Author's POV
.
Odic : "Bengong aja bro?!"
.
Ryan : "Serba salah gw bang. Jujur salah, gak jujur pasti lebih salah lagi."
.
Odic menepuk pundak Ryan mencoba menyalurkan ketenangan untuknya.
.
Odic : "Ya ade gw cuma sedih aja denger lo harus sekolah di America. Secara Jakarta Bali aja dia udah uring-uringan mulu."
.
Ryan menatap kosong pada atap rumah tetangga-tetangga sekitar rumah milik keluarga Syarief itu.
.
Ryan : "Iya kemarin alasannya ya karena gw harus berangkat ke Amric Bang sampe harus ingkar janji, cuma gw belum berani jelasin ke Ii."
.
Odic : "Jadi kalo kemaren gw gak ngerjain lo, bilang Ii di UGD dan bakalan dirawat di RS, lo mau main asal kabur ke Amric aja gitu tanpa pamit sama adek gw? Minta di hajar juga lo!!"
.
Ryan : "Ampun bro!! Gak tega dan gak berani gw pamit face to face bang. Katakanlah lo bilang gw pengecut. Gak peduli gw mah, karna kenyataannya gw emang pengecut. Takut sedih gw liat muka ii."
.
Raut wajah Ryan menyiratkan rasa takut akan kehilangan yang mendalam. Sedangkan wajah Odic malah berubah menjadi senyam-senyum penuh arti.
.
Odic : "Gak usah berkelit lagi deh lo sama gw. Kayak begini disebut sahabatan? Bohong banget lah. Gw laki-laki juga bro. Gak segininya bro perasaan seorang laki-laki mau pamit sama sahabatnya untuk study keluar negri."
.
Dengan santainya Ryan menenggak cairan pada gelas yang sejak tadi berada didalam gengaman tangannya.
.
Ryan : "Memang kenyataannya sahabatan bro!!"
.
Odic : "Sahabat tapi cinta ini mah."
.
Ryan hanya menerawang jauh menatap langit.
.
Odic : "Lo udah lulus screening gw dan Daddy. Gw percaya kalo lo pasti bisa jagain Ii. Kenapa gak lo resmiin aja?"
.
Ryan hanya menggeleng dengan pasti, seulas senyuman simpul dilontarkan sambil menghadap ke arah Odic berada.
.
Ryan : "Walau gw jauh, dan tanpa gw resmiin sekarang, gw janji sama lo bang, gw bakalan tetep jagain adik lo. Jujur gw akuin sama lo bang, gw cinta sama adik lo. Gw yakin dia akan jadi milik gw. Tapi bukan sekarang!"
.
Ryan diam sejenak mulai kembali dengan tatapan kosong menerawang ke atap rumah. Tak lama kemudian melanjutkan kembali kalimatnya.
.
Ryan : "Pada waktu yang tepat nanti. Biarkan dia mengenal pria-pria lain diluar sana. Begitu juga sebaliknya."
.
Odic : "Modus lo! Bilang aja lo mau bebas kenal bule-bule Amric?! Kalo lo laki, harus berani komitmen dong?! LDR bisa kali!! Nyesel lo kalo Ii udah jatuh cinta sama orang lain."
.
Ryan : "Bukan gw gak berani komitmen. Gw mau kita bisa mengeksplore masa muda. Dan gw gak mau hubungan gw dan Ii akan selesai pada tahap cinta monyet."
.
Odic : "Okay! Will see it!! Pokoknya, kalo sampe lo sakitin Ii di kemudian hari. Lo tau kan siapa yang harus lo hadapin?"
.
Ryan : "Hajar gw sepuas lo kalau sampai itu terjadi. Gw gak akan ngelawan lo bro."
.
Odic : "Samperin Ii gih! Tuh dia lagi bengong di pinggir kolam."
.
Tangan Odic menunjuk pada satu titik tepat di pinggir kolam. Posisi mereka saat ini berada di balkon atas, depan kamar Odic. Pandangan mata Ryan langsung menatap lurus pada titik dimana Ii duduk. Dipinggir kolam, dengan kedua kaki dicelupkan dan pikiran melayang jauh entah kemana. Siapapun yang melihat akan mengetahui bahwa ada hal yang sedang dipikirkan.
.
.
.
.
Ryan : "Bengong aja, kesambet lo!"
.
Ii : "Rese! Ganggu aja orang lagi asik."
.
Aduh kenapa ni anak muncul lagi sih? Oke aku udah maafin dia karena dia udah jelasin apa alasan dia ingkar janji. Tapi..
.
Ryan : "Jalan-jalan yuk?!"
.
Aku menengok ke arah asal suara dan memandangnya dengan ekspresi aneh.
.
Ryan : "Tapi naik taksi, aku kan gak bawa mobil."
.
Seperti biasa, sepertinya Ryan punya kemampuan hipnotis. Aku tidak kuat berlama-lama ngambek pada sahabatku yang satu ini. Kemarin-kemarin saat tidak berhadapan langsung dengannya aku mampu menghindari semua pesan dan telepon darinya. Tapi kalau sudah berhadapan langsung begini, sangat sulit untuk berlama-lama marah padanya.
.
Ii : "Mau kemana? Izin dulu sama Daddy. Kalau diizinkan baru kita pergi."
.
Ryan : "Pasti dong jelek..!!"
.
Ii : "Enak aja, aku jelek kamu apa?"
.
Ryan : "Aku... Sahabatnya si Jelek.."
.
Tuh kan selalu ngeselin.
.
Ryan : "Udah sana ganti baju. Jangan bengong aja, nanti semakin malem. Aku digantung lagi nanti sama dua jagoan kamu."
.
Ii : "BAWEL!!! Sana kamu izin dulu sama Daddy dan Bang Odic!"
.
.
Sudah aku duga, Daddy pasti akan merelakan salah satu mobilnya untuk dipinjam demi tidak melihat aku menggunakan taksi.
.
Ryan : "Mau makan? Nonton? Main?Atau kemana?
.
Ii : "Yang ngajak siapa? Kok tanya aku mau nya ngapain?"
.
Ryan, terlihat serba salah. Perasaan kesal didalam hati ku masih cukup terasa, sehingga membuatku masih berusaha untuk bersikap ketus pada Ryan.
.
Ryan : "Ya aku sih maunya semua nya kalo bisa mah."
.
Ii : "Makanya sekolahnya di Indonesia aja. Jadi kita masih bisa main. Ini malah ke America. Pulang 1 tahun sekali juga belum tentu pasti. Huh."
.
Aku pernah merasakan bagaimana rasanya jauh dari orang yang aku sayangi. Layaknya waktu aku harus mengetahui pertama kali Bang Odic memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Jakarta. Aku membayangkan bagaimana perubahan-perubahan kebiasaan itu harus terjadi. Dulu hampir setiap hari aku bertemu sama Ryan. Ryan bagiku adalah sahabat yang sudah seperti keluarga sendiri. Sejak dibangku taman kanak-kanak kami bersama.
.
Ryan : "Jangan lebay! Kamu kayak pacar yang mau diajak LDR an aja sih ngambeknya. Aku setahun sekali pasti pulang deh. Seriusan! Janji!"
.
Jari telunjuk dan jari tengah terangkat sebagai penanda mengikrarkan janji padaku.
.
Ii : "Males, gak usah janji-janji ih. Tar PHP?!"
.
Dia seperti tidak ada rasa bersalah nya sama sekali, malah tertawa terbahak dihadapanku.
.
Ryan : "Aku gak sabar ingin tahu bagaimana pacarmu nanti merayu kalau lagi berhadapan sama kamu yang ngambek begini??"
.
Ii : "Kok gitu pertanyaannya?
.
Ryan : "Gpp. Udah dong ah cemberut-cemberutannya. Mending happy-happy. Gak ada perpisah-perpisahan. Makanya gak boleh sedih-sedihan atau kesel-keselan ah."
.
Kami berdua menikmati waktu bersama kami malam ini dengan bermain disebuah game center untuk keluarga. Banyak game/permainan yang kami mainkan karena sekantong koin dibeli Ryan agar kami bisa dengan puas memainkan permainan yang kami inginkan.
.
Ii : "Aku mau boneka. Ayo Ryan main ambil boneka. Ii mau yang Doraemon itu yah, yah, yah?!"
.
Kata siapa bisa bermanja-manja dan bahagia hanya bisa bersama pacar? Nyatanya aku bisa bermanja-manja dan bahagia walau hanya bersama sahabat. Setelah puas menghabiskan semua koin yang sudah dibeli. Kami menyusuri mall tempat kami berada. Ryan merangkul pundakku terus tidak ingin beranjak dari sisiku.
.
Ryan : "Nanti kalau kita sama-sama sudah punya pacar, kita masih bisa tetap begini gak ya? Pasti nanti kamu udah gak manja lagi deh ke aku?"
.
Aku berhenti mendadak setelah mendengar ucapan Ryan. Dia ikut terdiam. Aku mencoba menatap wajahnya. Entah mengapa rasanya seperti berbeda. Dia terlihat menghindari tatapanku. Rautnya terlihat gugup.
.
Ii : "Aku kan memang manja, tapiii... kalau pacar kamu marah. Aku kamu bisa apa? hahaha.."
.
Aku menjawabnya berusaha sediplomatis mungkin. Aneh! Kenapa mendadak detak jantungku berdetak tidak normal seperti biasanya.
.
.
.
Hai hai maafkan saya baru update lagi..
Gimana masih pada penasaran sama kelanjutannya kisah Ii dan Ryan?? Apa pada bosen?? Ditunggu vote dan commentnya. Makin banyak vote dan comment makin cepet next.. Hehe
YOU ARE READING
Mother Complex
RomanceIni adalah kisah lanjutan dari 'Takut Jatuh Cinta' - 'Jatuh Cinta' - 'Perjuangan Cinta' - 'Keabadian Cinta' , cerita disini menceritakan seorang Prilly kecil, anak kandung dari Prilly dan Ali. Buat yang belum baca 4 judul diatas, bisa buka IG @lolab...
