Part 16

7.4K 452 4
                                    

Digo mengajak Sisi kembali ke villa.

"Lo bisa istirahat di situ," kata Digo menunjuk kamar di seberang kamarnya yang dipisahkan oleh ruang santai.

Sisi mengangguk bersamaan terdengar bunyi hp. Sisi segera melihat layar hp nya sejenak dan menerimanya.

"Hallo Kak Gio?" sapa Sisi.

Digo yang mendengar Sisi menyebut nama Gio langsung menatap Sisi tajam.

"......"

"Sorry Kak, gue gak bisa."

"....."

"Di ajak temen weekend. Kenapa?"

"......"

"Mungkin lain kali ya Kak."

"....."

"Okey Kak Gio, bye!'

Sisi mematikan hp nya.

" Siapa? Gio?" tanya Digo mengernyit.

"Iya. Ngajakin nonton, katanya sih ada film bagus," kata Sisi mengangkat bahu.

"O ya? Emang lo pengen nonton?" tanya Digo ingin tau.

"Nggak. Gue lagi gak mood nonton. Udah, gue istirahat dulu ya," Sisi tersenyum lalu masuk ke kamar yang ditunjukkan Digo.

Digo mengangguk dan masuk ke kamarnya. Pikirannya kembali pada telepon yang Sisi terima. Gio! Mau apa lagi cowok itu? Ganggu aja! Ngajakin nonton Sisi lagi!

Gak bisa! Ini gak bisa dibiarin. Kalo ia gak ingin kehilangan Sisi, ia harus berbuat sesuatu!

.......

Di luar awan terlihat menghitam. Kilat mulai berkelebat. Tampaknya hujan sudah gak sabar untuk turun ke bumi.

Sisi menatap langit dari jendela kamarnya. Ada rasa jerih melihat kilat dan hujan yang mulai turun menderas. Sisi memeluk tubuhnya sendiri berusaha melawan ketakutannya. Ia meringkuk di pojok tempat tidur besar itu sambil memejamkan matanya.

GLAAAAAAAAAARRR......

Suara halilintar itu beriringan dengan petir yang menyambar-nyambar

"Aaaaaaaaaarghh...." Sisi menjerit menutup telinganya.

Digo yang mendengar teriakan Sisi segera berlari ke kamar Sisi. Terperanjat dengan apa yang dilihatnya.

Sisi meringkuk di ujung tempat tidur dengan kedua tangan menutup telinganya, matanya terpejam dan menunduk ketakutan.

"Sisi? Lo kenapa?" tanya Digo panik.

DUAAAAAAAARRR....

Halilintar itu menggelegar lagi sebelum Sisi menjawab pertanyaan Digo.

"Aaaaaaaaaarrghh......" Sisi menjerit lagi, semakin merapatkan tubuhnya ke dinding.

Digo segera naik ke tempat tidur dan memeluk Sisi yang duduk neringkuk sambil menangis.

"Tenang Sisi, ada gue kok. Tenang ya... Gue akan jagain lo," ucap Digo menarik Sisi ke dalam pelukannya lebih erat.

GLAAAAAAAAARRRRR.....

"Aaaaaaaaa..... Takuut..." Sisi berteriak lagi, ia semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Digo. Wajahnya disembunyikan pada dada bidang Digo. Ketakutannya sedikit berkurang.

"Sssssh.... Jangan takut, ada gue di sini," hibur Digo sambil mengelus rambut halus Sisi.

Entah berapa lama mereka saling berpelukan seperti itu. Hujan yang tak kunjung reda yang ditingkahi suara halilintar yang bersahutan membuat keduanya tetap pada posisi yang sama.

Digo mencium aroma wangi rambut Sisi berkali-kali. Memeluk tubuh mungil itu dan merasakan sentuhan tubuh Sisi dalam dekapannya.

Sisi mendongak menatap wajah Digo yang hanya berjarak beberapa senti di depannya.

Digo menatap wajah pucat Sisi di pelukannya, merasakan aliran darahnya menderas. Dadanya seakan mau meledak.

Disentuhnya dagu Sisi untuk lebih menengadah, lalu pelan tapi pasti didekatkannya wajahnya ke wajah Sisi dan mencium bibir tipis itu lembut seolah takut menyakiti.

Sisi terdiam kaku merasakan sensasi yang belum pernah dirasakannya. Serasa ada kupu-kupu menari dalam perutnya. Debaran dalam dadanya melompat-lompat tak terkendali. Matanya terpejam. Bibirnya yang semula tak bergerak saat Digo mulai menciumnya, kini bergerak terbuka, perlahan membalas ciuman Digo.

Beberapa saat kemudian, Sisi membuka matanya tersadar, pipinya merona malu. Jantungnya berdetak cepat. Didorongnya tubuh Digo perlahan.

"Sisi....." Digo sejenak kebingungan.

Dilihatnya Sisi menunduk dengan pipi merah dan bibir basah.

"Sorry, Si.... Gue... Gue terbawa suasana... Maafin gue," kata Digo panik, takut Sisi marah. Ditatapnya Sisi yang masih menunduk.

"Si, maafin gue. Lo boleh tampar gue! Lo boleh pukul gue! Tapi tolong jangan benci gue," ucap Digo lirih.

Sisi mendongak menatap Digo. Bagaimanapun ia menikmati ciuman itu.

Sisi menggeleng.

"Lupain aja," bisik Sisi lalu menunduk lagi. Jantungnya sedang parade drum band sekarang.

"Lupain? Maksud lo? Lo maafin gue?" tanya Digo gak percaya.

Sisi terdiam sesaat lalu mengangguk kecil.

Digo menatap gadis yang masih dalam pelukannya dengan lega. Senyumnya terkembang.

"Si, keluar makan yuk," ajak Digo beringsut ke pinggir tempat tidur, mengulurkan tangannya membantu Sisi turun.

Sisi yang masih sibuk menenangkan debar jantungnya hanya diam menuruti ajakan Digo.

Mereka keluar dari villa berjalan menuju jalan raya. Menyusuri trotoar dan masuk ke sebuah rumah makan sederhana namun bersih., memesan makanan dan mulai makan dengan canggung.

Kejadian yang tak diduga itu membuat Sisi lebih banyak diam. Digo yang menyadari keadaan itu merasa bersalah.

"Si, kok diem aja?" tanya Digo menyentuh tangan Sisi sekilas.

"Mmm.... Nggak kok... Biasa aja," elak Sisi mengaduk sisa nasi yang enggan dimakannya.

"Kok makan lo dikit banget? Kenapa? Perut lo sakit lagi?" tanya Digo khawatir.

"Nggak kok. Gue gak pa pa," Sisi menggeleng,

Digo berdiri, menuju ke kasir membayar makanannya dan meraih tangan Sisi, menariknya keluar dari rumah makan itu. Berbeda dengan saat berangkat ke rumah makan, Digo mengajak Sisi melewati jalan setapak untuk kembali ke villa.

Keduanya saling diam, tapi Digo tidak melepas pegangan tangannya pada Sisi.

Tiba-tiba Digo berhenti mendadak membuat Sisi yang berjalan dibekakangnya nyaris menabrak punggung Digo.

"Ada apa sih?" tanya Sisi yang heran melihat Digo berhenti mendadak.

"Liat deh di depan kita," kata Digo.

Sisi memandang ke depan.

(Bersambung)

Apa sih yang ada di depan mereka?
Kenapa Sisi berubah?
Apa yang akan ditunjukkan Digo pada Sisi?
Vote nya dooong....

Sebuah Cerita CintaWhere stories live. Discover now