Angin malam masih setia membelai kulit pucat Arsen yang dipenuhi memar dan bercak darah. Dari lubang hidungnya, cairan merah menyala tidak henti-hentinya mengalir. Baju kaos yang melekat di tubuh nyatanya tidak mampu melindungi dari dinginnya malam. Aroma tanah sehabis hujan dan darah berpadu menjadi satu. Ia hilang kesadaran. Tubuhnya masih bergeming di depan pagar.
Tik. Setetes hujan mulai turun. Perlahan menderas tidak kenal ampun. Cairan merah itu sudah mengencer karena bercampur hujan.
Celakanya, tidak ada yang melihat tubuh ironis itu. Sepertinya alam sudah bersekongkol untuk menyembunyikan keberadaan Arsen dari pandangan. Bahkan tirai hujan kian melebat seiring larutnya malam.
Degup jantung itu mulai melambat. Sepertinya malam ini tidak akan baik-baik saja.
•••
"Udah bel, Kay. Ayo masuk!" Wizy menarik lengan Kay, membuat gadis yang tengah bersandar di daun pintu beringsut beberapa sentimeter.
Kay menolak ajakan Wizy lewat ekor mata. Ia memejamkan mata sambil menarik napas panjang. "Lo duluan aja. Gue lagi nungguin,..." Ia buru-buru menjeda, takut jika nama itu lolos dari bibirnya begitu saja. Kay tidak ingin Wizy memikirkan hal aneh nantinya.
"Nunggu?"
Kay mendorong Wizy agar menyingkir dari pintu. "Entar kalo Bu Shofa masuk, gue kasih aba-aba." alibi Kay.
"Ya udah." Wizy menuruti permintaan Kay. Sebenarnya ia tahu siapa yang sedang Kay tunggu kedatangannya. Siapa lagi kalau bukan teman sebangku sahabatnya, Arsen. Semenjak hubungan Kay dan Kenan renggang, Arsen hadir sebagai pengganti. Entah itu kabar baik atau buruk, Wizy tidak mengerti. Sejauh yang ia lihat, semakin hari Kay dan Arsen semakin dekat. Parahnya, ia merasa sakit akan hal itu.
Dari sini, Wizy bisa mengamati gerak-gerik Kay yang mencurigakan. Gadis itu begitu khawatir. Lo beneran suka sama Arsen. Batin Wizy berbisik.
Lama menunggu namun Arsen tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Terkadang, semesta suka berkisah sesuka hati. Lain yang ditunggu, lain pula yang datang.
Dari ujung lorong, Kay bisa melihat kehadiran Kenan. Jika dahulu, bersua dengannya adalah sesuatu yang membuat hati Kay hangat. Lain halnya dengan sekarang. Ia tidak lagi merasakan keterikatan seperti dulu. Apakah persahabatan mampu pudar secepat ini?
Kay melangkah, memberi jalan agar Kenan bisa lewat. Ia hanya tersenyum singkat lalu kembali memandangi ujung lorong tanpa kepastian itu.
"Kay." sapaan itu membuat Kay buru-buru menoleh. Bukan antusias seperti biasa, tetapi lebih kepada segan. Tidak enak saja rasanya jika membiarkan orang lain menunggu.
"Iya?"
"Kenapa gak masuk?" tanya Kenan sambil menatap kertas absen di tangan yang barusaja ia ambil dari ruang BK.
"Hmm, aku lagi..."
"Bu Shofa lagi di tangga, bentar lagi sampai."
Secepat kilat, Kenan pamit tanpa basa basi seperti biasanya. Kay seketika kehilangan sosok Kenan yang hangat. Sosok yang selalu melontarkan lelucon untuk membuatnya tertawa. Sosok yang selalu bertanya kabar meskipun mereka selalu bersama sepanjang hari.
Hati Kay beku. Teramat dingin sikap Kenan padanya. Kenapa dia? Seolah mereka bukanlah orang yang pernah saling kenal.
Sebenarnya apa kesalahan fatal yang telah Kay lakukan? Seingat Kay, tidak ada. Ingin rasanya bertanya langsung kepada Kenan, namun laki-laki itu tidak pernah memberi Kay kesempatan untuk bicara. Bahkan untuk menunjukkan kepedulian saja, Kenan sudah mengunci rapat hatinya.

YOU ARE READING
FREEZE HEART ✔[END]
Teen Fiction04/04/2019 #1 Freeze 12/11/2019 #1 Freeze 08/1/219 #3 Beku 04/01/2021 #1 Freeze 04/02/2021 #beku Apa jadinya jika cinta muncul di antara persahabatan dan masa lalu? Apakah Kay tetap bersikukuh menganggap bahwa hubungannya dengan Kenan hanyalah sebat...