Dalam diam Dara menerima sebotol air mineral yang diulurkan David kepadanya. Pria itu kemudian mengambil tempat di sampingnya, dengan menyisakan jarak yang menunjukkan kecanggungan di antara mereka, sambil berkonsentrasi membuka botol minumannya sendiri, meneguk isinya hingga setengah, lalu menoleh lagi pada Dara sambil bertanya, "Eh? Nggak bisa bukanya ya?"
"Bisa kok," Sahut Dara gengsi.
David mengangguk tanda mengerti, namun tetap mengambil kembali botol yang sedari tadi hanya ditimang oleh gadis di sampingnya. Tanpa kesulitan berarti David memutar tutup botol, kemudian menyerahkannya kembali sambil berkata, "Aku minta maaf."
"Untuk?"
"Untuk memperlakukan kamu dengan buruk," Sahut pria itu dengan senyuman tipis, "Maaf."
"Udah lewat," Balas Dara setelah lebih dulu meneguk isi botolnya, "Udah basi."
"Tapi aku belum pernah benar-benar minta maaf.
Dara terdiam sejenak, bingung harus seperti apa menanggapi permintaan maaf ini. Pada akhirnya gadis itu justru bertanya, "Kenapa?"
"Sebenarnya selama beberapa tahun terakhir aku juga bertanya-tanya, kenapa?" David tertawa pelan karena pengakuannya sendiri, "Dan aku nggak menemukan alasan yang lebih tepat, selain karena aku memang brengsek."
"Udah berapa lama?"
"Ya?"
"Udah berapa lama kamu jalan dengan dia di belakangku? Udah berapa kali kamu nidurin dia?"
Kulit putih David dengan jelas menunjukkan perasaannya. Wajah pria itu langsung merah padam karena pertanyaan Dara dan sama seperti dulu ketika mereka masih bersama, pria itu langsung mengusap tengkuk yang menandakan kalau ia sedang salah tingkah, "Aku nggak pernah jalan sama dia. Yang kamu pergoki itu yang pertama kali."
"Alah, tai."
Dara pikir David akan membela diri, nyatanya pria itu hanya mengangkat bahu dengan senyuman kecut. Tanggapan pria itu membuat Dara berpikir kalau David serius dengan jawabannya, tapi bagaimana bisa orang yang tidak jalan bersama memutuskan untuk tidur bersama?
"Mungkin nggak semua laki-laki, tapi beberapa laki-laki jadi penasaran kalau ditantang," David mengatakan itu ketika Dara mengutarakan pemikirannya, "Tadinya ku pikir pesan-pesan kami hanya iseng-iseng semata, tapi seperti yang ku bilang tadi, laki-laki penasaran kalau ditantang. Lama-lama aku jadi tertantang untuk membuktikan pesan iseng kami, dan seperti yang kamu tahu, berakhir dengan hadiah tamparan sepatu."
Dara berdeham dalam usahanya untuk memasang ekspresi serius, yang semakin sulit untuk dilakukan setelah David mencolek lengannya sambil berkata, "Udah, ketawa aja. Nggak usah ditahan-tahan."
"Apa sih?" Sahut Dara berusaha terlihat galak, "Nggak usah pegang-pegang. Gampar lagi baru tahu rasa."
David tertawa mendengar ancaman gadis itu, kemudian berkata, "Shit! Gamparan kamu sakit banget Dara."
"Well, setimpal dengan perbuatan kamu."
"Mana mungkin setimpal kan?" Sahut David sambil menatap gadis itu, "Kalau setimpal, aku pasti masih punya muka untuk mendatangi kamu dan bukannya pindah kuliah ke luar kota."
Memang tidak ada drama lanjutan setelah Dara dan David mengakhiri hubungan mereka dengan cara yang menyedihkan. Keduanya seakan setuju untuk menyelesaikan semuanya dalam satu pertengkaran besar yang berakhir dengan perpisahan. Baik Dara maupun David sama-sama tutup mulut dari orang-orang yang menanyakan penyebab putusnya hubungan yang telah dijalin sejak SMA itu. Justru gadis yang merusak hubungan mereka yang sempat mengembuskan kabar kalau ia dan David telah berkencan, namun kandas karena Dara yang belum ingin melepaskan mantan kekasihnya. Entah apa yang dilakukan David terhadap gadis selingkuhannya, karena secepat kabar itu beredar, secepat itu pula kabar tersebut hilang.

YOU ARE READING
28+ (Slow Update)
ChickLitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...