Percy

1.1K 138 7
                                        

Percy menatap jadwal di depannya dengan tidak berminat. Nama pelajarannya menarik, memang. Semua tentang sihir-menyihir ini juga menarik. Tapi, tetap saja. Percy benci sekolah.

Annabeth sudah berjingkrak kegirangan di kursinya begitu jadwal dibagikan. Tampaknya GPPH menguasai Annabeth saat ini.

"Hei, kalian. Apa pelajaran pertama kalian?" tanya Harry.

Percy menatap perkamen di tangannya. Perkamen tersebut ditulis dalam bahasa Yunani, untungnya. Percy sedang tidak berminat berurusan dengan disleksianya.

"Ramuan," katanya, "dengan Slytherin."

"Bagus!" seru Hermione. "Jadwal kita sama. Sebaiknya kita bergegas."

Percy mengangguk. Mereka berdiri dan mengikuti ketiga penyihir. Hermione membawa mereka ke ruang bawah tanah, yang sangat gelap.

"Grover akan membenci tempat ini," bisik Thalia.

"Sedikit mengingatkanku pada rumah ayah, sebenarnya." timpal Nico.

"Memangnya rumah ayahmu bagaimana?"

Percy terhenti di tempat. Pasti Ron mendengar percakapan mereka. Atau Nico yang bicara terlalu keras. Untung mereka sama sekali tidak menyebut hal yang bisa membongkar identitas mereka begitu saja.

"Ayah Nico penyuka ruang bawah tanah! Hidupnya dihabiskan di sebuah bunker bawah tanah yang sangaat suram." kata Thalia sambil tertawa.

Nico menyipitkan matanya. Ia menyikut Thalia, dan Thalia mengaduh. "Jangan pedulikan si Grace. Ya, ayahku suka ruang bawah tanah."

Thalia menggeram pelan. "Jangan panggil aku Grace!"

Percy tertawa. Tampaknya pertengkaran hebat kedua sepupunya akan dimulai lagi. Tinggal menunggu beberapa saat.

"Ayolah, teman-teman," lerai Annabeth. "Kita hampir terlambat. Jangan berdebat terus,"

Percy tertawa lagi, kemudian mengikuti langkah Annabeth. Mereka berhenti di depan sebuah pintu. Pintu tersebut terayun membuka, menampakkan sosok pria gemuk yang tidak asing lagi di mata Percy. Profesor Slughorn.

Di dalam, Percy duduk bersama Annabeth, Thalia, dan Nico. Ia melihat ada sebuah kuali di dekat mejanya. Kuali tersebut berisi ramuan aneh yang tampak seperti lumpur. Entah kenapa, ia tahu nama ramuan tersebut. Ramuan Polijus. Tampaknya pengetahuan dasar yang ditanam Hecate di otaknya cukup berguna.

"Baiklah, anak-anak. Keluarkan timbangan dan semua peralatan ramuan. Dan jangan lupa buku kalian Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut."

Percy mengeluarkan yang diminta, kemudian ia melihat Harry mengangkat tangannya. "Sir?"

"Harry, nak?"

"Saya dan Ron--kami tidak punya timbangan atau apa pun. Kami tidak menyangka akan ikut NEWT,"

"Ah, ya," kata Slughorn, "Profesor McGonagall menyebut itu. Tak masalah. Kalian bisa menggunakan bahan dari lemari sekolah. Sampai kalian menulis ke Flourish and Botts, tentu saja."

Percy mendengus pelan melihat Harry dan Ron berebut buku di lemari. Harry kembali dengan wajah masam. Tampaknya ia mendapat buku yang sudah jelek.

"Nah. Sekarang waktunya kita untuk bekerja,"

"Sir," seorang anak Hufflepuff mengacungkan tangannya. "Apa nama ramuan yang ada di meja Anda? Aku belum pernah melihatnya."

Slughorn tersenyum puas, seolah memang mengharapkan pertanyaan seperti itu. "Kupikir ada yang tahu?"

Percy melirik Annabeth, yang sudah mengangkat tangan. Tapi tampaknya Hermione lebih cepat. Karena Slughorn sudah tersenyum padanya.

"Baiklah, Miss Granger?"

"Itu felix felicis," kata Hermione.

"Ramuan keberuntungan." sambung Annabeth.

Slughorn tersenyum puas. "Benar sekali. Felix felicis, ramuan yang akan memberikan keberuntungan bagi peminumnya. Inilah bintang kita hari ini. Ramuan ini akan menjadi hadiah di akhir pelajaran hari ini."

Kelas menjadi hening, membuat setiap gelagak dan deguk di dalam kuali-kuali ramuan seperti dikeraskan sepuluh kali.

"Jadi," kata Slughorn penuh semangat. "Dengan membuka halaman sepuluh di Pembuatan-Ramuan Tingkat Lanjut kalian dan membuat Tegukan Hidup Bagai Mati secara sempurna, kalian akan mendapatkan sebotol kecil felix felicis. Bagaimana?"

Detik berikutnya, semua anak mulai berkutat di depan kuali mereka. Percy memandang bukunya tidak berminat. Ia tertarik dengan ramuan tersebut, tentu saja. Siapa, sih, yang tidak mau keberuntungan? Apalagi ia adalah demigod paling dicari di dunia.

Percy mulai mengotak-atik ramuan di depannya. Ia hanya mengandalkan insting. Bahkan bukunya tidak ia sentuh sama sekali. Beruntung insting perairannya masih berguna.

Ia hanya mengecek buku untuk memastikan warna ramuannya sudah tepat. Dan warnanya sama persis seperti yang diminta. Ia melirik ramuan Annabeth, ramuannya masih berwarna ungu.

"Dan waktunya.. habis!" seru Slughorn. "Tolong semuanya berhenti mengaduk!"

Slughorn bergerak pelan di antara meja-meja, mengintip ke dalam kuali. Kemudian ia berhenti di meja Harry, Ron, Hermione, dan si cewek Hufflepuff. Slughorn tersenyum puas melihat ramuan Hermione, dan menyeringai lebar kepada Harry.

"Bagus, Harry, nak," katanya, "ramuanmu sempurna. Kalau tidak ada yang lebih bagus, kau pemenangnya."

Slughorn beralih ke meja Percy. Ia mengernyit melihat isi kuali Thalia, dan melewati begitu saja kuali Nico. Kemudian ia memberi senyum lebar pada Annabeth. Kemudian ia melihat isi kuali Percy.

"Astaga! Sempurna! Kalian membuatku bingung,"

Slughorn mondar-mandir di depan kuali Percy dan Harry, berusaha memutuskan milik siapa yang lebih baik.

"Hasilnya sama persis. Aku tidak bisa memutuskan."

Percy mendesah pelan. "Berikan saja pada Harry, profesor. Aku tidak membutuhkannya."

Percy bisa merasakan Annabeth, Thalia, dan Nico melotot padanya. Yah, Percy bisa maklum. Sebenarnya keberuntungannya jelek sekali. Tapi Harry lebih membutuhkannya. Setidaknya Percy toh selamat dari ketidakberuntungannya. Selama ini, setidaknya.

"Sungguh mulia, sangat mulia," kata Slughorn, "baiklah, pemenang felix felicis dariku adalah, Mr. Harry Potter!"[]

A/N

Hai guys. Lama tidak update ya? Sudah berapa lama? Maafkan saya. Chapter ini sebenarnya sudah ada di draft dari lama, tapi baru sempat saya revisi. Semoga enjoy!

Sincerely,
Lucy-94

Colision CourseWhere stories live. Discover now