No edited!
Dila menjalankan mobilnya masuk kedalam kawasan perumahan elite yang ada dibilangan Jakarta Selatan. Entah kemana perginya Dela sehingga saat ini ia hanya sendiri, padahal biasanya mereka selalu bersama bak sebuah perangko dan amplop.
Ia berdiri disebuah rumah mewah tapi seperti tak terurus dengan baik. Ia membuka pintu rumah dan hembusan angin pun menyambutnya.
Rumah ini besar namun dingin.
Dingin dalam artian yang...
Ah susah untuk dijelaskan.
Dulu rumah ini hangat akan kasih sayang kedua orang tua kepadanya dan Dela.
Dulu rumah ini hangat karna setiap hari jika pulang sekolah ia disambut dengan harum masakan mamanya.
Dulu rumah ini hangat karna setiap weekend papanya akan dirumah menghabiskan hari minggu bersamanya.
Terlalu banyak kata dulu sehingga ia tidak sadar kalau saat ini ia berada dimasa sekarang..
Sekarang tidak ada lagi kehangatan dalam rumah ini, yang ada hanyalah dingin yang mencekam menusuk pori-pori kulitnya.
Sekarang tidak ada lagi harum aroma masakan mamanya ketika ia pulang sekolah.
Sekarang tidak adalagi papanya yang menghabiskan hari minggu bersamanya.
Dila menghembuskan nafas kasar, dicengkramnya gagang pintu itu kuat-kuat seakan hanya gagang pintu itulah yang menjadi penopang dirinya saat ini.
Segala sesuatu terjadi karena suatu alasan, tapi tolong jangan tanyakan alasan mengapa dirinya seperti ini.
Dila pun memantapkan hatinya dan masuk kedalam, saat berada diruang tamu Dila disambut sama Bi Lastri, pembantu rumah sekaligus orang yang merawat mamanya.
"Mama mana?" tanyanya pada Bi Lastri.
"Ada dikamarnya Non." jawab Bi Lastri sambil menunduk.
Dila pun berjalan melewati Bi Lastri dan langsung naik keatas menuju kamar mamanya.
Dila memegang gagang pintu itu dengan tangan bergetar, ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya, inhale exhale inhale exhale.
Didorongnya pintu itu dengan sangat perlahan dan melangkahkan kakinya kedalam kamar.
Dan pemandangan yang sama kembali menyapanya. Mamanya sedang duduk diatas kursi roda sedang menatap halaman belakang rumahnya namun sebenarnya mamanya tidak menatap apapun.
"Ma.." lirih Dila lalu berjalan menghampiri mamanya. Dila berlutut dihadapan mamanya, dan wanita itu mengelus rambutnya dengan sayang.
"Dila kangen Mama.." dan pertahanannya pun runtuh, untuk pertama kalinya sejak 3 tahun terakhir Dila menangis, menangisi takdir yang sangat jahat padanya.
Mamanya masih terus mengelus puncak kepalanya tanpa mengucapkan apapun tapi Dila tau bahwa mamanya juga menangis. Mereka sama-sama menangisi nasib yang tertimpa pada keluarganya.
Dila mengangkat kepalanya yang langsung berhadapan dengan seorang wanita paruh baya yang masih cantik walau sudah tidak muda lagi.
Mamanya sangat cantik tapi mengapa laki-laki itu tega menyakiti mamanya?
Dila menggenggam tangan mamanya yang masih menatap kosong didepan walau airmatanya masih mengalir. Gadis itu mengusap airmata mamanya dengan lembut lalu menangkup pipi mamanya dengan dua tangan.
"Dila akan terus berusaha buat cari donor mata untuk mama, mama sabar yah." janjinya yang disaksikan oleh semesta.
Mamanya mengangguk dan ikut memegang tangan Dila yang menangkup pipinya. "Dela mana?" tanya Sarah -Mama Dila&Dela-
"Tadi dia ada urusan, tapi nanti aku bakalan dateng sama dia lagi kok Ma.."
Dila melirik jam tangan yang berada di pergelangan tanga kirinya lalu meringis kecil, sudah sore dan dia terlambat.
Ternyata menangis bersama mamanya membutuhkan banyak waktu.
"Ma.. Dila harus pulang." ucapnya. Mamanya hanya mengangguk, Dila mencium kedua pipi mamanya lalu keluar meninggalkan mamanya yang sedang melambaikan tangan kearah halaman rumahnya.
Mungkin mamanya lupa kalau pintu kamar berada dibelakangnya, bukan didepannya.
•••
Dila berjalan agak cepat karena dirinya sudah terlambat satu jam dari waktu yang sudah ditentukan.
Setelah pulang dari rumah mamanya tadi Dila disambut dengan semprotan Dela karna meninggalkannya disekolah dan terpaksa dia nebeng sama Alika.
Dan setelah menjelaskan kemana perginya, disinilah Dila sekarang. MM Cafe.
Matanya mengitari seluruh sisi Cafe dan akhirnya menemukan prianya yang sedang memainkan Handphonenya dengan bosan.
Dila menghampiri Dylan dan langsung duduk dihadapannya. "Telat!" Dylan menatapnya tajam namun Dila hanya membalasnya dengan senyuman manis yang membuat Dylan luluh seketika.
"Ngga usah senyum-senyum." Dylan mengalihkan pandangannya kearah jalan raya, posisi duduk mereka saat ini sangat strategis mereka dapat melihat orang yang masuk kedalam Cafe dan mereka juga dapat melihat orang yang berlalu lalang diluar Cafe.
"Dydil.." panggil Dila pelan langsung membuat dada Dylan berdesir, Dila selalu memanggilnya seperti itu ketika ingin menggoda Dylan saat mereka sedang 'marahan' dan sialnya itu selalu berhasil membuat Dylan tak marah lagi kepada Dila.
Dylan kembali mengalihkan pandangannya ke Dila dan menggenggam tangan gadis itu yang sedang nganggur diatas meja.
"Jangan deket-deket sama Devan yah?" ucapnya memohon layaknya anak kecil yang meminta permen kepada ibunya.
"Emang kenapa?" tanya Dila tapi tak urung dirinya tersenyum karena ucapan Dylan barusan.
Saat bersamanya seperti ini tak ada lagi Dylan yang dingin dan ketus melainkan Dylan yang manja dan posesif.
"Aku cemburu Dila.. kenapa kamu ngga ngerti sih?"
***
Bersambung..
Gantung?
Pendek?
Sengaja :pOhiya.. selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf bila ada salah kata atau apapun itu :))
Tunggu update-an selanjutnya yah..

YOU ARE READING
Duo Troublemaker
Teen FictionSatu gadis Pengacau disekolahmu mungkin bisa kau atasi, tapi bagaimana jika ada dua? Kembar pula. Dila Rasyifa Nathania dan Dela Razheena Nathania. Gadis penguasa SMA Harapan. Apa yang akan dilakukan Dylan sang Ketua Osis untuk membuat kembar ini b...