No edited!
Dylan dan Devan sedang bermain basket di lapangan yang ada didekat perumahan Dylan.
Setiap sore mereka selalu menghabiskan waktu untuk bermain bersama karna memang sedari TK mereka sudah berteman dan Ibu mereka juga bersahabat.
"Gua mau kenalin cewek ke elu." ucap Devan sambil mengoper bolanya ke Dylan.
"Terus?" Dylan menangkap bolanya lalu men-dribbel bola tersebut kemudian melompat dan shoot bolanya masuk. Dylan berhasil melakukan three point.
"Inceran gua." ucap Devan lagi sambil nyengir namun hanya mendapat delikan bahu dari Dylan.
"Bentar lagi UN, mending lo belajar biar ngga nyontek mulu." Dylan melempar bolanya ke tengah lapangan kemudian ia duduk sambil meluruskan kaki dan mengatur nafas.
Devan ikut duduk disampingnya, "Dia cantik tapi kurang satu." ucap Devan sambil menerawang kedepan.
"Apa?" tanya Dylan tanpa menatapnya.
"Kurang peka." Devan terkekeh, Dylan mendengus pelan.
"Sini biar gua buat peka." ucapnya yang mendapat tinjuan keras di bahu dari Devan.
***
Dylan duduk dengan canggung didepan Devan dan seorang gadis seumuran dengan mereka. Gadis itu cantik seperti kata Devan sebelumnya, rambutnya yang lurus hingga punggung dan dihias jepitan di poninya, hidung mancung, mata bulat dan bibir pink.
Sial! Kenapa dia jadi mengamati gadis itu?
"Ini kenalin namanya Dania Anissa." ucap Devan yang langsung mengalihkan tatapan Dylan.
Dylan mengulurkan tangannya yang disambut oleh gadis itu kemudian mereka menyebut nama masing-masing. Terkesan formal memang mengingat mereka masih kelas 3 SMP namun itu yang diajarkan oleh Ibunya kepada Dylan.
Setelah jabat tangan itu selesai mereka pun memesan makanan dan mulai mengobrol, Devan yang lebih sering bersuara dan Dylan hanya menjawab seperlunya.
Namun yang paling membuat Dylan heran adalah Dania.
Gadis itu tak pernah berhenti menatapnya.
---
Dylan sedang berjalan pulang menuju rumahnya yang tak jauh dari sekolah, hari ini adalah hari ke dua Ujian Nasional dan besok adalah hari terakhir. Dylan ingin segera pulang karna Ibunya sudah berjanji untuk mengajaknya ke makam Ayahnya hari ini.
Setibanya dirumah Dylan membuka pintu yang tidak terkunci sambil mengucapkan salam namun keheningan yang menyambutnya, Dylan berjalan menuju dapur tempat Ibunya biasa menghabiskan waktu namun lagi-lagi kekosongan yang didapatnya.
"Ma?" panggilnya namun tak ada yang menjawab, Dylan berjalan kedepan menuju kamar Ibunya dan membuka pintu kamar namun sama. Kosong.
Dylan kembali ke dapur untuk mengambil minum dan ada sesuatu yang menarik perhatiannya, secarik kertas yang ia yakini Ibunya-lah yang menempel kertas itu didepan pintu kulkas.
Dylan menarik lalu membacanya.
Mama keluar, bentar lagi pulang. Kamu makan ayam goreng Mama udah taruh diatas meja.
-Mama-
Anak cowok itu menghembuskan nafas, kesal karna Ibunya kembali melupakan janji mereka hari ini, kemudian Dylan naik ke kamarnya untuk mengganti seragam.
Setelah mengganti bajunya dengan yang lebih santai Dylan merebahkan tubuhnya ke kasur dan tiba-tiba ponselnya bergetar tanda ada panggilan masuk.
Dylan meraih ponsel lalu mengernyit bingung ketika melihat nomor yang tak ia kenali disana.
Ia-pun menggeser tombol hijau kemudian menempelkan benda itu di telinganya, belum sempat ia berkata halo suara diseberang sana membuat tubuhnya menegang, dengan cepat Dylan memutuskan panggilan lalu berlari secepat kilat keluar rumah bahkan tanpa mengunci pintu, urusan belakangan jika nanti Ibunya akan marah.
Sesampainya Dylan di lokasi ia langsung disambut dengan lemparan batu entah darimana datangnya, untung saja ia sempat menunduk, Dylan mengedarkan pandangan ke segala arah lalu matanya menangkap seorang gadis yang sedang jongkok sambil menutupi bagian kepala dengan tasnya.
"DANIA!!"
Dylan menghampiri Dania yang badannya sudah gemetar ketakutan, gadis itu berbalik lalu melihat Dylan seperti melihat sebongkah berlian. Dania langsung berlari menghampiri Dylan, memutar tubuh cowok itu dan langsung menubruknya.
"WOI ADA POLISI!" entah itu teriakan siapa Dylan tidak perduli dan yang paling membuatnya panik adalah telapak tangannya terasa basah, Dylan melonggarkan pelukannya namun itu membuat Dania terjatuh hingga Dylan kembali menopangnya dan kepanikannya kembali bertambah ketika mengetahui bahwa Dania tak sadarkan diri.
"Dan, bangun Dan." Dylan menepuk pipi gadis itu yang tak kunjung bangun, Dylan yang diserang panic attack tidak tau harus melakukan apa selain membuat gadis itu tersadar, Dylan menempelkan jarinya diujung hidung Dania dan merasakan nafas gadis itu tersendat-sendat.
"BANGSAT!!" seruan itu mengejutkan Dylan, ia lantas mendongak dan melihat Devan yang tengah menatapnya dengan tajam, wajahnya dipenuhi dengan lebam dan sudut bibirnya sobek.
Devan mengambil alih Dania dan tetap menatap tajam Dylan namun juga tersirat kesedihan dan kekecewaan disana.
"Selamat Lan, lo berhasil buat dia peka."
Kemudian Devan meninggalkan Dylan yang masih membatu ditempat.
Dania menyelamatkannya?
*Sebulan berlalu dan Dylan tidak pernah lagi bertemu dengan Devan maupun Dania, mereka bagaikan hilang ditelan bumi. Dylan bahkan setiap hari ketempat biasa dia dan Devan bermain basket namun tidak juga pernah melihat Devan.
Jangan tanyakan berapa sering Dylan ke rumah Devan yang saat ini sudah ber-plat "DI JUAL" Dylan tidak tau kemana lagi harus menemukan Devan dan Dania.
Dylan kembali memantulkan bolanya ke ring dengan tidak bersemangat, saat ingin mengambil bola berwarna oranye itu ada sebuah tangan sudah mengambilnya duluan.
Dylan mendongak dan membulatkan matanya ketika melihat Devan yang mengambil bola itu.
"Van." ucapnya namun Devan menatapnya tajam dan langsung melempar bola itu kearah Dylan.
"Ada ap– woyy!!" Dylan menatap Devan heran karna sekarang tangan Devan sudah ada di kerah bajunya dan satu tinjuan mendarat di rahang Dylan membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Lo apa-apaan sih?" ucap Dylan yang sudah tersulut emosi, dia tidak tau apa-apa dan langsung mendapatkan pukulan? Yang benar saja!
"Lo pembunuh!" Devan kembali meraih kerah baju Dylan dan memberi pukulan ditempat yang sama hingga makin banyak darah yang keluar.
"LO UDAH BUNUH DANIA BANGSAT!!" Devan memukul Dylan bertubi-tubi bak orang kesetanan.
Mendapat sedikit kekuatan, Dylan berhasil mendorong Devan hingga kini mereka berdua berbaring di lapangan basket, Dylan berusaha duduk sambil sesekali meringis karna pipinya terasa kebas dan ngilu.
"Gua ngga tau apa masalah lo sampe mukulin gua Van." Dylan kembali meringis saat ia menyentuh sudut bibirnya.
"Lo sama nyokap lo sama aja!" Devan berucap tajam tanpa melihat Dylan.
"Maksud lo apaan, hah?!!" Dylan berteriak, lebih baik menghina dirinya daripada Ibunya.
Devan berdiri lalu melemparkan sesuatu kearah Dylan.
"Mulai sekarang lo bukan sahabat gua lagi Lan."
Setelah itu Devan meninggalkan Dylan yang meremas benda yang dilemparkannya tadi.
Tertera jelas nama yang ada di undangan itu. Nama Ibunya dan Ayah Devan.
–––
Oke, ini part Flashback pertama yah karna gue masih akan post beberapa part flashback lagi. Jadi masalah Dylan–Devan–Dania udah kelarkan? Udah jelas kenapa bisa musuhan? Kan kan kan?
Kalo ada waktu besok malam gue post part 18. Siapa yang nunggu?😂😂
Maaf banget kalo slow update, udah kelas 12 jadi sibuk –sok sibuk tepatnya– :v
Yaudah itu aja :v jangan lupa vote dan comment yah😘😘
–Aprxx (11/08/2016)