Bab 32

16.6K 1.4K 50
                                    

Three words to describe this feeling
I love you

>><<

Buset deh Mas Gi. Jodoh gue aja ditikung. Emang setia itu lawan paling berat. Setiap Tikungan Ada.
-Kevin yang ditikung-

>><<

Setelah mendapatkan kejelasan dari Lia, hubungan Aria dan Gi jauh lebih jelas keseriusannya sekarang. Sebenarnya Gi ingin sekali menyusul Aria di Samarinda untuk menemui kedua orangtuanya secara langsung namun Aria tidak mengizinkannya karena Gi masih ada agenda untuk menguji mahasiswanya di sidang skripsi maupun thesis. Lia'pun mengatakan hal serupa, dia bisa menunggu hingga Gi libur semester berikutnya.

Yang terpenting yang harus disiapkan Gi adalah kesiapan mental, finansial, keseriusannya, dan rasa sayangnya kepada Aria untuk ditunjukkan kepada Isak sebagai 'hakim terakhir'. Gi harus bisa mengambil hati calon mertuanya supaya Isak yakin Aria akan bahagia bersamanya dan dia mampu menjaga serta mencintai Aria seperti yang Isak lakukan pada Aria.

Tidak ada yang lebih membahagiakan untuk Gi sekarng selin mendengar ada restu untuk mereka berdua. Hari Minggu ini Aria pulang dari Samarinda, Gi sudah berjanji akan menjemputnya dan Gi benar-benar melaksanakannya.

Laki-laki itu sudah menunggu Aria di depan pintu kedatangan domestik terminal 3 bandara Soekarno-Hatta. Dengan kemeja kotak-kotak hijau yang dipadunya dengan celana pendek sehingga menampilkan betis atlitnya.

Gi suka menggunakan kemeja ke mana-mana. Dia sendiri juga bingung mengapa suka menggunakan kemeja. Tapi intinya dia suka menggunakan kemeja bukan karena Aria suka melihat lelaki berkemeja. Jauh sebelum kenal Aria, Gi memang suka menggunakan kemeja.

Gi melambaikan tangannya saat melihat Aria dari kejauhan. Aria bisa melihat sosok Gi langsung mempercepat langkah kakinya. Saat Aria keluar dari gedung bandara, ia langsung menghampiri Gi dan memeluknya sekilas.

"How is your trip?" tanya Gi.

"Fine."

Gi tersenyum lalu mengandeng Aria menuju Nona Lucky berada.

"Mau sekalian makan siang?" tawar Gi.

"Boleh. Kita makan di mana?"

Gi memberikan opsi makan siang mereka dan Aria memutuskan tempat makan mereka di mana. Gi menurut dan langsung melajukan mobilnya ke tempat yang mereka mau tuju.

"Kamu kelihat happy," komentar Aria sambil menatap Gi yang sedang menyetir. Gi melirik sekilas lalu tersenyum lebar. "I do."

"Gara-gara dapat lampu hijau dari mama ya?" goda Aria membuat pipi Gi sedikit bersemu.

"Pipimu merah," usil Aria.

Gi tersenyum lebar lalu menoleh ke arah Aria sebentar. "Pasti. Waktu denger Ibu Lia kasih restu itu kayak gimana gitu. Seneng iya, terharu iya. Nano-nano deh."

Aria terbahak lalu menggeleng sekilas. "Berterimakasih sama mama. Gitu-gitu dia mencoba open minded sama kamu."

Gi tersenyum lalu mengangguk. "I know. Makanya, aku bakal tunjukin kalau aku memang pantas untuk kamu."

          

Pipi Aria bersemu merah. Gi itu laki-laki dewasa yang berhasil membuatnya merasa hidup dengan tingkah lakunya. Kadang dewasa, manja, gila, dan ngenes. Lucu-lucu pokoknya tingkah Gi itu. Tapi yang jelas Gi tahu apa yang menjadi target dia dan apa yang harus dilakukan.

"Pengumuman kajurnya kapan?" tanya Aria tatkala ia ingat kalau Gi termasuk salah satu kandidat kajur.

"Senin besok. Agak gugup sih," jawab Gi lalu mengerem mobilnya kala lampu jalan berubah menjadi merah tanda berhenti. "Takut gak lolos."

Aria menghela nafas lalu mengelus punggung tangan Gi dengan pelan. "Gak perlu khawatir. Semua baik-baik aja kok."

"Kalaupun kamu belum jadi kajur, ya gak apa-apa. Toh tidak ada yang merasa dirugikan," kata Aria.

Gi menoleh ke arah kekasihnya lalu tersenyum kecil. "Kalau memang tidak terpilih, jangan kecil hati. Mungkin Tuhan punya rencana lain. Kamu disuruh lebih mengal kampus dan belajar melihat tuntutan zaman sekaran. It is okay. No need to worry. Lagian, aku gak pernah nuntut kamu punya jabatan tinggi apa gimana. Selagi kamu cari uangnya secara halal, kerjanya jujur, terbuka sama aku, percaya sama Tuhan, dan pekerja keras, aku terima kamu apa adanya." Aria menambahkan.

Gi tersenyum semakin lebar. Tak salah dia menaruh hati kepada Aria. Aria, wanita yang selama ini dia tunggu. Gi membawa tangan Aria mendekat bibirnya lalu mengecupnya pelan. "Three words to describe my feeling to you, I love you."

>><<

Aria tersenyum manis kepada Gi yang telah berbaik hati menjemputnya di bandara dan mengantarnya pulang ke apartemen dengan selamat. Sebenarnya Aria menawarkan Gi untuk mampir, namun Gi menolak karena dia tidak mau berduaan dengan Aria di rumah Aria tanpa ada orang lain. Tidak bagus dan tidak baik, walaupun di sana Gi yakin dia cuman dikasih teh dan bercerita sebentar. Namun tetap dia tidak akan ke rumah Aria bila wanita itu hanya seorang diri.

Katakan Gi kolot tapi itu cara dia menghargai Aria. Aria itu harus dijaga bukan dirusak. Itu yang Gi katakan pada dirinya sendiri. Aria yang mendengar itu merasa tersanjung. Astaga, lelaki seperti Gi sudah sangat langka. Di zaman sekarang yang pacarannya sudah berani raba sana-sini bahkan cipokan sana-sini parahnya sampai bercinta, Gi tetap mempertahankan prinsip orang lama.

Gi sendiri mengaku selama masih menjadi pejuang muda (Gi sekarang sudah sadar dia itu tua), dia tidak pernah pacaran lagi, kalaupun pacaran dua bulan berikutnya pasti diputusin karena Gi sibuk sendiri. Jadi tidak mungkin dia neko-neko. Spesies Gi ini sudah musnah. Harus dimuseumkan bila perlu dicatat dalam sejarah dunia. Agak berlebihan sih tapi ya mau cari cowok kayak Gi harus ke dunia belahan mana lagi?

"Hati-hati pulangnya. Gak usah ngebut-ngebut," peringat Aria yang diangguki Gi.

"Ya dong. Harus hati-hati. Kagak lucu belum kawin udah pulang duluan. Lagian, cuman aku yang bisa mengerti tingkah laku ajaib gak jelas kamu," rayu Gi sekaligus meledek.

Aria mendengus namun tak lama kemudian tersenyum. "Dasar bangkot tua karatan."

"Bangkot tua karatan ini'lah yang mau serius sama kamu."

Aria terkekeh lalu mengacak rambut Gi. "Aku naik dulu. Pulangnya hati-hati."

Gi mengangguk paham. Dia senang Aria semakin lembut padanya walau sikap bringasnya senantiasa melekat padanya. Aria kalau gak mengeluarkan tenaga Hulk itu wajib dipertanyakan. "Mukanya jangan kayak mau nyosor Gi. Biasa aja."

Pesawat KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang