hilang seketika.
"Arsen!" Pekik Kay berusaha menahan tubuh Arsen agar tidak terjerembab ke tanah. Beruntung, seorang siswa berbadan gempal membantu. Laki-laki itu meraih lengan Arsen dan mengalungkan ke lehernya.
Kay tercengang untuk beberapa saat sambil memperhatikan aksi sigap lelaki itu. "Boni? Untung ada elo!" Ucap Kay bahagia dengan napas terengah-engah. "Bantuin dia ke UKS."
"Oke, Kay. Lo bawain makanan gue nih!" Lelaki berkacamata itu menyodorkan sekantung makanan yang Kay terka barusaja ia beli dari kanbes (kantin besar).
Tubuh sempoyongan Arsen kini bertopang pada tubuh besar yang terlihat lebih pantas jika dibandingkan dengan dirinya. Jika boleh dibayangkan, ketika Kay membantu Arsen berjalan mereka berdua terlihat seperti angka satu dan tanda koma. Tentu saja, Arsen angka satu sedangkan Kay tanda komanya. Tapi, lihatlah sekarang! Boni dan Arsen terlihat seperti angka sepuluh. Ah, pasti kalian tahu kan?
"Kenapa dia?" Tanya Boni kesulitan mengatur napasnya yang ngos-ngosan.
"Gue juga gak ngerti!" Sambut Kay cepat.
Setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka sampai di UKS. Ruangan yang berada satu gedung dengan kelas IPS ini tampak cukup sepi dari biasanya. Bagaimana tidak? Para penyamun kelas IPS tengah menyaksikan pertandingan basket dadakan di lapangan.
Tanpa ba-bi-bu, Kay menyelonong masuk. "PMR! PMR!" Pekiknya.
Mendengar panggilan tersebut, seorang petugas PMR yang tengah membereskan tempat tidur langsung berlari dengan wajah panik. "Ya Allah! Dia kenapa, Kay?" Tanya gadis berkacamata yang tak lain adalah Ami, teman sekelas Kay dan Arsen.
Ami lekas membantu Arsen untuk berbaring di tempat tidur. Dengan cekatan, Ami membersihkan bercak darah yang memenuhi sekitar hidung dan mulut Arsen. Setelah memberikan pertolongan pertama, Ami menyumbat liang hidung Arsen dengan gulungan tisu. Kemudian, ia membersihkan tangan Arsen yang dipenuhi darah.
Boni yang berdiri di samping tempat tidur berekspresi ngeri melihat darah yang tak kunjung henti mengalir dari hidung Arsen. Ia mengelap keringat seukuran biji jagung yang melesat cepat dari pelipisnya.
Sementara Kay memilih untuk berdiri di ambang pintu. Ia tidak ingin mengganggu pekerjaan Ami. Ia percaya bahwa petugas PMR itu akan melakukan yang terbaik untuk Arsen.
Kurang dari sepuluh menit, ketegangan yang sebelumnya mencekam kini berangsur normal. Arsen kini sudah terlihat lebih baik meskipun wajahnya masih sepucat kertas.
Ami berjalan menghampiri Kay. "Arsen kenapa Kay?"
"Gak tahu, tadi gue nemuin dia mimisan di GOR."
"Apa dia sering mimisan kayak gini?" Tanya Ami penasaran.
Kay bingung harus menjawab apa. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Gak tahu juga."
Mereka berdua menatap ke arah Arsen. Laki-laki itu tengah memejamkan mata, berusaha meredam pusing yang menguasai kepalanya. Tangannya yang semula berada di atas perut kini beralih memegangi kepala. Terdengar ringisan pelan dari mulut Arsen.
"Ami, Arsen kayaknya..." Belum sempat Kay menyudahi kalimatnya, Ami sudah lebih dulu mengambil obat di dalam kotak P3K dan segelas air.
"Sen, minum obat ini dulu." Ucap Ami ramah. Awalnya Arsen menolak, namun setelah dipaksa oleh Kay akhirnya ia menurut juga.
"Paksain aja, Ami! Dia emang keras kepala!" Omel Kay kesal ketika Arsen sempat menolak.
Entah karena apa, tiba-tiba Kay keluar dari ruangan UKS. Batinnya merasa iba melihat kondisi Arsen, si cowok menyebalkan. Berlama-lama di sana hanya akan membuatnya semakin simpati kepada Arsen. Dan ia tidak ingin itu terjadi!

YOU ARE READING
FREEZE HEART ✔[END]
Teen Fiction04/04/2019 #1 Freeze 12/11/2019 #1 Freeze 08/1/219 #3 Beku 04/01/2021 #1 Freeze 04/02/2021 #beku Apa jadinya jika cinta muncul di antara persahabatan dan masa lalu? Apakah Kay tetap bersikukuh menganggap bahwa hubungannya dengan Kenan hanyalah sebat...