-part 2-
.
.
Rivera mengangguk membalas sapaan dari salah satu security yang menyambutnya di depan lobi kantornya. Rambut wanita itu tertiup angin dari pendingin ruangan yang berada tepat di atas pintu kaca yang baru saja dia lewati, membuat tangan kirinya bergerak secara alami menyisir bagian atas kepalanya, mengembalikan tatanan rambutnya seperti semula.
"Pagi Bu Pera!"
Sedikit dongkol mendengar namanya diubah sembarangan oleh Jaja yang berpapasan dengannya, setengah hati Rivera mengangguk menanggapi sapaan office boy yang terkenal ganjen dan dihindari seluruh karyawati di gedung kantor itu.
Rivera melangkah memasuki gedung kantornya, wajahnya terangkat dengan percaya diri, tidak peduli dengan sekelilingnya. Pantang untuknya berjalan menunduk. Lagi pula, bukan kah harusnya begitu cara berjalan yang benar? Maksud Rivera, kebanyakan orang sekarang lebih memilih berjalan sambil bermain ponsel atau bercanda haha hihi dan tidak fokus dengan langkahnya. Itu ceroboh, membahayakan menurutnya.
Sayang, tidak banyak orang yang sepaham dengan Rivera. Mereka bilang Rivera sombong, caranya berjalan sangat angkuh, seolah menantang siapa pun yang menghalangi langkahnya. Menurut Rivera sih, tidak ada yang salah dengan cara berjalannya. Lagi pula, dia tidak pernah meminta mereka menyingkir begitu mendengar suara hentakkan dari high heels yang dia kenakan.
Nah, seperti sekarang! Mereka memecah membentuk kelompok-kelompok random, mengosongkan bagian tengah lobi untuk dia lewati.
Rivera berhenti tepat di depan lift yang pintunya masih tertutup. Sama seperti yang lain, dia menunggu giliran menggunakan kotak besi itu untuk membawanya ke lantai tujuh, tempat di mana ruang kerjanya berada.
Seperti hari-hari biasanya. Rivera akan berdiri di tengah sendirian, yang lain berada di pinggir-pinggir lift atau bersandar di dinding dekat tempat sampah, atau di sudut lobi dekat pot bunga.
Yeah! Menggelikan. Kadang Rivera merasa seperti memiliki penyakit menular yang wajib dijauhi.
Rivera tau sih, bukan itu alasan mereka.
Menurut Tika; manajer HR dan GA di kantornya, merangkap partnernya bergibah sejak SMA—walaupun tanpa informasinya Rivera mampu mengetahuinya sendiri, mereka—orang-orang yang menghindari Rivera, karena mereka segan dengannya. Oh! Kalau menggunakan bahasa Rivera, dia lebih suka menyebut mereka pengecut.
Lagi pula apa sih yang membuat mereka takut dengan Rivera? Rivera 'kan bukan kanibal yang akan memakan mereka.
Menurut informasi Tika lagi, mereka berpendapat Rivera ini atasan yang galak, sadis, tiran, diktator, semena-mena.
Rivera berpikir ... what the hell! Aku terlihat semengerikan itu, ya karena mereka. Jangan salahkan aku kalau mereka bertindak bodoh, berpotensi merugikan perusahaan sehingga membuatku marah dan memberikan hukuman sebagai ganjaran dari kesalahan mereka.
Enak saja! Jabatan manajer ini kan amanah. Rivera tidak bisa sembarangan dong. Saat ada karyawan yang salah masa Rivera malah harus memberikan bonus, begitu?
"Mati lu! Emak tiri noh nangkring di depan lift."
Nah! Ini lagi.
Rivera misuh-misuh dalam hati saat panggilan 'kesayangannya' itu disebut.
Emak tiri adalah panggilan 'sayang' untuk Rivera dari seluruh staff di divisi pemasaran, dan sebagian besar penghuni kantornya, di luar panggilan lain yang lebih kreatif seperti Rama yang memanggilnya Titisan Kuntilanak, atau Danar yang memanggilnya Medusa, bukannya Rivera tidak tau tentang panggilan-panggilan itu, dia cuma tidak peduli.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cupid's Mistake
General Fiction[SEBAGIAN CERITA SUDAH DIHAPUS] Bukan cerita cinta dua dunia, tentang vampir anemia yang jatuh cinta sama cewek cantik rakyat jelata. Ini cuma tentang Rivera, wanita di penghujung usia 29 tahun, perawan tua, bos dari makhluk-makhluk kurang amal di d...