14

18.5K 2.7K 213
                                        

*Putar deh lagunya... ini tuh mewakili Ray-Via banget...

*I belong to you
"Aku bagian dari dirimu"
And I will wait to hear you say
Dan aku kan menunggu untuk mendengarkan kau berkata
As a tear rolls down your face
Saat air mata mengalir di wajahmu
I belong to you
"Aku bagian dari dirimu"*

-----------

FLAVIA

Aku duduk di bangku yang terbuat dari kayu, memandangi anak-anak dan Ray tertawa lepas di ujung sana. Anak-anak sangat girang menunggangi kuda, Ray memandang penuh kepuasaan sambil sesekali mengabadikan moment setiap kali anak-anak tertawa lebar.

Apa hukuman Tuhan untukku sudah selesai? Pertanyaan itu datang setelah selesai berciuman dengan Ray, semalam, di balkon. Selama ini, tujuh bulan belakangan ini, setelah aku menanda tangani surat damai buatan keluarga pria itu. Aku selalu menganggap semua kesusahan yang terjadi adalah hukuman Tuhan, semua aspek kehidupanku menjadi sulit. Aku sulit mencari pekerjaan tambahan, karena namaku ada di baris pertama daftar hitam calon-pendidik-anak. Aku sulit keluar dari bayangan ketakutan kalau orang-orang terdekatku tahu masalah ini dan pergi.

Tapi setelah tujuh bulan, ini hari pertama aku merasa hidupku tidak lagi sulit.

Karena Raynaldi.

Aku tidak pusing memikirkan tagihan dan hutang.

Aku melakukan pekerjaan paling menyenangkan seumur hidupku.

Aku berbagi rahasia terbesar dan dia tidak pergi justru semakin mantap mendekatkan diri.

Kuda anak-anak hampir mendekat, aku buru-buru berdiri dan berlari kecil sampai ke pagar pembatas.

"Aunty Ia!!!" Mereka memanggilku dengan sangat kencang, sambil melambaikan tangan dengan antusian.

Aku membalas lambaian tangan mereka, sama antusianya.

Kuda membawa mereka menjauh tapi Ray tidak ada di sana, aku menoleh ke arah mereka datang. Ternyata Ray berdiri miring dan dia sibuk mengarahkan kamera padaku.

"Bagus," ucapnya sambil mengangguk. "Ternyata kamu fotogenik juga." Dia tertawa tersenyum lebar, berjalan mendekatik, lalu bersandar pada pagar.

"Kamu tahu nggak sih, ambil foto orang itu bisa kena pasal hak privasi? Tunggu, pasal apa ya..." Aku memutar otak untuk mengingat.

"Undang-undang nomor 12 tahun 2005," jawabnya, lalu tertawa hingga kedua matanya menyipit dan dua garis muncul di kedua sisi matanya.

"Iya, itu."

"Tapi aku nggak menyadap ponsel kamu. Aku juga nggak menguntit kamu secara sengaja, terus mengambil foto yang vulgar lalu disebar untuk hal-hal buruk." Aku terdiam memperhatikan Ray mengatakan semua hal itu kosa kata biasa tidak formal. Sejak kami bangun dan bertemu di ruang telivisi, dia memintaku mengganti gaya bicara kami. Aku masih canggung melakukannya, tapi dia terlihat sangat menikmati seolah kami ini memang dua orang dewasa yang menjalin hubungan sangat serius, pasangan menikah yang berlibur bersama anak-anak. "Jadi pasal itu nggak berlaku."

Tawa Ray semakin jadi saat mendapati aku menggigit bibir bawah, tidak tahu harus menanggapi apa. Bodohnya aku menggunakan sesuatu yang berbau hukum untuk menggodanya, dia pasti jauh lebih ahli menggunakan semua hal yang berbau hukum.

"Kamu tahu Via..." Dia melompati pagar yang berukuran pendek itu, memosisikan dirinya berhadapan denganku. "Perkataan kamu tadi yang berkata seolah-olah aku baru saja melanggar hak privasimu sangat parah, bisa membuatmu terkena pasal juga, pasal 310 ayat (1) KUHP, tuduhan melakukan sesuatu tanpa bukti."

SECOND CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang