"Suzy, apa maksudmu? Apa yang kau katakan?" Myungsoo mencengkram bahu Suzy dengan kelopak mata berair. Pandangannya menatap dengan begitu mendalam kepada perempuan yang sudah berganti pakaian rapi dan tas bahu di tangannya.
Suzy mencoba melepaskan cengkraman tangan Myungsoo yang menyakiti bahunya, namun gagal. Suzy menggigit bibir bawahnya, "Hubungan kita berakhir disini, Myungsoo. Aku--"
"TIDAK!" Sergah Myungsoo secepat kilat. Cengkramannya dibahu Suzy semakin mengetat kala meneriakan perkataannya barusan.
Myungsoo tidak habis pikir, bagaimana Suzy bisa dengan mudahnya mengakhiri hubungan mereka secepat membalikkan telapak tangan begitu. Kedua manik mata Myungsoo menggelap dan rahangnya mengeras, "Kita baru saja... Kau bilang kau..." Myungsoo kembali mengatupkan mulut, tidak mampu meneruskan kalimatnya.
Kedua tangan yang mencengkram bahu Suzy perlahan mengendur, lalu terlepas, bersamaan dengan tubuh Myungsoo yang terhuyung kebelakang. Myungsoo terjatuh dengan kedua mata menunduk memandangi lantai kayu. Sebening air mata menetes dari pelupuk mata pria itu,
"Kajima, Suzy-ah..." Gumam Myungsoo sehalus angin.
Tubuh Suzy membeku, kedua kaki berbalut heels yang menapak lantai kayu itu tidak mampu melangkah. Pemandangan akan air mata yang terjatuh melewati pelupuk mata Myungsoo langsung menghujam tepat di jantung hati Suzy, membuatnya ingin mengurungkan niat awalnya. Suzy tahu, yang tersulit dari kisah cinta bukanlah menerima seseorang yang tidak kita cintai, namun, melepas seseorang yang kita cintai dengan segenap hati.
Hujan deras diluar sana semakin menjadi membuat suara berisik serupa hujanan batu yang tiada henti. Suzy memejamkan matanya sesaat ketika setetes air mata tak kuasa ditahannya lagi. Dengan segenap hati yang dipaksakan untuk menguat, Suzy mulai melangkahkan kedua kakinya berbalik arah dan keluar.
"Kajima..."
Langkah Suzy kembali terhenti ketika suara Myungsoo terdengar semakin perih di telinga. Pun, dengan kedua tangan yang kini melingkari lutut Suzy. Suzy membawa matanya mengarah ke bawah, menatap dengan bibir bergetar kepada kedua tangan Myungsoo.
Dan kali ini, tangisannya pecah.
***
Sehun bergeming, menatap langit Seoul yang penuh bintang. Sungguh bertolak belakang dengan Geoje yang kini sedang diguyur hujan dengan sangat deras-derasnya. Mobil Sehun terparkir dibawah pohon rindang, di depan pagar rumah Minhyuk dan Soojung. Rupanya, Sehun belum siap memasuki rumah bercat krem itu. Segala rencana yang disusunnya gagal, dan Sehun masih tidak memercayainya.
Terkadang, kita selalu menyesali apa yang terlanjur terjadi. Menyesali mengapa kita mengambil pilihan itu dan bukannya yang lain. Seperti itulah yang dirasakan Sehun saat ini, niat awal hanya ingin memainkan kedua perasaan Myungsoo dan Suzy--terutama Myungsoo, tentu saja. Tetapi, kali ini dia harus menyesali keputusannya membawa Suzy kemari. Seoul memberikan kenangan tidak indah untuknya, membuat Sehun lagi-lagi harus mencoret kota ini sebagai tempatnya untuk tinggal. Sama seperti New York.
Kedua mata Sehun menerawang kedepan, memandangi lampu jalan yang berpindah antara hidup dan mati dalam kurun waktu beberapa detik dengan pikiran yang melayang-layang ke beberapa tahun silam. Awal dimana dunianya yang bahagia direnggut oleh berita duka.
Kejadian itu sudah lama, namun rasanya selalu membekas tiap kali Sehun mengingatnya. Mungkin kedua orangtua nya tidak pernah tahu kalau sebenarnya satu rahasia besar yang coba disembunyikan mereka dengan mati-matian itu, diketahuinya. Bahkan, saat dimana rahasia itu baru saja akan di mulai.
"Kau menyelingkuhiku ketika kita bahkan sudah bertunangan?" Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang, seolah menjadi nyanyain elegi selama hidupnya. Dengan wajah bersimbah air mata dan suara yang bergetar, Ibunya bertanya dengan nada pilu kepada sang ayah yang hanya bisa menundukan kepalanya.
Ruangan itu nampak tegang dengan tangisan Ibu nya yang semakin menjadi. Sehun, yang tanpa sengaja mencuri dengar pembicaraan rahasia antara Ibu dan Ayahnya nampak mengencangkan cengkramannya pada bola yang dipegangnya. Sedangkan anak lain disebelahnya, nampak bingung ketika melihat ekspresi sahabatnya itu.
"Jin Mi?" Suara Ibunya terdengar lagi, kali ini seperti sedang menanyakan satu nama guna memastikan.
Sehun menatap Ayahnya melalui celah lemari yang tidak tertutup rapat itu dengan tatapan bingung. Dan, kening kecilnya mengerut ketika melihat kepala ayahnya yang menunduk, "Mianhae, yeobo-ya." Ucap sang Ayah dengan lirih.
"A-aku tidak tahu kalau dia mengandung, dia bahkan pergi dan kami tidak pernah bertemu lagi. Saat itu kami mabuk dan..."
"Dan kau membuat anak bersamanya?"
"Mianhae. Kau boleh menghukumku, aku akan menerimanya asal kau memaafkanku."
Sehun tidak bisa mengingat lebih rinci lagi, namun yang dia pastikan adalah sejak hari itu Sehun mulai mencaritahu siapa Jin Mi melalui buku alumni orangtuanya. Dan ketika umurnya semakin bertambah, dendam kepada seseorang bernama Jin Mi dan juga anaknya yang telah membuat Ibunya menangis itu semakin bertambah juga. Membuatnya bertekat akan membalaskan dendamnya dengan cara merebut apa yang dicintai oleh anak dari wanita bernama Jin Mi.
Dan Zedd, selalu membantunya hingga saat ini.
"Ya?" Sehun menggeser ikon panggil saat nama Zedd kembali menari-nari di layarnya.
"Aku kehilangan jejak, pelacak yang terpasang di ponsel Suzy tiba-tiba tidak bisa terdeteksi."
Sehun menutup matanya, rahangnya mengeras, "Gwenchana. Aku yakin Suzy akan menghubungiku besok." Ucapnya dengan perasaan ragu.
Sebenarnya, Sehun hanya meyakinkan dirinya soal kalimat terkahirnya tadi. Karena pada dasarnya, dirinya memang tidak yakin soal itu...
***
Cuitan burung terdengar samar melalui celah-celah jendela kamar yang masih nampak gelap dengan tirai tertutup. Tidak ada aktifitas disana, hanya saja suara dengkuran halus menandakan jika yang ada di dalam kamar itu sedang tertidur dengan pulasnya.
Matahari diluar mulai naik dengan malu-malu di Geoje setelah semalaman tadi hujan lebat mengguyur pulau itu. Suzy menggeliat pelan saat bunyi suara ciutan burung semakin ramai terdengar, dengan pelan Suzy mencoba membuka kelopak matanya yang terpejam, namun tak ayal pusinglah yang menyerang.
Setelah memijat pelipisnya dengan pelan dan menetralkan diri, Suzy kembali mencoba memuka kelopak matanya perlahan.
Dan gelap.
Ruangan itu gelap, namun Suzy bisa melihat matahari sudah bersinar dari balik gorden yang tertutup rapat itu. Suzy baru saja ingin membangunkan tubuhnya saat ia terjatuh lagi karena ada lengan lain yang menariknya kembali, membuat posisinya kali ini masuk kedalam pelukan hangat si pemilik tangan.
"Kajima..." Gumam Myungsoo dengan suara parau.
Suzy mendongak dan kedua matanya langsung tertuju pada bagian leher Myungsoo. Bibirnya baru hendak terbuka, kemudian mengatup kembali saat menyadari kalau apapun yang dikatakannya tidak akan merubah keadaan sekarang. Myungsoo tidak akan melepaskannya. Dengan menghela napas pelan, Suzy menyerahkan dirinya kembali kedalam pelukan pria itu. Kim Myungsoo.
*
Dua jam kemudian, Myungsoo dan Suzy terbangun. Ntah karena kedua pasang mata itu telah terjaga sepenuhnya atau karena panggilan alam yang mulai dirasakan mereka. Lapar.