Part 28

6.3K 386 31
                                    

Part 28

Keesokan harinya kami lagi-lagi mendatangi kosan yang lain. Setelah melihat-lihat, aku tentu tetap tidak menyetujuinya dengan berbagai macam alasan. Kinal tertunduk lesu dengan jawabanku dan berjalan dengan lemas menuju mobil.

Ketika kami sampai di rumah, dia langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa menungguku terlebih dahulu. Melihatnya yang sepertinya marah padaku, kuputuskan untuk ke kamarku saja.

Sepanjang sore ini hanya kuhabiskan untuk menyelesaikan tugas kuliahku. Sampai menjelang malam, Kinal tidak juga menampakkan batang hidungnya. Dia benar-benar marah sepertinya. Bodohlah, yang penting dia tetap tinggal di rumahku.

Sesudah membersihkan diri, aku menuju kamar Kinal untuk mengajaknya makam malam. Baru saja aku ingin mengetuk pintunya, dia sudah membukanya terlebih dahulu. Dia melihatku sebentar, lalu melewatiku begitu saja. Aku mengikutinya menuju meja makan.

Sepanjang acara makan malam, Kinal tidak berbicara padaku sama sekali. Selesai makan, dia langsung naik menuju kamarnya. Dia benar-benar marah padaku sekarang. Kuputuskan untuk ke kamarku juga. Sialnya, aku baru menyadari, kalau bantal gulingku masih di kamar Kinal.

Bagaimana aku harus tidur malam ini?

Jam menunjukkan pukul sepuluh ketika aku selesai menelepon Ruru untuk menceritakan apa yang terjadi hari ini. Ruru terus menertawakanku sepanjang aku bercerita. Tidur tanpa bantal guling benar-benar tidak nyaman sama sekali. Tapi apa boleh buat, aku tidak mungkin ke kamar Kinal untuk mengambilnya kan.

Ketika aku sedang berbaring, terdengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Semoga saja Kinal. Aku langsung turun dari ranjang untuk membukakan pintu. Bukan manusia yang terlihat, tetapi bantal guling. Bantal guling itu tiba-tiba bergerak maju ke dalam kamarku. Ternyata Kinal yang sedang memeluk keempat bantal guling tersebut.

Kinal terus berjalan menuju kasurku dan menjatuhkan bantal guling di sana. Setelah menutup pintu, aku menghampirinya.

"Jujur sama aku, kenapa kamu selalu gak setuju sama kosan yang aku pilih!?" tanyanya terdengar marah. Mendadak nyaliku menciut.

"Emang kosannya gak bagus Nal," jawabku berusaha tenang.

"Gak Ve! Kosannya baik-baik aja. Kamunya aja aneh!" ucapnya dengan nada menyindir.

Bingo! Ini dia yang kutunggu-tunggu. Aku akan berpura-pura marah kepadanya karena mengataiku aneh.

"Aku aneh?"

"Iya, aneh!"

"Apa yang aneh!?" tanyaku pura-pura dongkol.

"Kosannya baik-baik aja, kamu gak setuju. Alasan kamu banyak dan itu gak masuk akal menurut aku. Kamu aneh!"

Emosiku langsung naik mendengarnya mengataiku aneh lagi. Memang aku aneh, karena jatuh cinta kepada sesama wanita. Jadi seharusnya Kinal tidak salah, walaupun yang dia maksud bukan itu.

Kendalikan emosi. Kendalikan emosi. Kendalikan emosi.

Saat yang tepat untukku berpura-pura marah padanya. Kututup telingaku dan kugeleng-gelengkan kepalaku dengan cepat.

"Ve Ve, kamu kenapa?" tanya Kinal terdengar panik.

Kena! Dia mulai khawatir.

Dia menyentuh tanganku, tapi segera kutepis dengan keras. Dia berusaha memegang tanganku lagi, tapi kutepis lagi dan mundur menjauh darinya.

Kinal mendekatiku dan aku terus mundur untuk menjauh darinya. Bagus Nal, terus mendekat padaku.

Aku tidak bisa mundur lagi karena ada pintu yang menghalangiku di belakang. Aku masih terus menutup telingaku. Kinal berhasil memegang tanganku dan berusaha menariknya. Aku terus meronta, tetapi tenaga Kinal lebih besar.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang