Part 58

7.3K 365 3
                                    

Digo mengerutkan keningnya.

"Ada apa sih sebenernya? Kalo mau pulang, kan kamu tinggal ngomong aja, Sayang," tanya Digo.

"Udah deh Digo, aku capek. Aku mau pulang. Kamu mau anterin nggak? Kalo nggak, aku bisa kok pulang sendiri!" Sisi mengerucutkan bibirnya menolak untuk memandang mata Digo.

"Sisi, aku bener-bener gak ngerti kenapa tiba-tiba sikap kamu berubah?"

"Oke, aku anggap kamu gak mau. Sekarang kamu minggir,  aku mau pulang," Sisi membalikkan badannya dan melongok ke jalan menunggu taksi yang lewat.

Digo mengacak rambutnya serba salah.

"Oke...oke... Aku antar kamu pulang sekarang," kata Digo cepat sambil menarik lengan Sisi ke mobilnya dan menjalankannya menuju rumah Sisi.

Sisi menutup mulutnya rapat-rapat. Ia menulikan telinganya dari alunan musik dan pertanyaan-pertanyaan Digo tentang sikapnya.

Ia sendiri bingung dengan sikapnya. Kenapa ia jadi kesal gak jelas seperti ini? Ia tidak suka Digo mengabaikan dan lebih mendahulukan orang lain. Padahal kalau dipikir-pikir, tadi Digo cuma basa-basi untuk menjaga kesopanan aja.

Digo mematikan alunan musik lembut dari CD player di mobilnya.

"Sisi, kamu kenapa sih? Oke, kalo aku ada salah, aku minta maaf sama kamu," ujar Digo setelah sekian lama ucapan-ucapannya tidak nendapat respon dari Sisi. Sebelah tangannya menggenggam jemari Sisi erat.

"Sudahlah, Digo. Mungkin aku cuma kelelahan aja. Mood aku jadi jelek. Maaf kalo udah bikin kamu bingung," Sisi menundukkan kepalanya.

Digo menoleh ke arah Sisi sejenak dan mengusap lembut kepala Sisi.

"Nanti sampai dirumah, sebaiknya kamu istirahat, sepertinya pekerjaan di sana membuat kamu capek banget ya?" kata Digo pelan masih mengelus kepala Sisi.

Mendengar ucapan Digo yang penuh perhatian, Sisi menangis. Rasa bersalahnya kini muncul. Cuma karena rasa tidak suka Digo lebih memperhatikan dan menanggapi Irene dari padanya membuat mood nya turun drastis.

Digo yang sesekali menoleh ke arah Sisi terkejut melihat airmata Sisi mengalir. Mula-mula setetes, lalu menyusul tetesan berikutnya lagi dan lagi.

Digo panik. Ia menepikan mobilnya.

"Sisi, kamu kenapa? Sakit? Mana yang sakit? Jawab dong," Digo meraih dagu Sisi dan mengangkatnya agar ia dapat melihat wajah Sisi yang terus menunduk.

Wajah Sisi sudah penuh air mata. Digo segera mendekap kepala mungil itu erat.

Setelah Sisi mulai tenang, dijauhkannya wajah Sisi dari dadanya dan menatapnya lama.

"Kamu kenapa sebenernya? Cerita dong, jangan bikin aku panik kaya gini," ujar Digo lembut.

Sisi menggelengkan kepalanya, menarik nafas panjang.

"Aku gak kenapa-napa kok. Mmm... Maaf ya udah bikin kamu panik. Aku gak tau kenapa tiba-tiba aja mood aku jadi drop gini. Aku gak suka aja kamu lebih perhatian sama orang lain dan nyuekin aku," Sisi menarik nafas lagi. Mata beningnya menatap Digo yang saat ini sedang memandangnya dengan tatapan dalam.

"Hahaha.... Jadi, ini yang bikin kamu ngambek gak jelas?" tawa Digo pecah. Diacaknya rambut Sisi dengan sayang.

Sisi mengerutkan keningnya melihat Digo yang tertawa-tawa.

"Kok kamu ketawa sih? Aku lagi bad mood nih," Sisi cemberut.

"Sisi sayang.... Itu namanya kamu lagi cemburu, sayang. Tapi aku seneng kok kamu cemburu kaya gini. Tandanya kamu cinta sama aku," Digo tertawa geli. Dipeluknya tubuh mungil Sisi.

Sebuah Cerita CintaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora