Part 40
Hari sudah gelap ketika kami kembali ke Shibuya. Begitu turun dari kereta dan keluar dari stasiun, suasana malam yang penuh dengan keramaian langsung terlihat. Ornamen Natal di mana-mana. Pohon cemara sepanjang jalan dihias dengan lampu kelap-kelip. Lagu-lagu bernuansa Natal diputar di sepanjang pertokoan.
Tentu saja wajah Kinal sangat berseri melihat pemandangan malam di Shibuya ini.
"Sini kantong kalian," pinta Kururu sambil menjulurkan tangannya.
Kutatap dia penuh tanya, tidak mengerti maksudnya.
"Mari kubawakan ke rumah. Aku tidak mau mengganggu malam Natal kalian berdua," lanjutnya.
Wow! Pengertian sekali bocah ini.
Aku dan Kinal menyerahkan kantong belanjaan kami yang lumayan banyak.
"Terima kasih pemandu. Kau akan kubelikan permen nanti," ledek Kinal.
Kururu langsung menatapnya dengan kesal.
"Aku menyesal menawarkan bantuan jadinya," omelnya.
Aku dan Kinal menertawakannya. Bus datang dan Kururu segera berjalan ke sana.
"Selamat bersenang-senang," ucapnya kepada kami.
Kuberikan senyumku dan Kinal melambaikan tangannya dengan ceria.
Kururu naik ke dalam bus. Pintu bus tertutup dan segera meninggalkan halte. Kinal dan Kururu terus saling melambai sampai dengan bus menjauh. Aku terus memperhatikan Kinal dari tadi, betapa beruntungnya aku bisa bersama dengannya dulu.
"Kenapa?" tanya Kinal ketika dia melihatku yang terus memperhatikannya.
Kulepaskan tanganku dari genggamannya. Kuarahkan kedua tanganku ke topi rajutnya.
"Miring," ucapku sambil membetulkan posisi topi rajutnya.
Kinal melirik ke atas lalu melihatku lagi dan tersenyum. Posisi topinya sudah benar, kuulurkan tanganku lagi kepadanya.
"Yuk," ajakku.
Kinal mengenggam tanganku. Hangat, walaupun aku tidak bisa merasakan kulitnya karena tertutup sarung tangan wol.
"Kita mau ke mana?" tanya Kinal.
"Mau coba ikut nyebrang?"
Kinal langsung mengangguk dengan cepat.
Kami mulai berjalan berdampingan dengan tangan saling menggenggam. Kinal terus bernyanyi mengikuti lagu Natal yang terdengar dari toko-toko di sepanjang jalan. Kami sampai di tempat penyeberangan, lampu untuk pejalan kaki masih merah, jadi kami masih harus menunggu.
"Nal."
"Ya Ve?"
"Jangan berhenti di tengah ya. Pokoknya jalan terus."
"Ok ok."
"Jangan sampai tangan kamu lepas."
"Aku gak akan pernah lepasin kamu lagi kok Ve."
Wajahku langsung memanas mendengar ucapan Kinal barusan. Kutatap dan tersenyum kepadanya yang sedang cengar cengir memperlihatkan giginya.
Sudah kuputuskan sebelumnya, aku akan menunggunya mengucapkan kalimat yang paling ingin kudengar.
Tak berapa lama kemudian, lampu merah menyala. Kupererat ganggamanku di tangan Kinal dan kami mulai bergerak maju. Orang-orang di sekitar kami juga melakukan hal yang sama. Karena tubuh kami yang kecil, sungguh berasa seperti berada di antara lautan manusia. Selang kurang lebih dua menit kemudian, kami telah sampai di seberang jalan.

YOU ARE READING
Senja
FanfictionPertama kali aku bertemu dengannya ketika hari pertama masuk SMA. Sejak saat itu, kami langsung berkenalan dan menjadi teman dekat. Wajahnya sangat manis, mungkin karena potongan rambut pendek di atas bahunya. Tawa khasnya yang memperlihatkan gigi...