"Alicia."
Aku berusaha untuk tidak mempedulikan panggilan dari orang yang duduk di sampingku tadi dan berjalan menjauh saat pelajaran sudah usai. Untungnya tubuh kecil ini memudahkanku untuk menyelip diantara kerumunan anak-anak yang lain. Aku berbelok kelorong kanan dan berjalan secepat mungkin menuju halte bus.
"Alicia, bisa kah kau berhenti sebentar?!"
Sekali lagi aku bisa mendengar panggilan itu namun aku tidak memperdulikannya. Justru kakiku melangkah lebih cepat untuk menghindari seseorang yang bisa sangat mudah memancing emosiku itu.
Aku juga tak mengerti. Kenapa dengan kehadirannya yang tidak normal itu membuatku sangat sensitif. Padahal begitu banyak hal dikehidupanku yang bisa kujadikan alasan kemarahan. Tapi nyatanya aku masih bisa mengontrol emosiku. Sebut saja Anggela sebagai contohnya. Aku tidak memiliki emosi seperti ini saat Anggela mengerjaiku. Aku bahkan tak terlalu memikirkannya.
Tapi dia!
Dia dengan sangat mudah mendapatkan diriku memuncakkan emosi padanya. Dia yang seenaknya datang di kehidupanku.
Dan sekarang, ia datang di kampusku menjadi seorang murid pindahan.Tentu saja ia bukan murid pindahan.
Dia makhluk asing yang memiliki kekuatan menakutkan. Aku bisa saja mengatakan itu pada semua orang, membongkar kebohongannya di depan public. Ia bisa menjadi buruan pemerintah kota dan hidupku akan menjadi normal kembali.
Seandainya bisa semudah itu. Karena mereka tak akan percaya kata-kataku begitu saja. Damian terlalu normal untuk dikatakan bukan manusia jika dilihat dari luar. Aku belum siap dikatakan gila oleh orang lain.
Damian Black.
Jadi namanya Damian. Hal yang tak terpikir olehku untuk menanyakan namanya beberapa hari kemarin. Karena aku juga tidak berencana memiliki urusan dengan makhluk itu. Sepenting apa namanya ketimbang asal usulnya.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di sekitar perumahan jika menggunakan bus. Aku hanya perlu berjalan 5 menit lagi memasuki blok. Kakiku berjalan dengan cepat seolah aku bisa merasakan kalau dia akan bisa dengan mudah menyusulku.
"Alicia." Aku tesentak dan berbalik cepat.
Damian berdiri beberapa langkah dariku dengan tas yang tersampir di bahu dan tangan yang bersembunyi di saku celana. Seharusnya aku tak perlu terkejut melihatnya bisa menyusulku secepat ini.
"Tolonglah. Dengarkan aku." Damian melangkah mendekat yang kusambut dengan kakiku melangkah mundur.
"Aku hanya tidak mengerti apa tujuanmu yang sebenarnya disini. Kau membuatku bingung."
Damian diam. Mulutnya sesaat terbuka namun kembali tertutup dengan cepat. Aku tidak cukup siap mendengar penjelasannya di pinggir jalan seperti ini. Siapa saja bisa mendengarkan di balik pepohonan sana. Dengan kaki menghentak aku berbalik dan lebih memilih berjalan menyusuri blok demi blok menuju rumah.
Bisa kurasakan langkah kaki yang sangat ringan mengikutiku. Damian tidak lagi mencoba bicara denganku dan hanya mengikuti dalam diam.
Saat aku membuka pintu pagar dan melangkah masuk, sebuah sentakan tiba-tiba membuatku berhenti. Jari-jari panjang itu mencengkram tanganku erat membuatku menatapnya dengan bingung.
"Apa?" tanyaku dengan kening berkerut.
"Jangan masuk." Ucapnya pelan. Hampir berupa bisikan.
"Kenapa?" Apa lagi maunya?
"Kurasa ada sesuatu di dalam."
"Kau bercanda." Aku mengangkat tangan dan menggoyang-goyangkan kunci rumahku di depan wajahnya. "Rumahku terkunci dengan aman. Tidak akan ada apapun di dalam."

YOU ARE READING
Shadow Kiss [Completed]
Romance(Proses Penerbitan) Alicia tidak pernah mengira jika mimpi aneh yang sering mendatanginya berarti sesuatu. Mimpi yang mempertemukannya dengan sebuah sosok bermata biru terang dan mengejarnya. sampai pada suatu pagi, Alicia terbangun dengan menatap...