17

1.6K 400 40
                                    


"Riz."

"...."

"Kariz."

"..."

"KARIZ BUDEG!!!" Bima berkata keras membuat Kariz menoleh kaget.

"Apaan?"

"Ngelamun mulu, udahlah ikhlasin aja." Bima tergelak lagi karena ia memanggil Kariz sejak tadi tapi Kariz nggak mendengarnya.

"Ikhlasin apaan?"

"Lo masih mikirin Kinar kan?"

"Kagak!"

"Terus ngapain lo ngelamun dari tadi, diketawain Catra aja lo nggak tau." Bima menunjuk Catra yang sekarang udah cengengesan sebelum tadi ia ketawa-ketawa nunjuk Kariz yang ngelamun.

"Gue ngelamunin hal lain, bukan Kinar." Kariz mengelak dari tuduhan Bima.

"Lambemu, Mas. Lamiiiissss."

"Udahlah Riz, pasrah aja udah." Catra mendekat dan menepuk-nepuk bahu Kariz pelan.

"Anjir, udah dibilang gue nggak papa."

"Kita ngerti kok perasaan lo, jangan malu. Nggak papa. Tenang aja." Bima juga ikut menepuk bahu Kariz untuk menenangkan.

"Bangsat emang kalian."

*

Kariz berjalan masuk ke dalam rumahnya dan langsung menuju ke kamar, nggak tau kenapa perasaannya dari tadi nggak enak. Suntuk aja bawaannya sejak pulang kondangan tadi.

Kariz merebahkan dirinya sambil membuka hapenya, ia membuka aplikasi instagram dan mencari nama Kinar.

manggarum

Kariz sudah tau akun Kinar sejak dulu, namun ia nggak berani memfollow Kinar. Ditambah lagi akun Kinar diprotect jadilah makin nggak berani ia memfollow Kinar. Karena masalah di antara mereka dulu.

Perlahan tangan Kariz menuju ke tombol follow yang ada di profil Kinar, dengan singkat ia menekan tombol tersebut.

Nggak paham juga kenapa dia nekat follow setelah sekian lama menahan buat nggak follow.

Bodo amat deh, otaknya macet.

tok tok tok

Ketukan di pintu kamarnya yang selanjutnya diiringi panggilan dari Ibu membuat Kariz menoleh.

"Kariz?"

"Iya, Bu?" Kariz bangun dan keluar dari kamarnya karena mendengar panggilan dari Ibunya tersebut.

Ia melihat Ibu sedang mengepak beberapa makanan ke dalam kardus-kardus mie instan. Kariz pun memundurkan kursi makan dan duduk sambil memperhatikan Ibunya yang masih sibuk memilah snack-snack ringan.

"Ini Ibu bawain makanan ringan buat kamu, Ibu buatin sambel juga. Ini ada bawang goreng juga. Kamu mau dibawain apa lagi?" Sambil menunjuk isi kardus Ibu menatap Kariz. Mempersiapkan bekal untuk anaknya ke Palembang.

"Itu aja Bu, berat bawanya."

"Ya kan kamu ada yang jemput. Dibagi-bagi juga sama temen-temen di sana."

"Iya, Bu."

Ibu memperhatikan Kariz, anak laki-laki satu-satunya itu terlihat nggak bersemangat. Ibu pun ikut memundurkan kursi dan duduk di sebelah Kariz.

"Kamu kenapa?"

"Nggak papa?"

"Ada masalah?"

"Enggak, Bu." Kariz menggeleng singkat.

"Kariz?"

"Iya, Bu?"

NyctophileWhere stories live. Discover now