Acara makan siang tadi adalah acara lunch pertama dan paling berkesan buat gue. Meja makan besar itu betul-betul tau fungsi dan penuh dengan bahasan yang harus dibahas.
Mereka adalah keluarga panutan yang bisa membuat orang luar nyaman dan ingin segera bergabung menjadi bagian didalamnya. Termasuk gue yang mengantri didepan untuk bisa masuk dalam bagian keluarga Quin.
No manners, no rules, no restrictions. We are free to speak and express opinions, even they gossip while eating. They make me feel real life. I need more they, especially my Quin.
"I DON'T DO THAT MOM!" teriakan Quin terdengar dari dalam kamarnya
Gue dan om Galang hanya saling menoleh ke arah kamar Quin saat dia berteriak.
"Kamu sama Quin ada masalah?" tanya om Galang
Gue menggelengkan kepala "Ga ada sih Om, tapi Quin emang kayanya benci banget sama Gio"
"Loh kok bisa?"
"Iya karena masalah sepele sih om" gue menggaruk tengkuk saat menjawab pertanyaan om Galang
Om Galang mengangguk "Oh Om ngerti sekarang. Quin orangnya cuek dan ga suka diatur, wataknya emang keras sih...kaya om waktu muda. Setelah kejadian itu, om sengaja nyuruh Quin untuk menutup diri di sekolah"
Gue hanya tersenyum menanggapi ucapan Om Galang.
"Tapi kamu harus sabar ya Yo, butuh proses Yo"
Gue sekali lagi mengangguk "Iya oom ga apa-apa kok. Gio ngertiin kalo emang sekarang Quin berubah"
"Moom, i don't do that with the jerk!" umpatannya saat dia menuruni tangga sambil melihat ke arah gue.
Cantik! Satu kata yang bisa gue bilang saat melihat dia turun dari lantai dua rumahnya. Tante Zea memang hebat bisa membuat Quin nampak berbeda dengan kepangan rambut dan make up sederhana pada wajah Quin.
Tante Zea merangkul Quin "Hussh, sejak kapan mom dad ngajarin kaka ngomong kasar! Tuh kasihan Gio udah nunggu, gih sana keluar. Biar kaka tau gimana perkembangan Ciwalk, PVJ dan BIP saat ini. Jangan lupa ada 23 Paskal juga ka, sana gih jalan-jalan!"
"Ade ikut ya mom?" rengekannya
"Ade keluar sama temennya tadi. Udah berangkat sekarang ka, mumpung masih sore" Tante Zea mendorong tubuh Quin mendekat ke arah gue
Om Galang langsung memeluk pinggang tante Zea "Nah, sekali-kali kaka jalan keluar. Jangan diem di kamar aja tiap malam! Kan bagus juga buat dad bisa berduaan sama mom" om Galang mencium kepala tante Zea penuh kasih sayang.
Ah beruntungnya Quin punya orangtua yang penuh dengan kasih sayang gini. Gue salut juga sama om Galang dan tante Zea yang masih selalu rukun dan romantis walaupun mereka menjalani hubungan jarak jauh.
Gue ga bisa bayangin gimana kalo nyokap dan bokap gue kaya begitu. Mereka ga pernah menunjukkan kemesraannya di depan gue, bokap terutama. Dia mah dingin dan kaku, mungkin gue mirip kaya dia. Mungkin loh!
"Dad, can't do that in front of me?" protes Quin sambil mendelik
"You know my answer baby" jawab om Galang malah makin mempererat pelukannya kemudian menciumi pipi tante Zea yang sedang tertawa mengerjai Quin.
Wajah Quin memerah saat ini "Ayo cepetan, gue bisa mati kutu kalo terus disini!" ucapnya sambil berjalan meninggalkan om Galang dan tante Zea.
"Quin, forget something?"
-LOVABLE II-
"Udah puas lo ketawa?" sewotnya saat dalam mobil
Gue masih menahan tawa saat melihat wajah Quin sekarang yang sangat memerah "I didn't think you do that"
She's still a little daddy's girl! Gue suka lihat kedekatan dia dan om Galang tadi. Kenapa gue ketawa? Soalnya gue tadi melihat hal yang menurut gue konyol untuk zaman modern ini.
Masa iya, Quin dan om Galang masih melakukan tos gaya jadul gitu, belum lagi ada gerakan aneh yang diakhiri dengan kecupan bibir oleh om Galang dan tante Zea pada bibir Quin. Gue ga ngerti kenapa harus ada gaya pamitan kek begitu, tapi mungkin karena itulah mereka terlihat lebih akrab layaknya teman atau sahabat dibandingkan terlihat layaknya orang tua dan anak.
Quin langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela "Brengsek" umpatannya pelan tapi masih bisa gue denger
"Gue denger umpatan lo Quin" ucap gue dingin
"Bagus lo denger dan gue ga akan berenti ngumpat lo sampe lo balikin ketenangan hidup gue!"
Seperti yang dikatakan om Galang sebelumnya, gue harus sabar menghadapi keras kepala Quin.
"Lo bisa ga sih hilang aja dari muka bumi ini? Sumpah ya lo ganggu banget hidup gue!"
Gue kaya gitu juga ada alasannya kali Quin! Gue sayang sama lo tapi lo ga nyadar atau pura-pura ga nyadar.
"Gue ga bisa!"
"Kenapa harus gue?" ucapnya lirih
Gue memarkirkan mobil yang sudah berada di parkiran salah satu taman di Bandung. Seperti yang gue bilang sama om Galang, gue butuh waktu berdua dengan Quin. Semacam ngedate tapi ini lebih ke klarifikasi, membuat Quin nyaman dengan gue. Hingga akhirnya Quin bisa ingat tentang gue yang tanpa sengaja terhapus saat proses penyembuhan Quin dulu.
Quin yang mengetahui mobil berhenti langsung melepaskan seatbelt. Sebelum dia menarik tuas pintu, gue langsung mengunci pintu.
"Kita perlu bicara Quin" ucap gue lembut
Dia menghempaskan kembali tubuhnya bersandar di kursi "Ngomong apa cepet! Gue ga nyaman berduaan sama lo disini!" dia melipat kedua tangannya di dada sambil menatap lurus keluar.
"Gue yakin om dan tante ngedidik lo untuk berlaku sopan saat orang lagi ngomong sama lo"
"Iya emang, kecuali sama lo!" dia melirik dingin ke arah gue
"Lo kenapa sih benci banget sama gue Quin?" tanya gue sambil memirinkan tubuh gue mengarah pada Quin.
"Lo masih aja nanya"
"Kan harus ada alasannya Quin dan lo belum jelasin alasan pastinya"
Quin menoleh ke arah gue "Lo nyadar ga sih apa yang lo lakuin sama gue?"
"Maksa lo untuk duduk sebangku dengan gue?"
"Bagus lo nyadar"
"Apanya yang salah?"
"Salah! Sangat salah!"
"Salahnya dimana?"
"Salahnya karena lo Gionino Alexander!"
"Terus gue harus ganti nama gitu?"
"Heh lo pikir gue lagi becanda?!"
"Lo pikir gue juga lagi becanda? Gue serius Quin!" nada suara gue mulai meninggi membuat Quin sedikit mengernyit "Ada apa dengan nama gue? Ada apa dengan gue Quin?" ucap gue melembut
Quin menatap tajam mata gue "Lo udah ganggu ketenangan hidup sekolah gue. Seenaknya, maksa dan ngatur hidup gue. Dan sekarang lo mulai ganggu juga kehidupan gue di rumah. Gue mau kehidupan sekolah gue damai dan tenang sama kaya waktu tahun lalu. Gue ga suka jadi pusat perhatian di sekolah dan LO adalah pusat perhatian sekolah!"
"Terus gue harus gimana?"
"Jauhin gue!"
-Bandung, 8 Juni 2017-

YOU ARE READING
LOVABLE PART II (END)
Teen FictionSequel Lovable Part I Cerita tentang Quinna Sabria Gazetha, anak sulung Galang dan Zea. *ada beberapa kata kasar didalamnya, mohon dipahami dan dimaafkan