Berawal dari perjodohan yang dilakukan oleh Ibunya, Neira mengenal Haikal, laki-laki yang sudah dua kali membuat insiden dengannya secara tidak sengaja. Neira bisa saja menolak. Sebab memutuskan hidup bersama dengan seseorang yang asing, dapat menim...
Setelah beberapa bulan bimbingan skripsi. Rela-rela begadang di depan laptop. Yang kesana kemari mencari dosen pembimbing. Belum lagi revisi sana-sini. Pada hari ini, Neira melaksanakan sidangnya. Hhh ... rasanya sangat gugup. Tangannya terasa dingin. Apalagi jantungnya yang berdetak dengan cepat.
Saatnya Neira masuk ke dalam ruang sidang. Sebelum masuk, ia mengucap basmallah, dan menarik napas lalu hembuskan secara perlahan.
Pada hari ini juga, Syifa, sahabatnya, juga melaksanakan sidang.
Setelah beberapa menit Neira masuk, Zaky dengan setelan kemeja lengkap dengan dasi ke luar dari dalam mobil miliknya, kemudian masuk ke dalam gedung kampus. Tentunya ingin bertemu dengan adiknya, dan juga ... Syifa.
Beberapa lama kemudian, Neira ke luar dari ruang sidang. Raut wajahnya masih terlihat tegang. Sungguh, di dalam sana suasananya sangat mencekam.
Zaky yang tengah duduk, langsung bangkit dan menghampiri Neira.
"Gimana?" tanya Zaky.
Neira tersenyum. "Alhamdulillah, lancar."
"Deg-degannya masih kerasa," gumam Neira.
"Hm? Kenapa?" tanya Zaky. Karena seperti mendengar Neira bicara.
"Hah? Enggak kenapa-napa. Oh, ya, kak Zaky ngapain ke sini? enggak kerja?" tanya Neira.
"Emangnya kakak enggak boleh ke sini?" bukannya menjawab, Zaky malah balik bertanya.
Triiingggg!
Suara dering ponsel berbunyi. Dan Neira yakini itu bukan suara ponselnya. Melainkan suara dering ponsel milik Zaky.
"Kakak jawab telpon dulu, ya," pamit Zaky. Setelah diangguki oleh Neira, Zaky menjauh untuk menerima panggilan. Dan Neira memilih untuk duduk di bangku yang memang tersedia di sana. Sembari menunggu Syifa selesai sidang.
Neira menatap koridor, berharap seseorang datang. Namun, sepertinya Haikal tidak akan datang. Karena tadi pagi sebelum berangkat Haikal mengatakan bahwa ia tidak bisa datang ke kampus. Padahal Neira ingin sekali suaminya itu bisa datang, dan memberinya ... semangat?
Baiklah, Neira mencoba mengerti. Haikal itu lagi sibuk. Dan pekerjaannya tidak bisa diganggu gugat.
***
Setelah sidang, Neira dan Syifa memilih untuk ke kafe tempat biasa mereka nongkrong. Mereka duduk di dekat jendela, sebelumnya mereka sudah memesan makanan.
"Lo itu kenapa, sih, Nei? Muka ditekuk mulu!" ucap Syifa. Tak berselang lama, makanan yang mereka pesan datang. Setelah pramusaji menaruh semua pesanan, ia berlalu.
"Ah! Gue tau!" Kata Syifa lagi sembari menjentikkan jarinya.
"Hmm." Neira hanya bergumam. Tebakan Syifa betul sekali.
"Yaelah, Nei! Suami lo, kan sibuk. Maklumin aja," ucap Syifa.
Iya, Neira tahu kalau Haikal itu super sibuk, tapi, emang enggak bisa luangin waktunya sebentar buat bertemu istrinya? Bahkan Zaky saja bisa, kenapa Haikal enggak? Hhh! Itu bikin mood Neira buruk!
Neira memilih untuk memakan es krimnya. Mungkin kalau ia makan yang manis-manis, mood nya akan kembali baik lagi.
Cewek-cewek kalau ngumpul itu suka lupa waktu.
Benar, seperti saat ini. Neira dan Syifa jalan-jalan ke mall hingga malam. Mereka lupa waktu lagi. Dan parahnya Neira tidak memberitahu Haikal terlebih dahulu. Kalau Haikal mencarinya gimana? Maka dari itu, Neira pamit pada Syifa, dan memutuskan untuk segera pulang.
Promoted stories
You'll also like
Di dalam taksi, Neira terus memeriksa ponselnya. Takutnya Haikal menelepon atau mengiriminya sebuah pesan.
Hingga Neira sampai di rumah. Terlihat, mobil Haikal sudah terpakir di pelataran rumah. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Ia takut kalau Haikal akan memarahinya karena pulang sampai malam. Ditambah tidak mengabari Haikal.
Dengan takut, Neira membuka pintu, dan mengucapkan salam. Namun tidak ada yang menjawab. Bahkan lampu ruang tamu tidak menyala. Ke mana Haikal?
"Mas ... " seru Neira memanggil Haikal. Namun tidak ada jawaban.
Mungkin lagi mandi, pikir Neira.
Setelah menyalakan lampu ruang tamu, Neira melangkahkan kakinya menuju kamar.
Ceklek!
Gelap.
"Mas Haikal itu udah pulang belum, sih?"
"Tapi, mobilnya ada. Kenapa orangnya enggak ada?"
Neira berbicara seorang diri.
Setelah menaruh tasnya di tempat biasanya, Neira merapatkan diri ke tembok. Berjalan mendekat saklar. Begitu tangannya sudah menyentuh benda kotak yang tertempel di dinding itu, ia menekannya.
Tring!
Kamar yang sebelumnya gelap, kini sudah terang. Begitu ia membalikkan badannya. Neira sedikit terkejut. Dan terdiam untuk beberapa saat.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Di sana, Haikal berdiri dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Di tangannya, ia memegang sebuket bunga.
Kemudian, Neira melangkah mendekat pada Haikal. Dalam rangka apa Haikal memberinya kejutan?
"Nih, buat kamu." Haikal memberikan sebuket bunga itu pada Neira. Otomatis senyuman Neira mengembang. Di hirupnya aroma bunga tersebut.
"Dalam rangka apa, Mas, ngasih Neira bunga?" tanya Neira. Seingatnya, ini bukan hari ulang tahunnya.
"Kamu lupa hari ini hari apa?" Haikal malah balik bertanya. Tentu saja, itu membuat Neira bingung, terlihat ia mengerutkan keningnya.
Tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Neira, membuat Haikal menghembuskan napasnya kasar. Kemudian, ia mengambil ponselnya, dan membuka aplikasi kalender, lalu menunjukkannya pada Neira.
"Te—rus?" sungguh, Neira tidak ingat ada apa dengan hari ini. Memangnya ada yang spesial?
Haikal menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hari ini, tepat pernikahan kita yang ke Satu," ucap Haikal.
"Hah? Masa?" Neira terlihat tidak percaya. Secepat itu, kah? Sudah satu tahun?
Neira menunduk malu. Kemudian, ia mengangguk samar. Detik berikutnya, Haikal membopong tubuh Neira. Membawanya bergelung di dalam selimut. Malam ini, Neira seutuhnya milik Haikal. Mereka bersatu atas nama cinta.