Cuaca akhir-akhir ini memang tidak menentu. Pagi yang begitu cerah disapu oleh hujan deras di siang menjelang petang. Alhasil di sinilah Arsen menghabiskan waktu sambil menunggu hujan reda. Kondisi kesehatannya tidak memungkinkan baginya untuk nekat menembus hujan deras. Menghindari kemungkinan buruk yang terjadi, akhirnya ia memutuskan untuk berteduh di kanbes.
Ia menatap nanar punggung-punggung basah kuyup di tengah lapangan basket. Teman kelasnya memilih untuk menantang guyuran hujan ketimbang disuruh menunggu barang satu dua jam hingga langit berhenti menangis. Andai saja kondisi Arsen tidak seperti ini, pasti ia akan melakukan hal yang sama seperti para penyamun kelas--Sergio dan kawan-kawan-- yang sedang asik bermain basket bermandikan hujan.
Semesta memang punya cara lain untuk memberikan warna pada masing-masing hati. Terkadang, apa yang dikehendaki malah menjauh tak pernah berniat untuk kembali. Sedangkan yang tak pernah diminta justru datang dengan senang hati.
Hujan. Selalu menjadi momen yang paling pas untuk bergelut dengan kenangan di ruang ingatan. Semuanya berputar secara spontanitas tanpa diminta, mulai dari kenangan yang membawa suka cita hingga menabur benci dan luka. Ah, sejak kapan laki-laki seperti Arsen Manantha hanyut dalam rasa bernama 'patah'? Dan perlahan, ia mulai bangkit lewat kalimat yang ia baca dari buku motivasi. Pernah pula ia mencoba menggores barang satu hingga dua kalimat isi hatinya di secarik kertas yang pada akhirnya akan ia remukkan dan dibuang ke tong sampah.
Namun, kalimatnya kali ini tidak ia campakkan. Entahlah. Mungkin saja laki-laki itu berubah pikiran.
"Hai!" suara itu mengalun lembut di antara rintik hujan. Butuh pendengaran yang baik untuk bisa menangkap gelombang suara itu ketika hujan deras seperti sekarang.
Si empunya nama hanya menoleh ringkas lantas menyimpan stickynote berisikan sederet kalimat sederhana miliknya.
"Tadinya gue mau lari bareng yang lain, tapi kayaknya gak deh. Bisa marah nyokap gue ntar." ujar gadis itu seraya mengusap lengan baju olahraganya yang basah.
"Kenapa lo gak neduh di GOR aja?" tanya Arsen dingin.
Wizy memainkan ujung rambutnya yang basah dengan telunjuk. "Hmm, gue kira ada Kay di sini jadinya..." alibinya asal.
Arsen mengeratkan jaket miliknya. Ia bahkan tidak mempedulikan Wizy yang tampak kedinginan. "Lo liat kan Kay gak ada?" Arsen mengangkat sebelah alisnya. "Jadi..."
"Gue neduh di sini bareng elo, ya?" Wizy duduk di hadapan Arsen. Laki-laki itu masih mengandalkan tampang datarnya. Ia hanya menatap Wizy sekilas lalu memalingkan wajah ke arah lain.
"Btw, headstand tadi susah banget ya? Gue aja harus nyoba sampai 10 kali baru bisa. Itupun cuma bertahan 2 detik." Wizy menyibakkan surai, berusaha mengurangi kandungan air di rambutnya itu.
"Lo orangnya baik ya, gue gak nanya aja pake dijelasin panjang lebar." Arsen menyunggingkan sebelah senyum sinis.
"Hehe." Wizy malah terkekeh. "Eh tadi gue liat lo lagi nulis, nulis apaan?" ia berusaha mengalihkan topik.
Arsen menggeleng. Ia menghembuskan napas panjang. "Gue mau nanya."
"Apa?" Wizy memasang wajah antusias.
"Lo tahu kan soal kesepakatan Kay sama Cia itu?" Arsen langsung meluncurkan kalimatnya.
Manik mata Wizy refleks berotasi. Ia menggigit bagian dalam bibirnya. Haruskah ia menjawab jujur atau harus pura-pura tidak tahu? Kalau gue kasih tahu pasti Kay bakal marah besar ke gue. Tapi gue gak tega bikin babang ganteng ini kecewa karena gue bohongin dia.
Arsen sudah menerka pasti gadis ini tidak akan mau menjawab. Lagipula tanpa dijawab pun sebenarnya ia sudah tahu apa jawabannya.
"Dari yang lo liat, Kenan suka gak sama Kay?"

YOU ARE READING
FREEZE HEART ✔[END]
Teen Fiction04/04/2019 #1 Freeze 12/11/2019 #1 Freeze 08/1/219 #3 Beku 04/01/2021 #1 Freeze 04/02/2021 #beku Apa jadinya jika cinta muncul di antara persahabatan dan masa lalu? Apakah Kay tetap bersikukuh menganggap bahwa hubungannya dengan Kenan hanyalah sebat...