Harry tidak habis pikir lagi. Setelah sebulan tahun ajaran Hogwarts, keempat murid pindahan sukses merebut hati semua guru. Termasuk Snape. Mereka melakukan tugas yang nyaris sempurna di tiap pelajaran. Hanya Annabeth, sebenarnya.
Namun, Percy sangat baik di pelajaran ramuan. Bahkan ia beberapa kali mengungguli Harry dan buku pangeran berdarah campurannya. Slughorn sudah memasang minat tinggi pada Percy.
Harry sedikit iri, jujur saja. Semua orang menyukai Percy. Para gadis memandangi Percy dengan berminat. Anak laki-laki manapun bisa akrab dengan Percy. Bahkan Ron dan Hermione sedikit menjauhinya.
"Hei, Harry."
Harry menoleh, mendapati Ginny duduk di sebelahnya. Hari itu sudah malam dan Harry hanya sendiri di Ruang Rekreasi. Dan kini Ginny datang.
"Belum tidur, eh?" tanya Harry.
Ginny menggeleng. "Aku tidak bisa tidur. Banyak pikiran."
Harry mengernyit. Posisinya dengan Ginny terlalu dekat. Jantungnya sudah berloncatan sejak tadi. Kenapa Ginny bisa datang di saat-saat ia sedang sendiri?
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Harry, berusaha meredakan pikirannya yang menggila.
"Yah, kau tahu. Aku bertengkar dengan Dean, lalu Ron. Dean marah karena aku dekat denganmu. Dan Ron membuat semuanya semakin sulit. Ia membenci fakta aku berpacaran dengan Dean, kau tahu? Dan ia berkata--"
Ginny menghentikan ucapannya. Harry tidak bisa melihat dengan jelas karena gelap, tapi ia yakin Ginny merona.
"Sudahlah. Lupakan saja. Tidak penting,"
Harry menunduk. Ia gelisah, tentu saja. Ia menyukai Ginny, sudah jelas. Namun, ia takut persahabatannya dengan Ron akan merenggang. Ron sudah jelas akan menganggapnya pengkhianat atau apalah jika ia memacari Ginny.
Harry menggeleng, mengenyahkan pikiran konyolnya. Memacari Ginny? Harry terlalu berkhayal. Ginny tidak menyukainya. Ginny adik Ron. Ginny sudah punya pacar.
"Hei, Harry," lagi-lagi, Ginny mengejutkannya. "Kurasa aku akan pergi tidur. Sampai jumpa besok."
Harry mengamati punggung Ginny yang menghilang di undakan teratas. Harry mendesah pelan. Tampaknya ia juga harus tidur.
***
Harry bermimpi. Ia sedang ada di sebuah tempat yang sangat gelap. Tempat tersebut sangat mencekam. Dan udaranya, sukses membuat Harry tercekik. Dan ia mendengar hal yang tidak terduga. Ia mendengar suara Perseus Jackson.
"Kronos? Kau yang membawa jiwaku ke mari? Ke Tartarus? Sungguh? Oh, ayolah. Tak bisakah kau membawaku setelah aku bangun?"
Harry mendekat, dan mendapati Percy, tengah duduk bersandar di sebuah batu, kentara sekali kesakitan. Namun, ia masih tampak tenang.
Harry tak habis pikir. Tempat apa ini? Jangan bilang, ia masuk ke dalam mimpi Percy?
"Perseus Jackson," Harry bisa mendengar suara yang berdesis. "Pahlawan Olympus. Pion para dewa."
Harry mengernyit. Olympus? Para dewa? Sebenarnya siapa Percy itu? Dan apa yang tengah mereka bicarakan?
"Perlihatkan dirimu, Kronos," gertak Percy.
Harry mendengar suara tawa. "Belum saatnya, demigod malang. Sekarang aku akan memberikan tawaran padamu. Terimalah, pahlawan kecil,"
Percy melakukan sesuatu yang tidak Harry duga. Percy mengeluarkan pena dari sakunya, dan membuka tutupnya. Sedetik kemudian, di tangannya ada sebuah pedang perunggu yang berkilauan.
"Tawaran apa?"
Seseorang--atau apa pun itu--yang bernama Kronos tertawa nyaring. "Sungguh berani. Aku beri tawaran ini. Bergabung denganku, atau lihat teman-temanmu yang berharga itu mati."
Harry bisa melihat Percy menegang. Kemudian, lagi-lagi hal yang tidak Harry duga, Percy mulai terisak pelan. Dan saat itulah, Harry bisa merasakan penderitaan Percy yang begitu besar.
"Menangislah, demigod muda. Aku akan menemuimu lagi lain kali. Dan kau harus punya jawaban."
***
Sebuah jeritan. Harry terbangun karena sebuah jeritan. Tepat di dekatnya. Ia terlonjak berdiri, dan mendapati Percy menangis di ranjangnya.
Jadi, itu semua benar? Mimpi itu nyata? Siapa sebenarnya Percy Jackson?
"Ada apa?" tanya Ron, yang masih sangat mengantuk.
Harry menggeleng. "Tidak ada yang tahu,"
"Hei Percy," Harry melihat Nico mendekat, dan duduk di sebelah Percy. "Tenanglah, kelp head. Kau aman di sini."
Tangis Percy tak kunjung reda, dan Nico berdiri. "Seseorang bangunkan Annabeth Chase. Hanya dia yang bisa tenangkan Percy."
Harry mengangkat tangannya. "Aku saja."
Harry keluar kamar, dan mengetuk pintu kamar anak perempuan. Sosok Hermione muncul dengan rambut berantakan dan wajah khas orang baru bangun tidur.
"Kenapa?"
"Panggilkan Annabeth. Katakan ini soal Percy."
Hermione mengangguk dan berbalik. Pintu terbanting menutup, dan Harry menunggu. Tak butuh waktu lama, pintu kembali terbuka. Annabeth dan Thalia berdiri di sana, keduanya memasang wajah panik. Terutama Annabeth.
"Ada apa dengan Percy?" tanya Annabeth terengah.
"Aku--aku tidak tahu. Sepertinya ia mengalami mimpi buruk atau--"
"Di immortales," ucapan Harry terpotong oleh Annabeth yang langsung menabraknya menuju kamar anak laki-laki.
Harry menatap Thalia penasaran, tapi cewek itu menggeleng. "Percy mengalami trauma besar setelah kejadian yang menimpanya. Dan hanya Annabeth yang bisa menenangkannya."
Harry terdiam. Ia mengikuti Thalia ke kamar anak laki-laki, dan mendapati Annabeth sedang memeluk Percy. Annabeth tampak seperti nyaris menangis. Atau ia memang sudah menangis.
Harry hanya bisa melihat pemandangan tersebut dengan bingung. Siapa sebenarnya Percy? Apa saja yang telah dilewatinya? Dan.. apakah maksud dari mimpinya semalam?[]

YOU ARE READING
Colision Course
Fanfiction[ON HIATUS] [Percy Jackson and Harry Potter Crossover] "Empat blasteran 'kan seberangi jalan, Memasuki wilayah sang dewi sihir Tiga besar dan sang bijak berkumpul, Melawan musuh yang bangkit kembali, Sang raja titan, dan sang raja kegelapan himpun k...