Acara pun berjalan lancar. Hari, tanggal pernikahan dan semua tentang resepsi sudah dibicarakan tuntas lewat lamaran yang sudah berlangsung. Tinggal menjalankan sesuai rencana, semoga semuanya berjalan lancar, aku selalu berdo'a padaNya yang maha mengatur segalanya.
Acara ini memang sederhana karena hanya diundang orang-orang terdekat saja, selebihnya disaat acara pernikahan nanti baru lebih semarak walaupun tidak terlalu mewah. Karena aku sengaja bilang pada Riduan agar tidak terlalu mewah, ya standar saja seperti selayaknya acara pernikahan pada umumnya. Kupikir buat apa pesta pernikahan yang begitu mewah dan semarak hanya menghambur-hamburkan uang saja, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan berumah tangga. Karena kehidupan yang sebenarnya bukan terletak pada pesta pernikahan yang mewah namun kehidupan setelah menikah itu sendiri.
Memasuki kehidupan babak baru setelah menikah sudah menunggu, banyak sekali yang harus dipersiapkan dengan matang.
Apalagi Riduan ingin mempercepat membangun rumah minimalis idamannya setelah kami menikah nanti, jadi pasti sangat banyak butuh biaya. Belum lagi sekarang barang-barang memang serba mahal. Beruntung aku punya sedikit tabungan untuk membantu membangun rumah yang sangat kami idam-idamkan itu.
Kini kebanyakan tamu sudah pulang, tinggal keluarga terdekat yang masih asyik makan-makan dan ngobrol karena lama tidak bertemu. Kalau tidak ada acara-acara seperti ini rasanya mana mungkin keluarga besar bisa berkumpul karena sibuk dengan kehidupan masing-masing.
Rasanya aku benar-benar tidak menyangka akhirnya Riduan melamarku setelah pergelutan pikiran yang memaksaku untuk memilih.
Kini aku berjalan untuk mengambil makanan yang sudah terhidang, tinggal dipilih mau menu apa sesuka hati. Karena menu prasmanan sudah terhidang dimeja jadi tinggal pilih sesuai selera.
"Kak Musda!!" panggil Alya adikku mengejutkanku dari belakang.
"Aduh Alya bisa gak panggilnya jangan bikin kaget!" kilahku yang mengurut dada, untung kuah sop yang ada di mangkuk tidak tumpah ke lantai.
"Iya maaf Kak," jawab Alya nyengir. Lalu mengikutiku duduk di pojokan.
Acara memang masih berlangsung sampai siang, jadi masih ada sedikit tamu yang kebetulan baru datang. Acara ini memang terkesan santai.
Aku pun menghirup kuah sop dengan nikmat, hmm masakan Ibu memang nikmat dan rasanya punya ciri khas tersendiri karena didalamnya kaya akan bumbu rempah-rempah. Ibu memang tidak pelit bumbu makanya rasa masakannya terkenal enak. Aku bersyukur Ibu menggeluti usaha catering sejak lama, jadi semua masakan diacara ini memang Ibu sendiri yang buat dibantu keluarga-keluarga, adik-adikku dan tentunya aku sendiri.
"Kak Musda lagi marahan ya sama Kak Riduan? tanya Alya yang juga makan di sebelahku tapi dia memilih menu rawon dan juga sambil asyik menyantap hidangan di hadapannya.
Setelah mendengar Alya bertanya seperti itu tiba-tiba saja aku jadi tersedak. Untung tadi aku bawa segelas minuman mineral jadi bisa langsung minum.
"Kenapa kamu nanya seperti itu! memangnya terlihat seperti orang marahan?" tanyaku bingung sembari memicingkan mata heran dengan pertanyaan yang dilontarkannya.
"Hmm ya gak sich Kak, tapi sekilas dilihat Kak Musda kayak canggung gitu, dibawa santai aja Kak. Gimana nanti kalau udah malam pertama...!!" ucap Alya dengan santainya begitu saja yang membuatku hampir tersedak untuk yang kedua kalinya.
"Alyaaa...jaga ucapanmu!" ucapku mendelik padanya yang disambut lagi cengiran khasnya.
Hmm adikku yang satu ini kadang mulutnya itu tidak bisa direm, asal nyerocos begitu saja tanpa dipikir dulu. Padahal sebenarnya dia baik dan masih agak polos, maklum dia adik bungsuku yang masih agak manja.
"Kakak sebenarnya gak canggung cuma ya sedikit grogi aja, gak tau juga kenapa. Padahal akrab banget tapi kayaknya akhir-akhir ini Kakak bawaannya gugup gitu bila lagi...
Belum sempat aku melanjutkan kalimatku Riduan tiba-tiba saja datang menyapa.
"Eh asyik banget nich pada ngomongin apa?" tanya Riduan yang tiba-tiba saja datang menghampiri kami.
"Biasalah ngomongin masalah perempuan." Jawabku asal dengan mencoba tersenyum ke arahnya sambil meneruskan makanku.
"Ooh...kirain ngomongin aku," goda Riduan dengan pedenya yang kini duduk disebelahku.
"Hmm geer..!" jawabku dibarengi dengan tawa riuh aku dan Alya.
Aku dan Alya pun meneruskan makan dalam diam, karena makan akan lebih terasa nikmatnya disaat diam menyantap makanan. Sementara Riduan lagi melihat-lihat ponsel ditangannya.
Akhirnya selesai juga makanku, aku pun mengelap tisu hati-hati dimulutku takut semua lipstikku terhapus. Tiba-tiba aku memicingkan mata melihat sesosok lelaki berbaju kemeja kotak-kotak dengan dipadu padankan celana jens biru malam yang begitu sepadan dengan bajunya yang juga berwarna biru muda. Wajah itu serasa tidak asing lagi bagiku.
Dari kejauhan mata itu terus fokus menatapku, dengan penampilan yang mempesona.
Sesosok lelaki itu sepertinya sedang berjalan perlahan kemari menghampiriku. Detik demi detik langkahnya semakin dekat menuju ke arahku disertai senyuman tipis yang sedari tadi dia lemparkan kepadaku, sementara diriku hanya termangu melihat penampilannya yang begitu menawan. Bagaikan tak ada celah kurangnya sedikit pun, ditambah wajah yang memang rupawan.
Kini sesosok lelaki itu sudah sampai di dekatku. Yang membuatku rasanya tidak percaya akan kehadirannya setelah sekian lama menghilang bagai ditelan bumi. Kini dia hadir kembali tepat berada di depanku. Aku hanya diam terpaku di tempatku, lidahku rasanya kelu untuk sekedar menyapanya atau berbasa-basi lebih dulu.
"Hai Musda apa kabar?" tanyanya ramah masih disertai senyuman tipisnya. Dia tampak begitu tegar dan berwibawa.
Riduan dan Alya yang berada di sampingku pun terkejut akan kedatangannya, sungguh diluar dugaan. Seorang Faisal bisa datang diacara lamaran mantan kekasihnya. Sebuah hal yang bisa diacungi jempol, mungkin dia memang sudah move on dariku.
"Alhamdulillah baik." Jawabku singkat berusaha menguasai keadaan.
"Syukurlah...selamat ya semoga kalian bahagia!" ucapnya lagi di sertai uluran tangan.
Akupun membalas uluran tangannya untuk bersalaman. Kurasakan tangan kekarnya yang begitu hangat menerpa kulitku, lalu aku pun melepaskan tangan itu.
"Terima kasih" jawabku mencoba untuk tersenyum menjelajahi bola matanya yang hitam pekat. Kulihat ada kerinduan disana yang berusaha dia sembunyikan, tapi bukan hati saja yang tidak bisa berbohong. Mata pun juga tidak bisa berbohong. Makanya kalau seseorang itu berbohong dari bicaranya bisa dilihat dari matanya. Karena mata adalah jendela hati, kalau hati sedih pasti bisa terlihat juga dari mata.
Dipotong sampai sini dulu ya, biar semuanya pada penasaran..heheee...
Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca. Gak susah kok tinggal pencet bintangnya, kalaunya malas komen. Dengan meninggalkan jejak itu kalian sudah menghargai hasil karyaku..😊

YOU ARE READING
Siapa Cintaku
RomanceSeorang wanita yang bernama Musdalifah masih betah sendiri diusianya yang ke 28 tahun, ibunya sudah beberapa kali mencoba menjodohkannya dengan seorang pria, tapi Musdalifah selalu saja menolak untuk bertemu dengan pria pilihan ibunya itu, ibunya pu...