Untuk kesekian kalinya aku mencuci bersih bibirku dengan menggosoknya dengan cairan antiseptik. Damn! Bibirku telah terkontaminasi dengan bibir pria homo yang katanya mau tobat. Ugh! Biar pun dia ganteng, tapi tetap saja aku merasa geli dengan berciuman dengannya.
Meskipun bukan ciuman pertama, tapi aku cuma mau kissing dengan pria yang aku cinta. Bukan dengan Aktar si biji ketumbar itu!
Satu-satunya pria yang kuizinkan mencium bibirku hanya Niko. Tapi Aktar sialan menciumku tanpa permisi. Dan mirisnya, dia menjadikanku tameng demi bisa terlepas dari pacar gay-nya yang bernama Edgar.
Emosi sendiri jika mengingat kejadian siang di kedai kopi itu. Awas saja jika aku bertemu dengannya lagi, bakal aku sompelin sambal andaliman ke bibirnya. Biar mate (mati) kepedasan!
Segera kubuang air kumuran dari dalam mulutku ke wastafel kamar mandi. Setelah itu aku keluar, dan terkejut saat melihat keberadaan ponakanku Ral ada di kamarku.
"Bou!" Panggil Ral padaku. Bou itu panggillan dari anak Abang ke Adik/Kakak perempuan. Bisa dikatakan aku cukup beruntung karena memiliki saudara yang lengkap. Punya satu Abang dan satu Kakak. Mereka berdua sudah menikah dan memiliki anak. Tinggalah aku si anak bungsu alias paling kecil yang hingga kini belum menemukan pemilik tulang rusuk yang sudah 23 tahun aku curi.
"Hmm...." Gumamku seraya naik ke ranjang untuk melanjutkan tugas yang tertunda yaitu mengetik naskah novel.
"Bou, Ral bingung."
Ck! Masih kecil saja sudah punya konsep bingung.
"Bingung kenapa?" Tanyaku sambil tetap fokus menatap layar monitor laptop.
"Aku itu lahirnya dari mana sih Bou?"
"Itu dulu Mama kamu download, terus Papa kamu yang upload. Makanya dapat kamu," Jawabku sekenanya.
"Oh gitu. Terus... terus... ayam itu pernah pipis nggak Bou?"
"Ya pernahlah."
"Kapan Bou? Kok aku nggak pernah lihat?" Tanya Ral penasaran.
Sebenarnya aku juga tidak tahu kebenarannya. Tapi aku jawab saja, biar kelihatan cerdas gitu di depan ponakan. "Ya waktu ayamnya lagi berak. Jadi ayam itu saluran pipisnya barengan dengan ee. Satu paketan mereka."
"Oh gitu." Ral mengangguk paham. Lalu dia bertanya lagi. "Terus Kenapa Bou sama Mama pipisnya jongkok? Padahal aku sama Bapak pipisnya berdiri?" Cerocosnya lagi.
Mendadak kepalaku terasa gatal. Kenapa sih anak kecil itu pertanyaannya membuat orang dewasa pusing?
"Soalnya kamu kan cowok, sementara Bou cewek. Apa kamu mau punya kayak Bou?" Tanyaku bercanda. Dan aku langsung tertawa kencang begitu dia mengangguk polos. "Nanti kalau kamu udah gede, minta sama Bapak diajak ke Thailand buat operasi transgender ya?"
"Ok Bou!"
"Anak pintar!" Kuelus kepalanya. "Eh tapi nggak usah sih Ral. Nanti kalau kamu udah gede, tampan, keren dan mapan. Kamu bisa dapat banyak yang kayak gituan. Kamu tinggal pilih aja mau yang mana." Aku terkikik sendiri dengan ajaran sesat yang kuberikan pada ponakanku itu.
"Ral!"
Aku dan ponakanku menoleh ke arah pintu kamar begitu mendengar suara Mamanya yang adalah Kakak iparku.
"Dari tadi Mama cariin, ternyata di sini. Ayo mandi dulu Nak, udah sore ini. Jangan ganggu Bou yang lagi ngetik."
Ral segera turun dari ranjang dan berjalan menghampiri Mamanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not?
General FictionIni cerita absurd. Kalo nggak mau gila, jangan dibaca ya.