I just recognized at December 1st, ternyata udah #42 yah 🤗🤗🤗 thanks yah readers padahal udah 2 hari absen 😷 maafkan karena ini bukan gimmick or sengaja tapi author abis kena gempur balada EOM alias End Of Month yang teramat dahsyat 🤕🤒🤢
anyway happy long weekend yah semua 😊 selamat berlibur or bermager ria 😍 please enjoy this chapter 🤓🤓🤓
____________________________________
Verinda menahan tangannya yang sudah terayun setengah. Verinda tertegun sejenak sebelum akhirnya menatap Edenin dengan senyum sinis. Verinda mendongak menatap langit yang gelap sambil menurunkan tongkatnya.
Sejenak Edenin bernafas lega, ia baru akan membuka mulutnya ketika tiba-tiba dengan cepat Verinda mengayunkan lagi tongkatnya. Edenin berteriak sambil menutup kedua matanya.
BRAAKKK!!! Detik selanjutnya hanya terisi kesunyian yang mencekam. Perlahan Edenin membuka matanya dan dilihatnya Raditya masih berdiri tegak. Pandangannya tertuju pada Verinda lalu pada kaca spion mobil Raditya yang retak dan pecah.
Edenin menghela nafas lega sambil memegangi jantungnya yang berdetak tidak karuan. Verinda perlahan berbalik menatapnya.
"Dan, apa lo peduli sama perasaan gue?" ucapan Verinda membuat Edenin terkesiap. "Semua omongan lo tadi di belakang," Verinda menatap tajam Edenin yang saat itu bahkan tidak sanggup lagi balas menatapnya.
Verinda mendengus sinis melihat reaksi Edenin. Ia lalu mengusap wajahnya dengan lengan bajunya seolah dengan begitu kekalutannya ikut terhapus. Tak lama ia berbalik memunggungi Edenin yang masih terpaku tanpa kata. Ia membuang nafas sebelum akhirnya mengayunkan lagi tongkatnya ke kaca spion yang sudah pecah itu lalu menendangnya hingga spion itu jatuh.
"HAAASH!!" teriak Verinda dengan penuh amarah tertahan.
Verinda akhirnya melampiaskan kekesalannya ke mobil Raditya, sementara sang pemilik mobil memilih tetap tidak bereaksi.
"BRENGSEK!!" umpatnya sambil membanting tongkatnya ke tanah.
Nafas Verinda naik turun. Perlahan ia mundur menjauh dari mobil itu. Dari sudut matanya ia bisa melihat Edenin yang terpekur dengan kedua tangan menutup mulutnya. Ia menoleh sekilas ke Raditya yang berdiri di samping mobilnya dengan angkuhnya.
"You're lucky-I'm not killing you tonight or yet," kata Verinda sinis. "now look what you've done-to us."
Verinda menatap dingin Edenin yang masih shock lalu berbalik pergi. Ia sempat melihat wajah ngeri mama dan mbok Tun ketika berbalik meninggalkan mereka.
***
"You're incredibly fast now, Ver." Kata Essam spontan begitu melihat hampir semua pekerjaan telah diselesaikan oleh Verinda.
Essam berulang kali mendecak dan menggeleng tidak percaya ketika membaca semua dokumen yang telah dikerjakan Verinda.
"Then you should be proud of me." Sahut Verinda sekenanya sambil mendengus.
Essam hanya mengangguk-angguk tanpa menyadari reaksi sinis Verinda. Ia terlalu asyik membaca dokumen yang ada di depannya.
"I do. Of course, I do proud of you."
Verinda menghela nafas berat. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi dengan penuh penekanan. Ia tidak berminat melanjutkan basa-basi pujian itu. Sebenarnya ia bekerja cepat karena ia ingin melupakan kejadian di malam setelah premiere film Edenin yang sudah hampir sebulan berlalu.
"Sam, look," Verinda membuang nafas sambil mencondongkan badannya ke meja. "I don't want to be rude, but-let's end this stupid conversation." Katanya sambil mengetuk pelan jemarinya ke meja.

YOU ARE READING
Miss Troublemaker (terlalu sulit untuk dimengerti)
ChickLitSequel of Miss Troublemaker (nona si pembuat onar) Edenin stress mikirin nasib Verinda, adik yang selama ini dia musuhin tanpa alasan itu pergi nggak tau ke mana. Bertahun-tahun dihantui perasaan bersalah dan ketakutan soal nasib adiknya, bikin hid...