Part 6

18K 761 43
                                        

#Wanita lain suamiku 6#

Sebulan setelah perceraian dengan Nata. Aku kembali menata hidup dan hati agar kedepannya lebih baik.
Aku sudah tidak tahu bagaimana kabarnya. Ingin sekali jari ini memencet tombol ponsel lalu mengiriminya pesan, tapi syukurlah aku bisa menahan jari-jari ini agar tidak pernah mengirim pesan pada kontak yang awalnya tersimpan 'My husband😘'  berubah menjadi 'Nata'. Meski kontaknya terhapus sekalipun aku masih bisa mengingat dengan jelas nomor ponselnya. Jadi tidak ada bedanya aku hapus atau tidak. Tapi, rasa rindu yang tiba-tiba hadir untuk dia kini mulai berkurang.

Awalnya mama mertua tidak setuju dengan perceraian kami, tapi aku dan Nata menjelaskan pada Mama sampai akhirnya Mama bisa memahami keadaan kami. Setelah kami bercerai Nata menikah lagi dengan Medina. Aku pun diundang ke acara mereka. Tapi, aku tidak hadir karena tidak sanggup melihat lelaki yang kucintai bersanding dengan wanita lain. Itulah yang membuatku berusaha tidak menghubungi ataupun mencari tahu tentang keadaan Nata. Aku takut terluka melihat kebahagiaan mereka.

Bohong jika aku dengan cepat melupakan semua kenangan selama hampir 5 tahun bersamanya. Bohong jika aku langsung bisa melupakan dia, semua butuh proseskan? Tidak ada yang instan di dunia ini. Apalagi masalah hati yang patah butuh waktu untuk menyembuhkannya.
"Hmmm... Cukup Khanza nostalgianya." Aku pun mulai beranjak ke dapur untuk memasak.
Sebulan ini aku hanya berkutat di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Ayah sedang mengurusi bisnisnya diluar kota, sedangkan Bunda   sibuk dengan pekerjaannya sebagai kepala sekolah di salah satu SD negeri. Jadi, semua tugas rumah aku yang mengerjakannya, sambil menunggu panggilan kerja dari beberapa lowongan pekerjaan yang sudah aku kirimi surat lamaran dan CV ku.

Setelah membereskan rumah dan memasak, aku mandi dan berdandan. Aku pun mematut diri dicermin tampak wanita bermata besar, dengan pipi tirus dan bibir sedang memantul. Aku pun tersenyum sehingga tampak lesung pipi di pipi kiriku. Alhamdulilah wajah sudah tidak lesu lagi, berat badan pun kembali normal.
Setelah mematut diri aku langsung bertandang ke rumah Bayu yang tepat berada di samping rumah.
Tanpa permisi aku langsung nyelonong masuk ke dalam rumah Bayu. sejak kecil aku memang sudah biasa keluar masuk rumah ini.
"Kamu nggak ke rumah sakit bay ?."
Bayu malah asyik dengan sketsanya tanpa memperdulikan pertanyaanku. Aku pun menepuk pundaknya. "Ah Khanza, kapan kamu kesini?." Tanyanya lalu kembali fokus pada desainnya itu.
"Kamu nggak ke rumah sakit?."
"Aku sudah mengundurkan diri." Ujarnya enteng.
Aku pun mencubit lengannya. "Aduhh..Khanza, kenapa sih?" Peliknya kesakitan. Aku hanya terkikik melihat reaksinya.
"Kamu sih, bohong bilang mengundurkan diri."
"Aku serius. Papa mengizinkanku menjadi arsitek."
Ucapnya dengan senyum mengembang.
"Seriussssss?" Tanyaku tak percaya. Dia hanya menjawab dengan anggukan.
"Khanza aku punya waktu satu bulan untuk membuatmu jatuh cinta!." Ujarnya tiba-tiba sembari menatapku tajam tapi kali ini tatapannya berbeda.
"Kalau kamu tidak bisa membuatku jatuh cinta, lalu apa yang akan kamu lakukan?" Aku membalas tatapannya.
"Aku akan pergi melanjutkan study ke luar negeri dan menggapai mimpiku menjadi seorang arsitek."
Aku kaget mendengar jawabannya. Ada rasa sedih yang tiba-tiba hinggap dihati.
"Kalau kamu berhasil membuatku jatuh cinta lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"
"Aku akan menikahimu dan membawamu keluar negeri untuk mendampingiku meraih impian masa kecilku."
Aku pun memegang pundak Bayu. "Tugasmu sekarang buat aku jatuh cinta padamu."  Ucapku sembari tersenyum dengan senyuman yang paling manis. Bayu mengangkat jempolnya tanda setuju.
***

Malam ini aku dan Bayu jalan-jalan ke pasar malam. Dulu saat masih kecil kami sering kesini. Sepanjang jalan Bayu menggenggam tanganku erat takut aku hilang karena memang malam ini pengunjung begitu ramai, dari anak-anak sampai kakek-kakek dan nenek-nenek pun ada.

Aku tersenyum lebar saat dia berhasil melempar gelang tepat pada sasarannya. Boneka beruang pun berhasil kami bawa pulang. Setelah mencoba berbagai permainan dan mencicipi berbagai jenis makanan, kami pun beristirahat.
"Bay, inget nggak? Saat pertama kali aku haid, terus tembus. Aku nangis karena malu. Lalu kamu merelakan jaketmu untuk menutupinya."
"Iya, aku ingat."
"Bay inget nggak? Saat aku lupa bawa buku bahasa Inggris, padahal gurunya killer banget, tapi kamu relain buku bahasa inggrismu buat aku."
"Iya, inget. Kamu juga inget? saat Papa memaksaku jadi dokter, kamu satu-satunya orang yang yakin bahwa aku akan jadi arsitek. Karena ucapanmu itu adalah mantra yang membuatku lebih berani mewujudkan mimpiku." Aku melihat senyum manis di wajah Bayu malam ini.
Kembang api memutuskan percakapan kami. Aku dan Bayu fokus menyaksikan indahnya kembang api yang menghiasi langit.
"Aku bahagia melihat senyummu kembali mengembang." Celetuk Bayu. Aku pun menatap matanya, dia pun menatapku balik, kami pun tersenyum. Entahlah apa yang tengah aku pikirkan, tapi malam ini aku bahagia.
"Terimakasih bay, tolong buat aku mencintaimu."
Dia pun mengangguk, dan kami kembali menikmati indahnya kembang api.
***

Aku kembali mematut diri di cermin. "Sudah cantik!". Pujiku pada diri sendiri. Aku pun bersiap menunggu Bayu yang akan menjemput ku hari ini.
"Kamu mau kemana?" Tanya mama dengan mimik wajah yang khawatir.
"Aku mau pergi menemani Bayu untuk menandatangani kontrak kerja Bun. Memang ada apa bun? Kok bunda khawatir sekali?" Tanyaku menyelidik.
"Khanza, tadi Mamanya Nata menelpon. Dua hari yang lalu Nata kecelakaan bersama Renata dan Medina. Tapi, hanya Nata yang selamat. Sekarang Nata koma di rumah sakit."
Duniaku seperti berhenti berputar, nafasku tak beraturan.
"Rumah sakit mana Bun?"
"Rumah sakit Pelita Harapan."
Aku pun berlari keluar rumah, menyalakan mobil dan langsung mengendarainya dengan kecepatan tinggi.
Sepanjang perjalanan aku menangis. Aku takut terjadi sesuatu pada Nata. "Ya Allah jangan biarkan terjadi hal buruk pada Nata."
Aku terus menambah kecepatan berharap cepat sampai rumah sakit.
***

Sesampai di rumah sakit, aku langsung bertanya dimana ruangan Nata. Aku pun berlarian di koridor rumah sakit tanpa memperdulikan orang lain.
"Akhirnya kamu datang Khanza. Mama takut terjadi sesuatu pada Nata." Mama Nata langsung menghambur kepelukanku. Aku berusaha menenangkannya.
"Mama kita berdoa saja, semoga Nata cepat siuman. Aku lihat Nata dulu yah Ma!."
Mama pun melepaskan pelukannya. Aku masuk ke ruangan itu. Tampak Nata tertidur lelap.
Alat bantu pernapasan pun terpasang ditubuhnya.
Aku memegang tangannya, berharap dia sadar akan kehadiranku. "Nata, bangunlah! Kamu ingat? Kamu pernah bilang takkan melepaskan tanganku apapun yang terjadikan? Sekarang aku kembali menggenggam tanganmu. Aku mohon bangunlah!."
Aku menangis melihat keadaannya yang seperti ini.
"Nata aku merindukanmu." Bisikku lembut di telinga nya. Tapi, tak ada respon sama sekali.

Bagiku hidup Nata menyedihkan itu salah satu hal yang selalu membuatku ingin berada disisinya. Nata adalah anak tanpa ayah. Mamanya membesarkan dia sendirian. Papanya yang sekarang adalah Ayah tiri. Lelaki itu juga tidak memperdulikan Nata, malah terkesan memandang rendah.
Kakek Nata pun tidak mengakui dia sebagai cucu.
Nata dalam keluarganya diasingkan, dianggap tak ada. Semua anggota keluarga 'atmaja' tidak ada yang memperdulikannya. Dia hanya punya aku dan mamanya. Sekarang aku tidak bisa membayangkan hidupnya saat dia tahu Medina dan Renata tewas dalam kecelakaan.

"Nataku yang menyedihkan, bangunlah! aku dan Mama disini untukmu. Kamu ingat? Kamu pernah bilang kalau Mama adalah hidupmu. Begitulah Mama, kamu adalah hidupnya." Aku menangis melihat dia hanya bisa tertidur tanpa membuka matanya. "Ya Allah selamatkan Nata, beri aku kesempatan untuk mengatakan padanya bahwa aku merindukannya."
***

Sepulang dari rumah sakit, aku melihat Bayu duduk menungguku di teras rumah. Aku merasa bersalah padanya karena tidak bisa menepati janji untuk menamaninya menandatangi kontrak kerjanya sebagai arsitek.
"Maaf Bay, aku….."
"Aku tahu, Bunda sudah memberitahuku. Aku baru saja pulang menandatangani kontrak itu. Bagaimana keadaan Nata?"
"Dia masih koma. Sepertinya Mama Nata membutuhkan ku Bay."
"Aku paham kok."
Dia pun mengelus lembut kepalaku. Tidak bisa dipungkiri ada rasa kecewa di mata nya.
Kami pun diam dalam pikiran masing-masing.
"Aku takut, terjadi sesuatu pada Nata." Ucapku memecahkan keheningan diantara kami.
"Yakin saja dia akan segera siuman. Jangan khawatir."
"Tapi bagaimana jika dia tak pernah bangun lagi? Aku tak bisa membayangkan dia sudah tidak ada lagi di dunia ini."
"Apapun yang terjadi kamu harus menerimanya Khanza. Begitulah hidup berjalan. Takdir tidak menunggumu siap untuk menerima kebahagiaan atau kenyataan pahit sekalipun."
Aku mencerna setiap kalimat yang diucapkan Bayu. Laki-laki ini tak pernah berubah, ketenangan kebaikan, dan cinta di mata nya.
"Sejak kapan kamu menyukai ku?."
"Rahasia. Aku akan memberitahumu setelah 30 hari. Ingat Khanza! aku akan membuatmu jatuh cinta bukan memaksamu jatuh cinta."
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Membuat obrolan kami terhenti. Aku mengambil ponsel dalam tas. Tertera nama Mama Nata, aku langsung menjawab panggilan itu.

"Iya Ma…aku akan segera kesana!"

Aku menutup panggilan, lalu berlari masuk mobil, menyalakan mesin dan mengendarainya dengan kecepatan tinggi.
Aku baru sadar sekarang, aku mengabaikan Bayu.
Ada rasa bersalah telah pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun padanya.

Bersambung

Wanita Lain SuamikuWhere stories live. Discover now