Verinda kembali ke gedung olahraga ketika dilihatnya Edenin sudah duduk di bangku penonton sementara Raditya duduk berlutut di depannya. Masih belum selesai juga sesi ngerayunya?! Gila! Sinetron banget sih!
"Terus ngapain kamu ke sini? Di rumah kamu kan ada lapangan basket, Dit." Tanya Edenin yang sudah mereda emosinya.
"Kalo di sini beda aja, Chel. Berasa nggak ada beban kayak jaman masih SMA,"
BRAAKK!!! Verinda yang baru mencapai pintu masuk gedung olahraga itu lalu sengaja menendang pintu.
"Masih belum kelar juga dramanya," katanya sinis. "Minggir lo sana!" bentaknya ganas pada Raditya yang sudah memasang wajah masam.
Verinda sengaja berjalan melewati posisi Raditya berada lalu duduk di sebelah kakak tirinya, padahal ia bisa saja langsung duduk di sisi sebelah Edenin lainnya tanpa harus melewati Raditya.
Pada akhirnya Raditya terpaksa bergeser dan menjauh dari Edenin. Ini apa-apaan sih?! Dasar barbar... ngerusak momen banget! Ia lalu menggeser pandangannya ke Edenin yang tampak melongo melihat tingkah Verinda yang kekanak-kanakan.
"Sini gue liat jidat lo." Katanya sambil mengambil ice pack dari bungkusan yang sedari tadi dia bawa.
Edenin meringis menahan sakit ketika adik tirinya menempelkan ice pack itu ke dahinya. Ia masih membisu dan membiarkan Verinda yang mulai mengolesi obat ke dahinya. Pikirannya masih campur adik meski masalahnya dengan Raditya baru saja selesai. Ia hanya bisa menatap lurus wajah adik tirinya.
Ver, apa lo bener-bener nggak ada perasaan buat Radit? Kalian berdua itu terlalu mirip sifatnya... gue takut kalo selama ini sebenernya lo tanpa sadar itu juga suka sama Radit. Gue juga takut kalo apa yang Radit lakuin sekarang ini, lebih karena sekedar rasa bersalahnya aja... gue nggak mau jadi penghalang diantara kalian, Ver... apapun kalo buat lo, gue rela ngalah dan ngasih semuanya-termasuk itu Radit sekalipun.
Verinda mendengus pelan karena menyadari arti tatapan kakak tirinya itu. Verinda tidak akan pernah melupakan bagaimana cara Edenin menatapnya saat mereka berada di pendopo kolam renang tak lama setelah kejadian di lapangan parkir bioskop waktu itu. Tatapan yang sama persis seperti saat ini.
Verinda pura-pura sibuk dengan perban dan plester yang sudah dibelinya tadi. Ia sempat mendekatkan mulutnya dan meniup obat yang dioleskannya tadi ke dahi kakak tirinya sebelum akhirnya ia menutupnya dengan perban. Verinda kembali mendengus karena dilihatnya Edenin masih melihatnya dengan cara itu. Ia lalu melirik sekilas ke arah Raditya dengan sinis.
Gara-gara dia sih!!! Bego banget jadi orang! Bisa-bisanya dia nggak nyadar kalo sebenernya dia itu sukanya sama kakak gue!! Kok ada sih orang yang bisa nggak tau sama perasaannya sendiri?! Bego!!! Verinda tiba-tiba teringat kejadian di lapangan parkir di malam premiere film Edenin. Emosinya mendadak naik karenanya. Dasar tukang petik bunga!!! Sialan!!!
"Ngapain lo masih di sini?!" bentak Verinda tiba-tiba.
Raditya langsung melotot pada Verinda. Apaan sih nih anak?! Bukannya dia tadi yang minta gue buat jagain Edenin tadi?! Sarap!!! Bisa-bisanya gue dulu dibikin stress mikirin cewek model begajulan preman kayak gini!!!
"Eh nggak salah lo ngomong?!" balas Raditya tidak kalah sengit. "Bukannya elo yang minta gue jagain dia tadi, hah?! Apa-apaan sih lo?!"
Verinda sempat menutup mulutnya karena baru ingat soal permintaannya tadi ketika panik menghindari pertanyaan kakak tirinya. Ia lalu berdehem sambil melirik ke Edenin yang memilih diam sambil memperhatikan dirinya dan Raditya secara bergantian. Entah kenapa pada saat yang sama Edenin merasa deja vu dengan kejadian semacam ini.

YOU ARE READING
Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)
ChickLitSequel of Miss Troublemaker (nona si pembuat onar) Edenin stress mikirin nasib Verinda, adik yang selama ini dia musuhin tanpa alasan itu pergi nggak tau ke mana. Bertahun-tahun dihantui perasaan bersalah dan ketakutan soal nasib adiknya, bikin hid...