42. Reuni yang dinanti

8K 740 52
                                    

Kami memasuki sebuah restoran di salah satu hotel berbintang. Bukan karena alumni smp negeri tiga angkatan tahun dua ribu tiga ini banyak uang, tapi karena salah satu teman kami adalah karyawan di sini.


Beberapa teman nampak telah bercengkrama, dengan mengenakan pakaian serba hitam. Dress code kali ini memang hitam, Sasha yang mengusulkan. Aku dan Sasha disambut oleh Hera, ketua untuk kegiatan ini. Setelah itu kami say hay dan haha hihi pada beberapa kawan dan sesekali wefie. lalu kami memilih duduk disalah kursi resto. Tidak ada agenda khusus kali ini, hanya makan bersama dan beramah tamah tanpa ada perform apapun. 


Angga mendatangi kami. Pria dengan perawakan kurus tinggi itu, pernah satu kelas denganku ketika kelas tiga. Kami ngobrol tentang serunya jaman smp yang penuh dengan drama. Mulai dari Pak Pelupesi, guru geografi yang hobinya memencet hidung murid yang nilainya kurang dari lima puluh, ada juga Pak Royhan guru bahasa inggris yang terkenal killer tapi ganteng. Kami terbahak bersama kemudian mulai sesenggukan, karena kedua guru tersebut telah meninggal dunia. 


Dulfi yang mengenakan kemeja hitam itu duduk manis di sebelahku. Sesekali menimpali obrolanku dan Angga karena ternyata Dulfi alumni smp tiga juga lulusan tahun dua ribu. Really?


Sasha sudah mengelana entah kemana. Lalu sebuah suara membuatku tersadar.


"Kyori...," sapanya.


"Heiii... Hendri apa kabar?" tanyaku.


Hendri duduk di depanku tepat di sebelah Angga yang sekarang sudah pamit dan berpindah ke tempat Rika,Sari, Wita serta Cindy duduk. Berbincang tentang tari tradisional atau olahraga tradisional yang dulu pernah menjadi musuh besar kami selain pelajaran matematika, geografi dan bahasa inggris. Menceritakan kembali ketika kami semua harus bisa naik enggrang dan membuat jempol kaki kami luka semua.


"Kamu makin cantik ya Ri," puji Hendri. Aku mengulas senyum. Wajah di sebelahku nampak kesal. Nah, mulai keliatan possesifnya.


"Gimana kerjaan? Lancar Hen?" tanyaku basa basi.


"Biasa aja sih, abisnya kepikiran kamu," candanya. Sahabat lamaku ini selalu meggodaku saat kami bertemu.


Dulfi makin sebal karena Hendri menggodaku terang-terangan. Tangannya mulai berselancar didunia maya. Hal yang baru ini dia lakukan saat bersamaku. Aku heran, namun tak berkomentar. Mungkin ia bosan atau sedang merasa tak nyaman.


"Setress kamu, aku sudah dikontrak nih," jawabku ambigu.


"Kontraknya ga bisa dibatalin? Aku bayar deh dendanya," sahutnya sambil menghirup vape dan menyemburkan asapnya ke arah lain.


"Serius lo?" Mataku mengerjap takjub. Hendri memegang sebuah perusahaan ekspedisi yang cukup terkenal. Ia beberapa kali memintaku untuk membantunya di perusahaan tersebut. Aku menolaknya. 


"Aku permisi dulu Ri," pamit Dulfi. Rahangnya mengeras membuat wajahnya tegang. Aku tau jika Dulfi emosi, jadi segera ku tarik tangannya. Namun ia melepaskan tanganku dan bergegas pergi.

ORIWhere stories live. Discover now