Selamat Pagi Momo

4.1K 261 16
                                    

Gue termasuk orang yang jarang memiliki hubungan spesial dengan perempuan. Dari jaman sekolah, sampai semester empat di bangku kuliah, gue baru sekali berpacaran. Jumlah yang teramat minim untuk anak seumuran gue. Bahkan ponakan gue yang baru masuk SD aja bilang "Om, om, aku lho punya pacar tiga". Gue jitak aja kepalanya, "Kamu ini, masih kecil kok ngomong pacaran. Sini, bagi om satu". Sebagai pembelaan diri, gue bukannya nggak laku, hanya saja hubungan gue dengan pacar pertama gue memang cukup lama. Hampir lima tahun. Sayangnya takdir berkata lain, dan kami pun memutuskan untuk berpisah. Sejak itu, untuk waktu yang lama, gue menjomblo. Nggak mudah rasanya melepas kenangan selama 5 tahun bersama seseorang dan menggantikannya dengan orang lain. Tapi kesendirian gue itu tidak terlalu gue rasakan, selain karena kesibukan gue di Himpunan, gue juga musti berkutat dengan tugas-tugas kampus yang sungguh menyita sebagian besar waktu gue. Buat gue, nggak ada waktu untuk nge-galau nggak jelas.

Namun kesendirian gue itu mulai terasa mengganggu setelah banyak dari teman-teman gue yang mulai pamer kemesraan dengan pacar atau gebetannya masing-masing. Bikin gue iri aja. Gue pun akhirnya memutuskan untuk membuka hati gue lagi. Dan disaat itulah gue bertemu dengan Momo. Kami berkenalan sewaktu gue main ke kosan Vita, adik angkatan gue di kampus. Kebetulan Momo juga sedang ada di kos Vita. Letak kos Momo bersebelahan dengan kos Vita. Momo berkuliah di kampus yang sama dengan gue, hanya berbeda jurusan. Momo mengambil FISIP. Dari tahun kelahirannya, Momo setahun lebih tua dari gue. Tapi dari angkatan kuliahnya, Momo satu tahun dibawah gue. Kesan pertama yang gue dapat dari Momo adalah Momo cantik.

Nggak butuh waktu lama, gue pun memutuskan untuk mendekati Momo. Tapi bukan secara membabi buta seperti harus telepon setiap jam ataupun main ke kosannya setiap hari. Gue lebih santai dalam mendekati Momo. Tidak menggebu-gebu. Karena gue sadar diri, yang deketin Momo ternyata banyak banget. Mulai dari yang bawa motor keren, sampai yang mengendarai mobil. Mulai dari yang traktir lunch di Cafe, sampe dinner di Resto. Lha kalo dibandingin sama gue, rasanya jauh juga. Kendaraan gue cuma motor butut yang gue punya dari jaman SMA. Tempat makan gue pun cuma di warteg, itupun seringnya gue sarapan sekitar jam 12 siang, biar bisa makan pagi sekaligus makan siang. Jadi gue bisa menghemat uang bulanan.

Tapi anehnya, daripada para cowok yang jelas-jelas punya materi lebih banyak dari gue itu, Momo ternyata lebih memilih gue. Sungguh sebuah misteri. Entah jin mana yang sudah menyesatkan Momo untuk menjatuhkan pilihannya ke gue. Sejak saat itu, gue dan Momo resmi menjadi pasangan. Momo pun mulai memanggil gue dengan sebutan 'Mas' untuk menghormati gue. Gue pun mencoba menghormati Momo yang umurnya setahun lebih tua dari gue dengan sebutan 'Tante'. Tangan gue langsung membiru karena dicubit, pake kuku.

Setelah gue melepas predikat jomblo dan banyak menghabiskan waktu bersama Momo, gue mulai menyadari satu hal: paras ayu-bodi sexy bukan jaminan kenyamanan dalam sebuah hubungan. Perlahan-lahan gue mulai tahu semua sifat asli Momo yang selama masa pendekatan nggak pernah ditunjukkannya. Yang pertama, Momo adalah Drama Queen sejati. Hal-hal kecil bisa jadi masalah besar dalam hubungan kami. Misalnya sewaktu kuliah siang, gue tiba-tiba dapet sms dari Momo yang isinya sangat penting:

"Mas, tadi pagi kok nggak ngucapin 'selamat pagi' ke adek?"

Glodaakkk

Hal yang remeh? Bagi gue iya. Tapi tidak menurut Momo.

Suatu malam gue menelepon Momo dari wartel ke telepon rumah kosan Momo. Ini jauh lebih murah, daripada gue musti telepon ke hapenya. Setelah cukup lama bercakap-cakap, gue pun memutuskan untuk menyudahi obrolan kami.

"Dek, udah dulu ya, udah malam ni," kata gue.

"Iya deh, mas cepet istirahat ya," jawab Momo.

"Iya. Kamu mimpi indah ya."

Kampus KoplakWhere stories live. Discover now