9. Changed

1.6K 364 59
                                        

Pria itu berubah.

Itulah yang sejak tadi mengganggu pikiran Suzy. Suzy tidak yakin akan hal itu kemarin, namun sejak Troyes sampai di negara nya ini malam-malam sekali, bersama Freddy, keduanya langsung dijemput Sehun dan Suzy di bandara. Sehun tidak banyak bicara, tetapi pria itu masih menjawab pertanyaan Suzy dan memberikan perhatian kepadanya. Namun, kediaman Sehun pagi ini membuat apa yang diterka Suzy semalaman tadi seolah mencapai titik terangnya. Diiringi dengan keluhan dan makian Troyes yang ditunjukan kepada diri sendiri, lalu berakhir dengan kembali meminta maaf kepada Suzy. Suzy yakin kalau dia berbuat salah. Atau... Karena apa yang terjadi di kantor polisi kemarin!

"Suzy, aku minta maaf karena tidak crosscheck lebih dalam lagi tentang agency itu." Kata Troyes dengan suara menyesal. Mengambil tangan Suzy untuk di genggamnya.

"Troyes, aku bisa marah sungguhan kalau kau terus minta maaf begitu." Suzy mendesah, "Kepalaku sedang pusing karena Sehun pergi pagi-pagi sekali tanpa menemuiku seperti biasanya..." Ia menyuarakan kesedihannya.

"Maafkan aku, aku hanya tidak enak karena kau dipanggil ke kantor polisi..." Troyes mengeluh. Suzy meremas kedua tangan Troyes pelan. Lalu terkekeh, "Kau juga akan merasakannya hari ini."

Troyes meringis, "Iya. Apa mereka galak? Maksudku, seperti yang ada di film-film?"

"Tidak." Suzy tersenyum jujur, "Mereka memperlakukanku dengan baik."

Troyes berdecak, "Itu karena kau cantik, Suzy."

"Hei, itu tidak ada hubungannya sama sekali!" Suzy menggerutu.

"Tentu saja. Dengan wajah ini kau bisa membuat Sehun tidak bisa memalingkan pandangannya darimu. Bertahun-tahun." Troyes menggembungkan pipinya.

Kafetariat yang berada tepat besebrangan dengan kantor kepolisian Seoul ini lah tempat dimana kedua teman baik ini menunggu jadwal panggilan kesaksian Troyes hari ini. Tepatnya, satu jam lagi. Suzy menatap kearah luar jendela, dengan tangannya yang mengaduk-aduk latte yang dipesannya tanpa minat. Ada sedikit hatinya yang menyeri ketika menyadari kebenaran dari apa yang dikatakan Troyes.

Pria itu seratus persen benar. Sehun memang tidak bisa memalingkan pandangannya dari Suzy atau mungkin karena Suzylah yang tidak mau Sehun memalingkan pandangan darinya? Sejak tujuh tahun yang lalu, hanya Sehun yang menemaninya disana. Bersamanya. Mengetahui bagaimana ia dan Troyes membangun Suez dari nol. Dan yang terpenting, Sehun selalu memberikan bahu nya untuk Suzy.

"Suzy?"

"Uh, ya?" Suzy menoleh, memandang Troyes. Pria itu menaikkan alisnya, "Kau melamunkan apa?" Tanyanya. Sejak tadi dia memanggil wanita cantik ini, namun Suzy sama sekali tidak meresponnya.

"Kau ada masalah ya dengan Sehun? Sedang bertengkar? Oh my god! Apa ini pertengkaran pertama kalian?" Troyes menutup mulutnya. Pria itu mulai mengingat-ingat, selama dia mengenal mereka, Troyes tidak pernah melihat keduanya marahan--Tidak dihitung kalau Suzy yang mendiami Sehun karena pria itu telat datang atau karena pria itu tidak menepati janji untuk makan siang bersama mereka berdua--karena Sehun selalu menempatkan Suzy pada prioritas pertama pria itu. Dari sejak Troyes mengenal Suzy.

Makanya, ketika asumsi itu berakhir pada apa yang dilontarkannya dan Suzy hanya terdiam, tidak mengiyakan atau menyanggah ucapannya, Troyes yakin kedua orang yang dikenalnya itu sedang ada masalah.

"Tell me why, Suzy! Aku penasaran kenapa kalian bisa bertengkar..." Troyes menggoyang-goyangkan lengan Suzy.

"Kami tidak bertengkar," Suzy melengos, "Setidaknya itu yang kuyakini."

"So, kenapa Freddy dan Sehun tidak datang bersama kita? Biasanya Sehun rela meninggalkan pekerjaannya demi kau."

"Molla."

"Ha?" Troyes bengong ketika Suzy berkata menggunakan bahasa korea.

"Aku tidak tahu, Troy. Aku tidak yakin..." Suzy menundukkan kepalanya, menatap dengan pandangan tertariknya pada kuku-kuku tangannya yang berhias nail arts nan cantik. "Aku harap semua tetap sama..." Gumamnya sehalus angin.

***

Bayangan itu selalu saja muncul di kepalanya, menari-nari seperti sedang mengejek dirinya yang tak berdaya. Sehun memukul stirnya dengan marah, lalu menenggelamkan kepalanya pada kedua tangan yang melipat diatas stir kemudi.

"Kenapa kau selalu memakai jaket itu?"

Suzy tersenyum, "Hanya ini yang membatuku supaya terus ingat kalau aku pernah memiliki musim semi yang indah..."

"Aku akan membelikan seribu jaket baru kepadamu, Suzy."

"Shireo."

Sehun terkekeh ironis ketika pikirannya kembali melayang pada percakapannya dengan Suzy beberapa tahun lalu. Dengan bodohnya ia baru menyadari ada makna tersirat dari penolakan Suzy kepadanya. Bahwasanya, "shireo" yang dimaksudkan wanita itu mencangkup keseluruhan dari kata tidak itu sendiri.

"Ini sudah saatnya aku harus masuk ke dalam." Suara Freddy mengalun pelan dikeheningan mobil. Pria yang lebih tua lima tahun darinya itu sedikit merasa iba melihat sahabat sekaligus klien nya ini seperti ini. Terpuruk. Dan selalu menarik napasnya setiap tiga menit sekali.

Freddy tahu kalau Sehun dan Suzy pasti sedang ada masalah. Karena kalau tidak, Sehun tidak mungkin berkilah mengatakan jika ia dan pria itu harus pergi kesuatu tempat masalah pekerjaan. Padahal, yang sejak tadi mereka lakukan hanyalah duduk di dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari kafe dimana Suzy dan Troyes berada.

"Ini sudah waktunya?"

Freddy tidak bisa untuk tidak menghembuskan napas leganya ketika kepala Sehun mendongak. Ia mengangguk, "Sebenarnya masih lima belas menit lagi, namun kulihat Suzy dan Troyes sudah berjalan keluar kafe..." Freddy tidak tahu bagaimana melanjutkan kalimatnya. Karena tadi mereka berjalan bersama seorang polisi dan matanya melihat kalau Suzy dan polisi itu bergandengan tangan.

Sehun menaikkan alisnya.

"Apa?"

"Bukannya omonganmu belum selesai?" Tanya Sehun.

Freddy menggeleng, "Tidak. Itu saja."

Lagi-lagi Sehun menghela napasnya. Membuat Freddy yakin bahwa keputusannya untuk tidak memberitahu apa yang dilihatnya barusan memang benar. Freddy membuka safety belt nya, "Kau ikut masuk atau mau kemana?"

"Katakan pada mereka aku harus meninjau proyekku disini." Ucap Sehun.

Freddy mengangguk.

"Dan..." Sehun kembali bersuara dengan ragu. Berfikir sejenak lalu menggeleng pelan, "Sudah, itu saja." Ucapnya kemudian.

Sekali lagi Freddy mengangguk. Lalu melesat turun dengan handbag di tangan kanannya.

***

"Sehun-ah..." Suzy mencekal tangan Sehun, mencegah agar pria itu tidak turun dari mobil dulu mengikuti Troyes dan Freddy yang lebih dulu turun.

Tangan Suzy dingin, Sehun merasakannya. Jika dalam suasana biasanya Sehun pasti sudah menghangatkan tangan itu, namun ini berbeda. Sejak tragedi di kantor polisi itu dia sudah bertekat supaya ia tidak melakukan hal-hal apapun yang nantinya malah menyakiti dirinya sendiri.

"Aku..."

"Aku lelah, Suzy. Ayo turun." Potong Sehun. Senyuman yang terukir diwajah tampan pria itu membuat Suzy yakin kalau ini bukan Sehunnya. Faktanya, senyuman itu tidak sampai ke mata. Dengan lembut, Sehun menyingkirkan tangan Suzy pada lengannya. Kemudian membalikkan tubuhnya untuk membuka pintu kemudi, sebelum suara Suzy kembali menahannya.

"Ayo kita menikah."

Tangan itu kaku. Tubuh itu kaku. Bersamaan dengan suara pelan Suzy yang mengalun memenuhi bagian dalam mobil yang remang-remang. Sehun membalikkan tubuhnya, menatap Suzy dengan pandangan tak percaya, "Apa?"

Suzy mengigit bibirnya, kedua matanya menatap buku-buku tangan, "Aku tidak kalau tidak ada kau. Hanya kau yang selalu menemaniku. Aku..." Sebulir air mata itu lalu mengalir dari pelupuk matanya, Suzy mendongak, "Ayo kita menikah. Kalau hanya itu yang akan membuatmu tidak meninggalkanku. Ayo menikah, huh?"

***

Sori ya pendek. Aku lg di kereta dan gabut wkwkwk😭

One Day in Summer #2Where stories live. Discover now