26 - CORONA (ending)

62.5K 7.3K 843
                                    

Hujan turun tepat 5 menit setelah motor Vahrus berhenti di depan rumah Ara. Dari dalam rumah, Diandra yang melihat kedatangan tamu langsung berlari keluar membawa payung warna-warni besar untuk menjemput Luna dan Vahrus.

Jantung Luna bergedup kencang ketika ia masuk ke halaman rumah yang cukup besar ini. Terakhir Luna ke sini, dia menangis hingga pingsan. Dan, Luna berharap kali ini dia jauh lebih kuat untuk bisa masuk ke rumah yang selama ini menyimpan banyak kenangan tentang Ara.

Rumah ini tampak sepi, tapi Luna melihat ada sebuah mobil yang terparkir dan sebuah sandal di sana. Luna memberanikan diri masuk sambil mengetuk pelan pintu rumahnya.

Seorang wanita paruh baya membuka pintu, langsung menyambut Luna dengan senyuman. "Cari siapa?"

"Ara, eh- maksudnya Arez." Luna membenarkan.

Wanita itu mengernyit lalu memandangi Luna. "Kamu kenal Ara dan Arez?" Dia mengamati Luna lagi dari ujung kaki dan ujung kepala. "Whaa, ternyata ini kamu. Kamu cewek yang fotonya ada di kamar Ara, ya?" Wanita itu spontan memegang wajah Luna, memastikan.

Luna bingung sendiri. "Saya Luna tante."

Dan tiba-tiba saja wajah wanita itu berkaca-kaca. "Akhirnya Tante tahu nama kamu. Ayo, masuk."

Ternyata wanita itu adalah Ibu tiri Ara dan Arez. Wanita yang menurut Luna sangat ramah dan lemah lembut. Diandra bahkan menawarkan Luna dan Vahrus untuk masuk. Vahrus menolak, dia lebih memilih duduk di teras.

"Saya di sini saja. Hujannya mungkin nggak lama. Saya menunggu Luna di sini saja," ucap Vahrus sopan.

Diandra hanya menarik senyum. Mengangguk namun tetap menawarkan teh hangat pada Vahrus sebelum akhirnya membawa Luna masuk.

"Sepi, Tante. Pada kemana?" tanya Luna basa-basi.

"Papanya kerja." Diandra menyahut dari dapur.

"Arez?" tanya Luna.

Seketika Diandra menghentikan aktivitasnya. Dia menatap Luna dengan tatapan heran. "Kamu nggak tahu, Nak? Arez kan sudah kembali ke Perth sejak tiga hari yang lalu."

"Hah? Perth?" Luna merasakan jantung berhenti berdetak.

"Iya, karena Mamanya udah berhenti kerja di Korea dan kembali ke Perth, jadi Arez juga ke sana.."

Luna masih kaget ditempatnya. "Aku nggak pernah tahu soal hal itu."

"Mungkin dia belum sempet cerita aja. Ya, wajar mungkin, Arez emosinya lagi kurang stabil semenjak Ara nggak ada. Kita semua di sini juga benar-benar merasa kehilangan." Diandra menatap Luna. "Tante seneng akhirnya kamu ke sini, Ara selalu malu kalau tante tanyain tentang kamu. Dia cuman bilang, kalau kamu cewek yang disuka aja. Kalian emang pacaran?"

Luna hanya terkekeh, tidak tahu harus menjawab apa.

"Ohya, Luna boleh ke atas, nggak Tante?" tanya Luna dengan sopan, Luna tahu kamar Ara terletak di atas.

"Boleh. Silakan. Tante juga mau nganterin ini ke Kakak kamu." Diandra mengangkat secangkir teh hangat lalu melenggang pergi.

Luna tak membuang waktu lagi untuk segera menaiki tangga.

*****

Hal yang pertama kali membuat Luna menghentikan langkahnya adalah ketika ia melihat begitu banyak foto-foto yang terpajang di ruangan ini. Luna baru bisa memperhatikan semua dengan jelas. Foto Ara mendominasi lebih banyak dari pada foto Arez. Piagam penghargaan juga banyak menempel di dinding. Luna menarik napas panjang, Luna menggelengkan kepala, berjuang menepis segala bayangan Ara yang menyerangnya. Jika mengingat terus, dia bisa-bisa menangis lagi. Segera ia berjalan menuju kamar Ara. Mendorong pintu perlahan.

Hal yang pertama kali Luna sadari adalah harum aroma khas Ara, yang memenuhi ruangan. Luna menahan ngilu pada dadanya. Kamar ini bersih, Diandra mungkin cukup rutin membersihkannya. Semua perabotan Ara masih tertata rapi di tempatnya. Luna memutuskan untuk duduk di atas ranjang senejak. Kepalanya bergerak mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Luna melihat sekilas lemari Ara yang banyak ditempeli stiker benda-benda angkasa.

Luna hanya tersenyum simpul sampai akhirnya ia keluar lagi, dengan menyisahkan rasa yang masih mengganjal karena kepergian Arez secara tiba-tiba. Luna menengok ponselnya, mencoba iseng menghubungi Arez, tapi tidak aktif.

Lagi pula, Arez juga pasti telah mengganti nomornya.

Akun chat-nya juga mendadak hilang dari kontak Luna.

Apa Arez memblokirnya? Kenapa?

Akan tetapi, Luna mencoba menerima semua itu.

Ia pun hendak berjalan kembali, hendak menuruni tangga sampai akhirnya matanya tertuju pada sebuah pintu yang sedikit terbuka. Entah mengapa, kaki Luna seolah berjalan sendiri menuju ke sana. Perlahan Luna mendorong pintu itu.

Hal yang pertama kali Luna lihat adalah kamar kosong dengan barang yang sangat sedikit, sangat jauh berbeda dari kamar Ara. Luna melihat lebih jauh ke dalam dan menemukan ada sebuah meja yang penuh dengan alat-alat lukis, ada banyak cat air dan juga buku-buku sketsa yang menumpuk. Luna sedikit melihat ke sisi lain, dan menemukan bendera Korea terpajang di dekat lemari.

Dari sini, Luna sudah bisa yakin bahwa ini adalah kamar Arez. Luna bisa merasakan dadanya sesak, jika teringat siapa yang melukis kamarnya. Itu pasti Arez. Luna memejamkan mata, lalu menoleh ke arah lain, mendapati sebuah tumpukkan kardus yang terisi barang-barang seperti sepatu dan tas, tapi bukan itu yang membuat Luna tertarik. Namun,, Luna tertarik pada sebuah buku biru yang terselip di sana.

Itu buku milik Ara.

Luna langsung mengambil buku itu dan membuka isinya.

Mayoritas penuh dengan puisi, pada halaman awal, puisinya masih belum ada unsur cintanya. Namun,, pada halaman belakang, Luna tersenyum-senyum sendiri karena ia membaca puisi-puisi saat Ara jatuh cinta, dan siapa lagi kalau bukan dengannya?

Luna menghela napas, Ara terlalu banyak menulis puisi, bahkan rajin mengiriminnya puisi. Luna yakin, pasti sebenarnya Ara masih punya buku lain untuk menampung puisi-puisinya yang lain. Luna hendak menutup bukunya, tapi Luna tak sengaja melihat satu halaman pada bagian akhir yang ditulis dengan tinta warna-warni.

Luna membukanya dan membaca tulisan yang disusun seperti daftar kegiatan itu. Seketika Luna menganga melihat ada 10 kegiatan yang selama ini Luna telah jalani, entah bersama Ara atahu Arez.

Hampir semuanya telah dicentang, kecuali daftar yang paling terakhir.

10. Melihat fenomena Gerhana di Toraja, 13 September bersama. Maaf, Ara, untuk yang kali ini saya tidak bisa memenuhinya. Terlalu sulit. Saya harus kembali ke Korea. Rest in peace, brother.

Luna yakin tulisan yang ditambahkan disampingnya itu adalah tulisan Arez.

Luna sontak melirik tanggal yang ada pada ponselnya. Sekarang 10 September, dan seketika Luna langsung turun ke bawah dengan tergesa-gesa, menuju ke Vahrus sambil memegang buku biru itu.

"Ada apa?"

"Aku mau ke Toraja."

Ya, setidaknya Luna harus memenuhi keinginan terakhir Ara.


-Tamat-


SOUTHERN ECLIPSEHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin