Chapter 4 - Bagi-Bagi Hukuman

104K 6.4K 42
                                    

"Nina, beneran lo ngasih ngirim surat dari sekolah ke rumah gue?" Stef menyelaraskan langkahnya dengan Nina yang sedang berjalan sembari mendorong trolley.

Dia berbelanja kebutuhannya beberapa waktu ke depan. Stef mengekor dari belakang sembari bertanya banyak.

"Menurut lo?" Nina menjawab jutek. Kembali sibuk memilih produk yang akan dibelinya.

"Ninaaaaa..." Stef menggeram. "Kenapa lo kirim sih? Dendam banget lo sama gue gegara gue bolos?"

"Menurut lo?" Nina kembali jutek.

Stef pun kembali menggeram. Menghadap Nina dan mencubit pipinya. "Lo setan banget. Nggak bisa di ajak kerja sama. Gara-gara lo, gue kena omel nyokap!"

Nina memukuli tangan Stef dan menjauhkan wajahnya. "Yang sopan lo sama gue. Gue ini guru lo!"

"Guru gue di sekolah. Di luar nggak!!" Elal Stef tak terima.

Nina memutar bola matanya. Melangkah cepat sembari mendorong trolley. Stef berdecak, mengambil alih trolley tersebut dari tangan Nina. Mendorong dan menunggu cewek itu kembali memilih beberapa produk.

Stef memasukkan peralatan untuk cowok. Nina mendelik. "Buat gue." Kata Stef.

Nina menggedikkan bahu. Lalu kembali melanjutkan. Stef memasukkan beberapa keperluannya sehingga trolley itu hampir penuh.

"Lo apa-apasn sih? Ini banyak banget. Kegunaannya sama, cuma beda merek doang!" Nina menggeram sembari berkacak pinggang.

"Mau coba semua. Biar gue tau mana yang lebih cocok." Jelasnya menghedikkan bahu.

"Bayar sendiri. Nggak ada acara sekalian!" Nina berkata tajam.

Stef memutar bola mata. "Pelit banget sih?! Elo kan udah kerja. Gajian. Sekali-kali bayarin lah gue. Selain pahala, elo juga bantu murid lo." Stef mengedipkan mata.

"Sedeng!" Jawab Nina pergi terlebih dahulu dan membuat Stef tersenyum dan mengikutinya dari belakang.

Selesai belanja, Stef mengajak Nina makan di food court. Nina enggan, namun Stef tetap mengotot.

"Gue laper, Nina. Masa pertumbuhan gue nih."

"Lo yang bayarin?" Tanya Nina. Sepenuhnya masih kenyang karena sebelum ke supermarket, dia makan terlebih dahulu.

"Inget! Yang udah kerja itu elo. Gue masih pelajar!" Tetap saja Stef enggan mengeluarkan modal.

Nina semakin kesal karenanya. "Elo itu jadi cowok nggak modal banget sih? Alasan apaan tuh gue udah kerja?"

Stef menyengir lebar. Menunjukkan tanda damai dengan dua jari. "Gara-gara lo juga, Nin, ngirim surat dari sekolah ke rumah. Bonyok motong uang jajan gue selama dua minggu ke depan." Jawabnya santai.

"Salah sendiri!"

"Tiga kali makan sehari gue di rumah elo ya. Nggak mau ngerasain hukuman sendiri. Bonyok ngeliburin asisten di rumah. Dengan kata lain nggak ada makanan selama dua minggu ini."

Nina tergelak. Stef semakin cemberut. Akhirnya dia mengalah dan mereka memasuki kawasan food court. Nina menggelengkan kepala, Stef kayak nggak makan selama seminggu.

Memesan makan banyak, melahap hingga pelipisnya berkeringat.

Sedangkan Nina hanya memesan minum, sesekali mencomot kentang goreng sembari menunggu cowok itu selesai makan.

Stef bersendawa, menepuk-nepuk perutnya sembari menyandar di sandaran kursi. "Kenyang banget..." Ucapnya.

"Jorok banget!" Nina menutup hidung dan pura-pura mual.

"Sok nolak lo!" Balas Stef.

Nina menggerutu."Cepetan. Gue males di sini. Pengen tidur gue." Ucapnya.

Stef menurut, membawa bag paper di tangannya menuju parkiran. Stef menyuruh Nina menunggu di depan supermarket. Stef sendiri yang mengambil motor dari parkiran.

"Pelan-pelan!" Kata Nina pada Stef ketika cowok itu hendak mengebut."Banyak nih bawaan gue."

"Iya, iya, bawel!" Jawab Stef menurunkan laju. Nina menyandarkan kepalanya di punggung Stef.

Setibanya mereka di rumah Nina. Stef langsung duduk di sofa, menghidupkan televisi dan membiarkan Nina merapikan semua belanjaannya.

"Nih." Nina mengangsurkan kantongan berlogo supermarket yang mereka datangi tadi di meja. Semua isinya milik Stef.

"Kenapa nggak di simpan sih? Itu memang mau tinggal di sini." Kata Stef santai.

"Enak aja! Nggak boleh!" Tolak Nina keras. "Nggak boleh ada barang-barang cowok di rumah ini selain punya papi gue!"

Stef memutar bola mata. "Ngapain gue beli kalau buat di rumah gue? Pelayan rumah pasti udah nyiapin." Ucapnya. "Simpen lagi nih di kamar mandi. Buat gue mandi nanti."

Nina berdecak. Membiarkan kantongan itu tetap di atas meja. Dia duduk di samping Stef dan mengikuti cowok itu menonton anime.

"Ada makanan nggak? Gue lapar nih!"

"Perut lo karet atau apa sih? Baru juga makan udah lapar lagi?!" Tanya Nina sarkasme.

Stef menyengir lebar. "Gue masa pertumbuhan. Sebagai guru biologi, lo harusnya lebih paham." Cowok itu mengejek. "Hem..." Stef berdehem, "Gimana kalau kita belajar biologi aja, Nin? Tentang reproduksi. Kayaknya seru tuh belajar berdua. Kali aja khilaf, ada banyak kamar di sini. Nggak ada yang gangguin lagi." Dia mengedipkan mata mesum.

"Nggak usah aneh-aneh deh! Nggak sopan banget sama guru sendiri!" Nina berdecak kesal.

"Kali aja, Nin. Gue ketinggalan pajaran nih selama dua minggu ke depan."

"Salah sendiri!!" Nina menyedekapkan tangan di dada.

Cewek itu begitu ketus padanya. Stef bolos dan datang keesokan harinya.

Nina paling tidak suka pada murid yang membolos dan menyepelekan sekolah.

Memang sial berurusan pada Stef yang gemar membuat ulah. Lebih banyak bolos daeipada masuk.

Bukan masalah pada Nina mencari supir untuk mengantarnya sekolah. Ojek online bertebaran dimana-mana.
Hanya saja dia kecewa.

***

Jakarta, 30 Juni 201

Crazy Possessive [TERBIT]Where stories live. Discover now