21. Ada Apa Denganmu

8.9K 815 35
                                    

Kuseret kakiku dengan malas menuju ruanganku. Tumpukan nota, document transmittal, serta report menumpuk. Ga masuk tiga hari berasa cuti tiga bulan. Tangan kananku sudah bisa digerakkan, namun masih ada plester yang memeluk tanganku mesra. Jadi baper.

Hal yang pertama kali kulakukan adalah cek email. Buseeeeet, seribu tiga ratus empat puluh lima email masuk. Ya Gusti, email yang masuk bikin ngelus dada. Lemotnya jangan ditanya. Pengen protes sama IT deh, kenapa email aku harus dimasukkan jadi bagian email marketing, email document control serta email untuk kantor cabang? Hufftt... banyak banget email penawaran yang masuk. Mari kita seleksi satu persatu-satu.

Hampir satu jam memilah email yang harus dihapus serta membalas email dari Client dan team marketing di Jakarta. Jum'at rasa senin ya begini ini. Pengen nangis Mama!

Clear masalah email lanjut ke tender announcement. klik website beberapa client dalam satu gerakan sambil mencari pengumuman tender-tender yang sedang dalam masa pra kualifikasi, pre-bid dan bid opening. Ingat dong kalau kami sudah sempat memasukkan beberapa document penawaran. Tender itulah yang harus aku cek, jangan sampai terlewat. Bisa digantung Bu Bos kalau lewat lagi. Iya, aku pernah lalai mencari informasi di web sehingga perusahaan kami dianggap decline.

"Mba.. udah sehat?" tanya Fanya begitu masuk keruanganku.

"hmmmm," jawabku tanpa menoleh kearah Fanya. Fokusku sekarang telah berpindah dari Laptop ke tumpukan report yang menunggu untuk di kirim. Admin yang mencakup Finance, HR, Marketing dan Document Control ya begini ini. Ga bisa cuti dadakan.

"Mba Ori kenapa sudah masuk? kenapa ga senin aja?" Fanya masih mencoba mengobrol denganku.

"hmmmm,"

"Mba iiiih, ditanya cuma hmmm hmmm doang."

"Nyaa... ini banyak banget kerjaan, lagi fokus nih," aku sebal. Bukan karena Fanya resek, tapi ga tau kenapa kalau liat Fanya jadi inget Dulfi.

"Mau aku bantuin?"

"Thanks Nya, tapi tolong jangan ganggu konsentrasi aku dulu ya, nanggung banget ini," Aku tersenyum lalu mulai bermesraan dengan tumpukan nota. Gimana mau istirahat di rumah, kalo sekarang waktunya closing petty cash? telat kirim pertanggung jawaban akan membuat transferan tertunda dan bisa mengganggu kestabilan rumah tangga di kantor ini yang berakhir dengan omelan Bu Yay. Aku lebih baik masuk kerja dalam kondisi sakit, daripada harus kena omel Bu Yay. Cantik sih, tapi serem.

"Sama Dulfi gimana mba?"

Ealah, ini bocah belum pergi juga? Padahal sudah kuusir halus.

"Apanya yang gimana?"

"sudah jadian belum?"

"...."

"Mbaa ...."

"Dulfi nolak aku Nya," bulir bening mulai menggantung dipelupuk mataku. Kenapa aku sedih ya?

"Yakin mba?"

Aku tersenyum hampa. "Rasain kamu Ri," Umpatku dalam hati.

"Dulfi keliatannya sayang banget kok sama Ori, jangan nyerah ya mba," Fanya menepuk bahuku kemudian pergi meninggalkanku dengan semua permasalahan hati ini. Aku memejamkan mata sambil meraba hatiku. Siapakah yang ku suka? Dulfi atau Putra?

Suara Charlie Puth memecah lamunanku. Dulfi menelpon. Panjang umur, baru juga diomongin.

"Hallo Baby, sudah dikantor?"

"Hai Fi, udah daritadi kali, lagi nyusun petty cash, baru bangun?"

"Iya, semalam pulang pagi, lelah banget."

ORIWhere stories live. Discover now