Pagi yang indah untuk memulai hari dengan matahari yang bersinar cerah. Titik embun masih menggantung di pucuk dedaunan, lapisan kabut tipis juga masih terlihat mengambang di atas sungai. Udara dingin malam belum sepenuhnya menghilang hingga membuat sebagian besar orang masih memilih untuk bergelung di balik selimutnya.
Seorang anak kecil berusia sekitar sepuluh tahun tampak berdiri di tepi sungai. Rambut pirangnya yang sewarna dengan matahari berayun pelan dihembus angin pagi. Mata biru cerahnya menampakkan ekspresi ceria. Ditangannya tergenggam beberapa tangkai bunga kecil berwarna biru yang diikat dengan rumput kering.
"Ibu,..'' anak kecil itu berjongkok di depan sebuah gundukan tanah yang ditumbuhi rerumputan ''Hari ini untuk pertama kalinya aku diajak Kakek ke ibu kota. Aku sangat senang'' senyum lebar terukir di wajah kecoklatannya.
"Kata Kakek, disana sangat ramai tapi juga jauh'' suara anak itu menyendu saat mengatakannya ''Mungkin kami akan pulang empat hari lagi. Hah...'' menghela napas panjang, anak kecil itu mendongak menatap langit pagi.
"Aku akan merindukan Ibu'' gumamnya. Tangan kecilnya meletakan rangkaian bunga sederhana yang dibuatnya sendiri dari bunga forget me not yang memang banyak tumbuh di sepanjang tepian sungai, di atas gundukan tanah di hadapannya. Memandang sendu makam dari orang yang paling penting dalam hidupnya meski tidak pernah melihatnya langsung.
"Kau sudah siap, Naruto?'' Suara berat seorang pria disertai tepukan di pundaknya membuat anak itu berbalik. Tawa lebar segera ditunjukan olehnya, pada pria tua berambut putih panjang dengan tatto di wajahnya.
"Siap Kakek'' ibu jari tangan kanannya diacungkan, disertai cengiran lebar di wajahnya.
"Ayo pergi, ini akan jadi perjalanan panjang. Kalau kau lelah jangan minta gendong ya'' Jiraiya mendahului berjalan. Di bahu kirinya tersampir buntalan kain yang berisi perbekalan mereka selama perjalanan. Sebuah tempat minum tergantung di pinggangnya.
"Tenang saja, aku ini kuat. Tidak akan mudah kelelahan'' ucap Naruto sambil menunjukan otot di lengannya.
Jiraiya terkekeh melihat aksi anak kecil yang sudah dirawatnya sepuluh tahun terakhir ini.
Pria tua itu tidak menyangka, sudah begitu lama waktu berlalu sejak pertama dia mendapatkan anak itu. Awalnya dia tidak yakin bisa merawat seorang bayi sendirian tanpa pengalaman apapun, tapi yah.. dia berusaha sebaik mungkin. Dan sekarang anak itu sudah tumbuh besar menjadi anak yang ceria juga kuat. Naruto juga tipe anak yang pekerja keras dan tidak mudah menyerah. Jiraiya cukup senang mengetahui itu.
"Kakek, pedang itu pesanan siapa?'' Mata biru Naruto menatap sebuah pedang panjang yang terbungkus kain hitam di tangan Jiraiya.
"Ini pesanan salah satu bangsawan di ibu kota. Masih keluarga dekat raja, Lord Uchiha Obito'' jawabnya sambil memperlihatkan sebuah pedang yang cukup panjang. Tersimpan rapi dalan sarungnya.
"Uchiha? Itu nama raja kita ya?'' Tanya Naruto lagi.
"Benar. Yang Mulia Raja adalah kakak dari Lord Obito''.
"Wah.. berarti kita bisa dapat banyak uang. Boleh aku membeli sesuatu disana?'' Mata biru Naruto menatapnya penuh harap.
"Tentu saja. Tapi, jangan boros'' Jiraiya mengacungkan telunjuknya memberi gesture peringatan.
"Baik..,!'' Jawab anak itu penuh semangat.
Naruto kini berjalan mendahului Jiraiya sambil melompat senang. Sesekali mengeluarkan pedang kecil yang terselip di pinggangnya dan menyabetkannya di rerumputan yang tumbuh tinggi di kiri kanan jalan yang mereka lewati.
"Kakek,.. apa ibu kota sangat ramai?'' Tanyanya, sambil tangannya membersihkan daun yang menempel di pedang kecil yang dipegangnya. Setelah lelah bermain dengan pedangnya, Naruto kembali berjalan di samping Jiraiya.

YOU ARE READING
Behind the Wall
FanfictionA Narusasu Fanfiction. Ketika dinding - dinding tinggi menghalangi pandangan dan kenyataan. Menyembunyikan kebenaran juga menjadi pemisah bagi keduanya. Mampukah mereka merobohkannya untuk mengungkap rahasia yang tersembunyi di belakangnya. Disc :...