CHAPTER 27: That's Okay (1)

19.3K 2K 24
                                        


Semua orang berkumpul, ramai sekali. Di tengah hujan salju yang lebat itu ada sebuah kecelakaan yang terjadi. Tepat di sebuah perempatan yang sering sekali Ellea dan Wanda lewati dulu, di jantung Borough Manhattan kota New York. Audy keluaran terbaru itu jungkir balik di tengah jalan, di sisi seberangnya ada sebuah truk trailer besar yang meringsek miring menyasar deretan pertokoan kecil di pinggir jalan. Orang-orang berlarian, kemudian bunyi sirine polisi dan ambulans bersahut-sahutan nyaring.

Ellea berdiri di sudut jalan, pada sisi yang berlainan dari tempat kecelakaan itu. Dia kemudian melangkahkan kakinya perlahan, pada orang-orang yang mengerumun di sekitar sedan yang terbalik itu. Rembesan cairan anyir kemudian mengalir, mengenai kaki telanjangnya dan membuat ia mundur buru-buru. Jejak kaki berdarah yang ditinggalkannya terlihat semakin banyak. Tak peduli ia terus berlari, tapi rembesan darah itu mengejarnya, menutupi jejak yang ia buat dengan salju yang berubah merah pekat.

"Hhhh ...!"

Detik itu juga bola mata karamel sang Putri terbuka lebar. Napasnya memburu, sementara rasa takut yang teramat sangat menggerogoti secara tiba-tiba. Begitu manik karamel itu terbelalak, gambaran wajah Harry memenuhi pandangannya. Gadis itu menarik napas lega, kemudian berbalik dan mendapati ribuan bintang yang menghias langit malam. Ellea terbangun tepat saat semua orang terlelap. Perempuan itu menggeliat pelan dalam dekapan Harry, melepaskan diri.

Apa aku terlalu merindukan New York? Atau mimpi barusan cuma bunga tidur yang datang karena kejadian menakutkan hari ini?

Ellea menatap langit yang nampak cantik sambil memeluk lutunya di depan perapian. Ada beberapa potong daging dan ikan bakar yang dialasi selembar anyaman dari daun pinus. Sudut bibir gadis itu tertarik, membentuk senyum tipis.

"Mereka tahu cara menganyam, ya," Ellea mengambil sepotong daging rusa panggang yang sudah dingin itu, "semuanya jadi kacau gara-gara aku ...."

Di dekat sisa api unggun yang mulai habis itu Ellea menghangatkan lagi makanannya. Perut yang sudah keroncongan itu harus segera diisi sesuatu. Kadang wanita itu sangsi, pasalnya sudah lama sekali ia berada di Deandrez dan belum juga menemukan cara untuk kembali ke New York. Untuk sementara waktu memang kehidupannya disini sama sekali tidak buruk, terlebih ada Harry yang selalu ada untuknya sampai sekarang.

Mengingat kehidupan lampaunya, Ellea benar-benar kesepian. Hidup sampai usia 15 tahun di panti asuhan bukanlah hal yang mudah, terlebih menjajaki karir sebagai seorang aktris tanpa koneksi. Apapun ia lakukan untuk mencapai posisinya yang sekarang, termasuk mengencani para produser film besar demi secuil peran figuran pada awalnya. Menyedihkan. Hanya itu satu kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupannya dulu.

"Untuk seseorang yang selalu melewati hari-hari dengan hinaan tersirat, menjadi calon ratu bukanlah hal yang buruk." Ellea menarik napas, bermonolog pada ribuan bintang yang menatapnya, "Aku tidak dilahirkan kaya, terhormat, apalagi punya posisi dan jabatan penting. Mungkin Deandrez sudah seperti surga, semua orang hormat padaku, bahkan si antagonis Octavius dan Catherine."

Ellea masih ingat, satu film terakhir yang membawa namanya melejit hingga bisa menjadi pendatang baru paling dicari seperti sekarang. Itu adalah sisa perjuangannya setelah dilecehkan berulang-ulang oleh sang produser, sialnya dia cuma bisa mengunci mulutnya rapat-rapat. Sungguh jauh berbeda dengan perlakuan lembut Harry ketika bercinta dengannya. Semua yang terjadi sampai detik ini malah membuatnya semakin bingung.

Jadi, aku bersyukur karena sudah meninggalkan New York, atau malah ingin kembali ke New York?

Deandrez seperti dunia baru yang sangat bertolak belakang dengan New York, harga diri yang tidak pernah ia dapatkan selama ini diberikan secara cuma-cuma atas posisinya sebagai Putri Mahkota. Namun impian karir, dan segenap kerja kerasnya tertinggal di kota gemerlap itu. Estelle bimbang, harga diri dan kehormatan atau impian dan kerja keras yang harus ia pilih. Seperti hitam diatas putih, untuk saat ini gadis Tyra itu memilih warna abu-abu.

"Jadi kau itu mau pulang atau tidak, sih, Ell?" perempuan itu bermonolog pada dirinya sendiri, "Deandrez dengan segala keindahannya, dan New York dengan segala kegemerlapannya. Mana yang harus kupilih?"

Ellea membenamkan wajahnya ke lutut, kemudian meremas gemas rambutnya sendiri. Semua kegamangan ini menjadi semakin rumit, terutama saat ia melirik Harry yang terlelap tak jauh darinya. Ada sebuah perasaan merah muda yang tumbuh pada lelaki itu entah sejak kapan, akan tetapi terselip juga histeria antara dia dan Catherine. Sang Putri akhirnya menyerah, lalu menjatuhkan tubuhnya begitu saja. Berbaring di atas salju dan menatap bintang-bintang.

"Kenapa berbaring disini?"

Ellea menatap fokus wajah Harry yang tiba-tiba menyembul dan berada tepat di atasnya. Lelaki itu tiarap dari sisi yang berlawanan, membuat mata mereka bertemu dalam posisi atas bawah yang terbalik. Pangeran menatap Putri dengan tatapan yang membius, membawa manik karamel itu masuk ke dalam obisidian kelamnya. Sementara wanita muda itu menatap lembut suaminya, lalu tersenyum tipis saat wajah tampan putra mahkota mendekat.

Ellea menahan napas, terutama saat ujung hidung mungilnya bersentuhan dengan hidung bangir Harry. Sampai sepersekian detik berikutnya bibir mereka saling mengecup lembut, menyalurkan kehangatan pada pasangannya masing-masing.

"Aku mencintaimu, Ell," Harry berbisik, suaranya terdengar menangkan. "Aku takut sekali saat tadi melihatmu jatuh. Entah apa yang akan terjadi kalau aku memutuskan untuk memburu seekor rusa lagi. Aku benar-benar bersyukur bisa datang di waktu yang tepat, Estelle ..."

Ellea menatap lekat manik yang kelam itu tanpa bicara apa-apa. Aku bersyukur bahwa itu kamu, Harry. Aku benar-benar lega karena tidak menjatuhkan hati pada pria yang salah.

"Aku benci sekali saat ketakutanku menjadi kenyataan. Maaf karena sudah meninggalkanmu sendirian. Maaf karena aku hampir datang terlambat. Maaf karena sudah membuatmu-"

Cup.

Ellea menarik tengkuk Harry, kemudian mengecup bibirnya lembut. "Semuanya sudah berlalu, dan aku sudah tidak apa-apa sekarang."

"Aku takut sekali," Harry menarik napas, kemudian mengubah posisi tubuhnya dan berbaring di sebelah Ellea, "rasanya seperti jantungku meledak dari dalam, panik, sakit, bingung, semuanya bercampur jadi satu. Aku sama sekali tak bisa berpikir jernih." Lelaki itu meraih tangan istrinya, menautkan jari-jari mereka.

Ellea menoleh, menunggu Harry melanjutkan ceritanya.

"Tubuhku bergerak spontan, berusaha meraihmu di bawah sana." Harry mengecup punggung tangan Ellea, "bagaimanapun, aku minta maaf untuk kejadian hari ini, Ell, aku berjanji akan melindungi lebih baik lagi di masa depan."

Hening, Ellea sudah jatuh tertidur entah sejak kapan. Harry menarik napas, kemudian membawa perempuan itu ke dalam dekapannya. Putra Mahkota juga menambah intensitas sihirnya, membuat area di dalam bola pelindung itu semakin menghangat. Ellea berbalik, tangan mungilnya memeluk tubuh Harry, kuharap aku dapat merasakan cinta sebanyak ini darimu lebih lama lagi, Harziusse.

***

***

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.
Who Made Me A Princess? [Revised|Republish]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ